Technology

Cara Jembrana Menjadi Digital City

Cara Jembrana Menjadi Digital City

Meski relatif miskin sumber daya alam, Kabupaten Jembrana mampu menjadi digital cityyang kini menjadi rujukan daerah lain. Berbagai layanan canggih — seperti yang dirasakan warga negara-negara maju — sudah bisa dinikmati warga Jembrana. Salah satu kunci utama keberhasilannya: gotong-royong.

“Biar tidak kaya, yang penting inovatif dan kreatif.” Prinsip ini sepertinya dipegang oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Betapa tidak, hingga tahun 2000, Jembrana tak lebih dari sebuah perlintasan arus wisatawan domestik dari Pulau Jawa menuju Denpasar. Jembrana tak memiliki sumber daya alam dan objek wisata yang menonjol. Tak mengherankan, dengan PAD Rp 2,3 miliar per tahun beberapa tahun lalu itu, Jembrana merupakan kabupaten dengan PAD terendah di antara 8 kabupaten dan kota di Bali.

Akan tetapi, dengan segala keterbatasannya, Jembrana justru kini bisa dibilang sebagai salah satu kabupaten paling modern di Indonesia — dibandingkan DKI Jakarta sekalipun. Jembrana juga bisa menjadi pionir dalam hal pemanfaatan teknologi informasi bagi peningkatan pelayanan kepada masyakaratnya.

Contohnya, sementara di DKI Jakarta para pegawai pemerintah dan warganya memiliki beberapa kartu (KTP, kartu pegawai, kartu Jamsostek/kartu asuransi, NPWP, dan sejumlah kartu lainnya), di Jembrana tidak seperti itu. Di kabupaten ini, setiap pegawai pemerintah dan siswa sekolah cukup menyimpan satu kartu yang memiliki beragam fungsi: sebagai KTP, kartu pegawai atau kartu pelajar yang merangkap kartu absen, kartu ATM hingga kartu untuk pembayaran belanja di kantin sekolah. Hebatnya lagi, kartu itu berisi data rekam medis dan berfungsi sebagai kartu berobat ke dokter atau rumah sakit. Kartu multifungsi itu disebut Jembrana Smart Card (J-Smart). Kartu ini boleh dibilang sebagai terobosan dari Pemkab Jembrana dalam rangka meningkatkan kinerja layanan publiknya dengan memanfaatkan TI.

Tak hanya itu. Ketika konsep digital cityatau cyber citymasih diwacanakan di seantero Indonesia, Jembrana sudah menerapkannya. Kabupaten yang terletak di bagian paling barat Pulau Bali itu merupakan contoh sukses dan dijadikan rujukan dalam pewujudan digital city.Dalam hal pemanfaatan TI, Jembrana memang selalu terdepan dan inovatif. Dan, keberanian Jembrana dalam mengadopsi solusi TI tersebut tidak lepas dari sosok Prof. Dr. drg. I Gede Winasa, sang bupati. “Kami ini miskin, tapi sombong,” ucap Winasa dengan nada canda.

Maklumlah, sebagai daerah minus, Winasa malah berani-beraninya memutuskan memanfaatkan TI, yang tentu saja biayanya tidak murah. Sang bupati intelek ini memiliki keyakinan TI akan sangat membantu kemajuan daerahnya. Di sisi lain, pembenahan birokrasi dan SDM pun gencar dilakukan. Apa saja inovasi Jembrana dalam mempraktikkan e-government (e-gov) menuju kota digital guna memberikan pelayanan sebaiknya-baiknya kepada masyakaratnya?

Salah satu gebrakan awal Winasa adalah pengembangan website 2001. Tujuannya, mempermudah interaksi dengan warga. Namun, terbatasnya warga Jembrana dalam mengakses Internet menyebabkan hasil yang diharapkan tidak maksimal. Meski demikian, Pemkab Jembrana tak putus asa. Seiring dengan maraknya pemakaian telepon seluler, Pemkab menyiasatinya dengan mengembangkan layanan SMS gateway. , respons terhadap layanan SMSgatewayini cukup bagus. Setiap hari ratusan SMS berisi pengaduan hingga permohonan masuk ke Pemkab — yang dijawab dan ditindaklanjuti dalam waktu maksimum tiga hari.

Menurut I Komang Wiasa, Kepala Dinas Hubungan Komunikasi dan Informasi Kab. Jembrana, cepatnya respons terhadap SMS yang masuk, karena SMS itu langsung dilkomunikasikan ke bagian-bagian terkait secara elektronik sesuai dengan konsep “kantaya” (kantor maya). “Padahal, ketika mengawali menerapkan TI, Pemkab Jembrana tidak mempunyai SDM TI. Untuk itu, pada 2001 kami menjalin kerja sama dengan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT untuk mendapatkan teknologi dan dukungan teknis dengan anggaran terbatas,” ujar Wiasa.

Salah satu megaproyek pengembangan TI yang dilakukan Pemkab Jembrana adalah Jimbarwana Network (J-Net) — infrastruktur jaringan yang mengintegrasikan kecamatan, desa dan sekolah-sekolah se-Kabupaten Jembrana — pada Maret 2007. Tujuan pengembangan J-Net adalah meningkatkan kualitas layanan publik, menjalankan kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan kualitas pendidikan (e-learning), dan memasyarakatkan TI. “Konsep pengembangan TI Jembrana adalah e-development. tidak sekadar ingin menjadikan Jembrana sebagai daerah yang menjalankan e-government, melainkan perpaduan penerapan e-leadership, e-government, e-society, e-businessyang terhubung dalam infrastruktur,” Wiasa menuturkan.

Dijelaskan Wiasa, pembangunan backboneJ-Net dimulai dari pusat pemerintahan kabupaten yang berhubungan dengan Network Operating Center (NOC). Dari pusat jaringan backbonedipancarkan sinyal ke dua arah yang berbeda. Ke timur mengarah ke Kantor Camat Mendoyo dan Camat Pekutatan. Lalu, ke barat mengarah ke Kantor Camat Melaya. Diklaim Wiasa, jaringan backboneKab. Jembrana ini ditopang oleh perangkat teknologi tinggi Speed LAN (local area network)yang menjadi standar militer Amerika Serikat.

Dijelaskan Wiasa, pembuatan infrastruktur jaringan komputer di Jembrana menggunakan konsep De Militerized Zone (DMZ):semua server utama diletakkan pada daerah bebas gangguan keamanan yang diapit dua firewall. Firewall merupakan exterior firewallyang menggunakan perangkat bridge firewall(diletakkan pada NOC). Pada gatewaydiberikan fasilitas Virtual Private Network (VPN) untuk menjaga kerahasiaan pengiriman data, baik voicemaupun non-voicedari dan ke luar jaringan Kab. Jembrana. Adapun komputer clientdiberi softwareVPN Client. Firewallkedua diletakkan pada sisi intranet yang dilengkapi juga dengan VPN serveryang dipasang pada router. Fungsi VPN ini untuk menjamin kerahasiaan pengiriman data. Sebab, antara NOC dan clientmasih menggunakan wireless — keamanannya masih sangat rendah.

Pengembangan jaringan infrastruktur (backbone) J-Net ini menghabiskan biaya Rp 5 miliar. J-Net mempunyai kapasitas bandwidthhingga 11 Mbps — cukup besar dan cepat untuk mengirim data teks, data suara, ataupun data gambar/video. Bahkan, J-Net juga bisa digunakan untuk layanan VoIP dan video conference.

Diakui Wiasa, bagi Jembrana investasi untuk membangun J-Net ini sangat besar. Pendanaannya, selain dari APBD, juga dari sumbangan warga. Antara lain, tiap sekolah menyumbang Rp 30 juta, sumbangan tiap desa sebesar Rp 40 juta, dan kecamatan mengeluarkan Rp 60 juta. “Menjadikan Jembrana sebagai cyber citybenar-benar dilakukan secara gotong-royong,” ujar Wiasa bangga.

Hasilnya? Kini, J-Net bisa menghubungkan kantor kabupaten dengan lima kantor kecamatan, 51 kantor desa, 10 kantor kelurahan, 240 sekolah, puskesmas, rumah sakit dan telecenteryang ada di Jembrana. Hingga tahun ini ditargetkan jumlah titik jaringan berbasis Internet ini bisa mencapai 253.

Kehadiran J-Net pun telah memicu pengembangan dan implementasi sistem TI yang baru. Antara lain, Jembrana Satu Identitas Kesehatan (J-Sidik) yang mengintegrasikan Sistem Informasi Manajemen Pemerintah Daerah dengan sistem Jaminan Kesehatan Jembrana. Pengembangan terbaru yang digagas Winasa adalah Millenium Development Goals (MDGs) di mana pencapaian MDGs ditampilkan dalam bentuk peta digital yang menggambarkan kondisi MDGs di seluruh banjar di Kab. Jembrana. Mappingini dapat dimonitor oleh petugas posyandu, aparat desa, camat hingga bupati, dengan mengakses situs web yang terhubung dengan J-Net.

Selain itu, Pemkab Jembrana mulai memperkenalkan layanan e-ticket untuk keperluan transportasi massal dengan tarif murah — walaupun untuk sementara layanan ini baru bisa dinikmati pegawai negeri sipil (PNS). Melalui layanan e-ticket, setiap bus sudah dilengkapi komputer untuk membaca KTP SIAK milik PNS yang menumpang dan telah terintegrasi dengan rekening masing-masing sehingga langsung memotong Rp 1.000 untuk satu perjalanan.

Tidak hanya itu, sekarang masyarakat Jembrana bisa memanfaatkan komputer layar sentuh yang terpasang di Kantor Pemkab untuk mendapatkan informasi tentang layanan. Termasuk, biaya layanan sebelum mengajukan permintaan layanan. “Praktik calo dan korupsi sudah bisa diberantas,” kata Wiasa.

Sekolah-sekolah di Jembrana pun sudah terhubung dengan program jaringan pendidikan nasional (jardiknas). Bahkan, J-Net juga dimanfaatkan sekolah untuk absensi, perpustakaan, kantin, video edukasi hingga saat pemilihan ketua OSIS (melalui cara e-voting).

Gebrakan terbaru Winasa adalah memanfaatkan TI untuk melakukan e-voting pemilihan kepala dusun dan kepala desa. Penerapan e-voting untuk menghemat biaya serta mempersingkat dan memudahkan proses pemilihan. Selain itu, dengan menggunakan kartu chipsebagai kartu identitas penduduk dan bagian dari sistem verifikasi, penyimpangan proses pemilihan dapat dihindari. Dengan sistem ini, calon pemilih hanya menggunakan kartu tanda penduduk yang sudah dilengkapi chip data untuk mendaftar, kemudian menuju bilik suara dan menyentuh gambar calon yang tertera pada layar monitor. Prosesi itu dilakukan tidak sampai setengah menit untuk satu pemilih. Hasil dari sistem ini bisa segera terpampang di layar monitor dan bisa dihitung seketika, sehingga siapa pemenangnya dan jumlah suara yang diperoleh bisa diketahui. “Menuju e-government harga mati yang dicanangkan Pemkab. Walaupun tidak sedikit kendala yang harus dihadapi, seperti keterbatasan dana, pengetahuan, infrastruktur serta budaya kerja,” ujar Wiasa. “Jembrana sudah mencanangkan diri menuju cyber citydengan menempatkan TI sebagai tulang punggung dalam memberikan pelayanan agar menjadi lebih efektif dan efisien,” Winasa menambahkan.

Menariknya, untuk mempraktikkan e-govdan menuju kota digital ini masyakarat Jembrana tidak dipungut biaya. Misalnya, untuk mengurus e-KTP dilengkapi chip, tidak ada biaya alias gratis. Saat ini 71% penduduk Jembrana telah memiliki e-KTP bisa difungsikan sebagai kartu berobat gratis, baik ke rumah sakit umum maupun swasta, pelayanan ambulan hingga ke rumah sakit rujukan di Denpasar juga digratiskan. Bahkan, di Denpasar, Pemkab menyediakan rumah singgah berkapasitas 20 kamar bagi masyarakat Jembrana dengan hanya menunjukkan KTP. Tidak hanya pembuatan KTP yang digratiskan, akta kelahiran dan akta perkawinan juga bisa didapatkan secara gratis.

Di sisi lain, perekonomian Jembrana pun mulai bergerak naik, yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Ketika mulai menjabat, Winasa mewarisi PAD sebesar Rp 2,3 miliar, tetapi belum habis masa jabatan pertamanya ia telah berhasil mendongkrak PAD Jembrana menjadi Rp 8,5 miliar. Sekarang, di akhir masa jabatan keduanya PAD Jembrana telah mencapai Rp 20 miliar. Tak mengherankan, ketika diadakan survei kepuasan rakyat terhadap pemerintah, nilainya 90,08%. Diklaim Winasa, dari 270.795 jiwa penduduk pada 2009, tercatat hanya 4.800 orang yang masih termasuk keluarga miskin. “Tahun 2010 ini Jembrana bisa bebas dari keluarga miskin,” ujar Winasa menegaskan.

Selain itu, sekarang Pemkab Jembrana bisa memasok sendiri SDM TI yang dibutuhkan, dengan mendirikan Sekolah Tinggi Teknik Jembrana. Pada 2006 Pemkab hanya punya satu tenaga sarjana komputer, sedangkan pada 2009 meningkat menjadi 78 sarjana S-1, dua orang lulusan S-2, dan 14 tamatan D-3, serta dibantu juga oleh 200 mahasiswa dan 150 siswa dari SMK TI. Dengan SDM ini, Pemkab mulai bisa mengembangkan aplikasi sistem kepegawaian dan sistem informasi untuk Jaminan Kesehatan Jembrana. Memanfaatkan tenaga ini juga, Pemkab sukses melakukan sistem pelayanan satu atap, yang benar-benar hanya satu loket tanpa ada tatap muka karena semua dilakukan dengan komputer yagn menggunakan free open source software.

Pemanfaatan TI oleh Pemkab Jembrana dirasakan benar oleh Putu Suardika, warga Jembrana yang saat ini melanjutkan kuliah di Denpasar. Hanya dengan menunjukkan KTP SIAK, Putu dibebaskan dari seluruh biaya saat berobat di Nita Klinik, Denpasar. Sebagai mahasiswa di perantauan, Putu merasa sangat terbantu dengan adanya program digital cityini. “Saya harap Pemkab Jembrana bisa mengembangkan kerja sama dengan lebih banyak klinik swasta di seluruh kabupaten di Bali,” katanya. “Selain itu,” ia menambahkan, “saya bangga sekarang Jembrana banyak dilirik dunia karena keberhasilannya memanfaatkan TI, sehingga menjadi cyber citypertama di Indonesia.”

Menurut catatan Wiasa, selama Januari hingga pertengahan Juni 2010 saja Pemkab sudah menerima 1.837 rombongan, baik pemerintah maupun swasta, yang ingin tahu bagaimana pemanfaatan TI di Jembrana. Agar tidak mengganggu kinerja, Pemkab terpaksa membatasi hanya bisa menerima tamu setiap Selasa, sesuai dengan jadwal bupati melakukan teleconferencedengan masyarakat umum dan aparat bawahannya di dusun-dusun.

Kehebatan Jembrana dalam pemanfaatan TI bagi kemaslahatan warganya diakui praktisi TI Gatot Santoso. Bahkan, Gatot berani menilai bahwa pemkab kabupaten ini sudah layak dijadikan contoh sebagai pemkab yang mempraktikkan e-gov daerahnya telah menjadi digital city. , secara umum, ia menilai penerapan e-gov sejumlah pemkab/pemkot di Indonesia belum merata. Masyarakat masih relatif sulit mengakses informasi, serta mengurus pembuatan kartu pengenal dan pencatatan lainnya (KTP, paspor, SIM, akta kelahiran, pindah alamat, pernikahan, dan sebagainya). Begitu pula, bila para investor ingin melakukan investasi di suatu daerah. Lain halnya di Kab. Jembrana. “level pemerintahan, Kab. Jembrana merupakan salah satu yang sudah leadingdalam penerapan digital city,”ujar Senior VP Wilayah Usaha Tengah PT Aplikanusa Lintasarta itu.

Menurut Gatot, ada beberapa kendala yang dihadapi pemkab/pemkot guna menuju kota digital. Pertama, perencanaan dan implementasinya biasanya masih dilakukan sendiri-sendiri. Padahal dalam konsep digital cityini, teknologi sifatnya standar. “Gunakan saja teknologi yang sudah standar di pasar, baik software, hardware sistem komunikasinya. Kunci utama adalah di sistem prosedur dan standardisasi,” Gatot mengingatkan. Dari sisi perencanaan, saat ini di beberapa tempat masih tergantung pada visi dan urgensi kepala daerahnya. Jika kepala daerahnya kurang mendukung ke arah ICT dan digital city, tentunya anggaran yang disediakan dan bisa dipakai menjadi nomor sekian. Selain itu, pelaksanaannya masih diberlakukan seperti proyek tahunan. Padahal, menurutnya, konsep digital cityseharusnya adalah proyek multi-yearsdan selalu berkesinambungan.

Kendala kedua, standardisasi yang berbeda menyebabkan interkoneksi antarsektor menjadi sulit. Misalnya, interkoneksi pemerintah dengan perbankan, sistem asuransi, rumah sakit dan institusi pendidikan. Perbedaan ini bisa dalam sistem prosedurnya, jumlah digit nomor penduduk/nasabah, interfacingsistem, dan sebagainya. “Untuk aspek perencanaan, seharusnya dilakukan pemerintah pusat. Dipimpin Kominfo dan melibatkan departemen-departemen terkait. Dalam pelaksanaannya, kembali ke konsep focus your own business,” Gatot menyarankan.

Reportase: Silawati, Moh. Husni Mubarak/Riset: Rachmanto Aris D.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved