Technology

BRTI Didesak Segera Tuntaskan Kasus Sedot Pulsa

 BRTI Didesak Segera Tuntaskan Kasus Sedot Pulsa

Sedot Pulsa Capai Rp 900 Miliar per Bulan

Hampir setiap pengguna ponsel pernah mendapat SMS tentang layanan infotainment, news, sport, undian berhadiah, beasiswa dan lain-lain. Tidak berhenti hanya di situ, yang lebih menjengkelkan lagi sulitnya untuk penghentian layanan mulai dari unreg pun gagal dilakukan, call center content provider (CP) tidak bisa dihubungi, dan operator pun tidak mampu membatal keluhan perorangan. Bila hal ini terjadi dengan Anda, bisa jadi pulsa akan terus tersedot melalui layanan SMS premium tersebut.

Dari diskusi panel penyelenggaraan telekomunikasi dan penyelesaian kasus sedot pulsa yang diprakasai Sulaiman N Sembiring, Hardiyanto and partners (SHP) Law Firm hari ini, menghadirkan praktisi hukum telekomunikasi, mendesak agar Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyelesaikan kasus sedot pulsa secepatnya melalui mekanisme hukum yang ada, yaitu UU No. 36 tentang Telekomunikasi, UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Permenkominfo No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Apalagi kerugian bagi konsumen seluler, khususnya pelanggan menengah ke bawah sangat besar jumlahnya. Menurut Kamilov Sagala Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Informasi (LPPMI), rata-rata pelanggan kelas menengah ke bawah telah kehilangan pulsa sekitar Rp 4-6 ribu/orang/bulan. Bila rata-rata seluruh pengguna seluler berjumlah 180 juta pelanggan, maka total kerugian yang diderita pelanggan mencapai Rp 900 miliar/bulan, akibat praktik penyedotan pulsa oleh operator telekomunikasi bekerja sama dengan content provider.

Gunawan Wibisono, pengamat telekomunikasi Universitas Indonesia, menambahkan kasus penyedotan pulsa sebenarnya masalah sederhana dan tidak perlu keahlian khusus dalam penyelesaiannya. Di Jepang misalnya, masalah telekomunikasi cukup dilaporkan kepada yayasan lembaga konsumen, bukan kepada regulatornya. “ Saya tidak tahu mengapa BRTI tidak bisa menyelesaikan kasus yang sederhana ini, dan sampai sekarang tidak ada solusinya,” kata Gunawan. Bahkan BRTI justru mematikan bisnis penyedia konten.

Sulaiman N. Sembiring dari SHP Law Firm, menambahkan, pemerintah dan BRTI hendaknya mencarikan alternatif terbaik dan komprehensif untuk menyelesaikan kasus yang melanda dunia telekomunikasi nasional. Karena dalam 7 bulan terakhir pelaku usaha telah mendapat ‘hukuman’ berupa tidak bolehnya menyelenggarakan layanan SMS berbayar dan merosotnya pendapatan perusahaan.

Ketua Umum Indonesian Mobile & Online Content Association (Imoca), Haryawirasma, mengatakan, saat ini sudah banyak penyedia konten yang kolaps dan mem–PHK karyawannya, karena hidupnya hanya tergantung dari SMS broadcast dan SMS premium. “Kami sudah tidak bisa promo lagi dan tidak dapat pembayaran kecuali dari Indosat dan Telkomsel, sedangkan operator lainnya 100% belum dibayarkan bahkan ada yang sampai dua tahun belum dibayarkan ke perusahaan content provider,” ujarnya.

Lain halnya dengan Asep Warlan Yusuf, Guru Besar FH Universitas Parahyangan, berpendapat terkait dengan sanksi, agar dihindari adanya kriminalisasi dan mengarahkan kepada hukum pidana setiap ada sengketa telekomunikasi. Keberhasilan dalam mencegah kerugian konsumen justru terdapat pada sanksi administratif dan perdata.

Ada sejumlah sanksi administratif, ada peringatan tertulis, pergantian kerugian pelanggan, penghentian layanan, sampai pencabutan izin. Bahkan di banyak negara, kebijakan yang berlaku terhadap kasus-kasus layanan SMS berbayar serupa, pada umumnya juga dilakukan melalui ganti rugi dan pengenaan sanksi administratif, mulai dari proses paling halus yaitu melalui initial warning, service suspension, service removal, denda, banned from providing, hingga terakhir baru hukuman pidana.

Untuk meyelesaikan masalah di atas ada beberapa rekomendasi yang diusulkan Kamilov antara lain; perlunya efektifitas kerja BRTI sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawab yang diembal, BRTI perlu diberi mandate untuk menjalankan fungsinya sebagai mediator antara pelaku usaha dan konsumen. Agar kasus sedot pulsa tidak terulang lagi, BRTI menjalankan fungsinya sesuai dengan roadmap yang telah dibuat, selain perlunya penataan kebijakan dan pengaturan mengenai layanan SMS Premium. (Darandono/EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved