Technology zkumparan

Dian Rusdiana Hakim, Produsen Drone Lokal Berkualitas Global

Dian Rusdiana Hakim, Produsen Drone Lokal Berkualitas Global

Dian Rusdiana Hakim pada 2009 mendirikan PT Aero Terra Indonesia (AeroTerrascan) yang memproduksi pesawat nir-awak (drone). Perusahaan yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, ini disebut-sebut sebagai pelopor produsen drone lokal yang kualitasnya melampaui drone impor.

Dian Rusdiana Hakim

Varian ini, menurut Dian, mudah ditenteng, dan kemampuan terbangnya menembus lapisan stratosfer dan mengudara ke Gunung Agung. “Kami juga sudah mendapatkan rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Pemanfaatannya cukup banyak, jam operasi dan terbangnya bisa lebih lama meskipun ukurannya kecil,” tutur Dian, CEO sekaligus pendiri AeroTerrascan, menyebutkan keunggulan drone AI300. Saat ini, populasi AI300 sekitar 60 unit.

Varian lainnya adalah AI450 yang diproduksi lebih dari 700 unit. “Varian yang paling banyak terjual ada 2-3 varian,” Dian menyebutkan. Mayoritas pembeli drone-nya adalah korporat sehingga drone AeroTerrascan tidak terlalu membidik kalangan pehobi. “Pembeli kami kebanyakan dari industri perkebunan dan pertambangan, batu bara, dll.,” ujarnya. Ia membuat drone yang dikustomisasi yang spesifikasinya disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. “Ada juga tipe custom seperti pembuatan jetengine. Saya tidak tahu jumlahnya berapa, yang jelas jumlahnya sudah cukup banyak untuk ukuran lokal. Kami juga pernah mengekspor ke Malaysia,” tutur kelahiran Garut, 22 Desember 1972, ini

Dian melihat peluang bisnis yang menggiurkan dengan memproduksi drone yang dibutuhkan perusahaan perkebunan atau pertambangan untuk menekan biaya operasional dan mempercepat target pemetaan. “Drone ini aplikatif karena dikhususkan untuk memotret dari udara untuk perkebunan sawit. Yang saya kembangkan adalah software dan metodenya, karena pesawatnya sudah ada sebelumnya,” ia menjabarkan.

Awal mula Dian menggeluti bisnis drone adalah ketika dia menjadi asisten salah satu profesor dan dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) di bidang penelitian robot terbang. Pengalaman ini memikatnya untuk menekuni bidang robotik. Pria yang tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang kedirgantaraan dan tidak menamatkan kuliahnya itu pantang menyerah dalam mengembangkan drone.

Selanjutnya, ia mengembangkan pengetahuan tentang robotik itu ke aero modelling yang mengaplikasikan foto dan video udara. “Semuanya ini berawal karena hobi dan passion, kerja keras dan pantang menyerah. Jika saya riset dalam satu bidang tertentu, saya akan fokus pada hal tersebut,” katanya.

Material elektronik, desain drone, mesin, serta fitur lainnya dibuat oleh tim AeroTerrascan. Namun, pihaknya juga mengimpor mesin dalam jumlah terbatas. “Dari sisi ekonomis, untuk mesin-mesin tertentu, kami membeli dari luar negeri agar biayanya lebih murah, biasanya kami membeli dari Eropa dan China. Untuk mesin jet yang harganya mahal, kami membuatnya sendiri,” ungkapnya.

Kendati materialnya lokal, drone AeroTerrascan mampu bersaing dengan produk sejenis buatan Amerika Serikat, Inggris, dan negara Eropa lainnya yang beredar di Indonesia. Keunggulan drone buatan Dian ini adalah spesifikasinya yang tangguh dan adaptif dengan iklim tropis. Lain halnya drone impor, yang lebih condong cocok dengan iklim di Benua Eropa sehingga kemampuannya terbatas saat menghadapi cuaca panas yang ekstrem dan kecepatan angin yang cukup tinggi. “Drone kami sering head to head dengan mereka. Sekarang, kami menguasai pasar drone Indonesia bersama dengan produsen-produsen drone lainnya,” ujarnya dengan nada bangga.

Febry Hardyono, salah satu pengguna drone, mengacungi jempol kualitas drone AeroTerrascan. Pada April 2018 Febry membeli drone AeroTerrascan tipe AI300 seharga Rp 300 juta untuk keperluan survei fotografi dan pemetaan 3 dimensi (3D Modelling). Pegawai yang bekerja sebagai Staff Building Information Modelling di PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. ini juga tidak kesulitan memperoleh layanan pascajual. “Saya sangat puas membeli drone AeroTerrascan karena diberi jaminan pelatihan untuk mengoperasikannya dan tidak dikenakan biaya untuk mengenalkan alat-alat drone,” katanya.

Penggunaan drone ini diklaim Febry telah menghemat biaya dan waktu dalam mengambil data di lapangan. “Estimasi maksimal durasi penerbangan drone di udara sekitar 40 menit,” ia menambahkan. Hanya saja, ia mengimbau Dian meningkatkan desain drone sehingga tampak elegan serta menyempurnakan pelayanan dan pelatihan kepada konsumen.

Selain memproduksi drone, AeroTerrascan memang menawarkan jasa pendidikan bagi operator atau pilot drone. Instrukturnya merupakan lulusan sekolah drone dari Inggris. Peserta yang lulus dari sekolah drone ini mendapat sertifikasi dari AeroTerrascan.

Untuk layanan pascajual, Dian memberikan garansi selama satu tahun, layanan konsumen 24 jam melalui telepon dan surat elektronik. “Inilah strategi kami bisa bertahan karena layanan pascajual kami berbeda dengan produk luar yang akan membutuhkan reparasi selama dua bulan dan ongkosnya lebih mahal,” ungkapnya.

AeroTerrascan menjamin perbaikan drone konsumen selesai dalam 1-2 hari. “Ini yang menjadikan salah satu nilai lebih kami dibandingkan produk drone luar negeri,” Dian menegaskan. Berbagai layanan ini didukung oleh 70 pegawai AeroTerrascan. Pegawainya itu ada yang lulusan S-1/pascasarjana ITB, ada juga yang lulusan STM. Rencananya, Dian bersama timnya hendak mengembangkan drone gelombang sensor magnetik yang mampu mendeteksi kandungan mineral dan drone untuk industri logistik yang mampu mengangkut beban berbobot 150 kg. (*)

Reportase: Chandra Maulana


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved