Technology

Fleksibel dan Lincah ala Rolls-Royce

Fleksibel dan Lincah ala Rolls-Royce

Agar bisa mendongkrak omset (order), produktivitas, dan kecepatan menghadirkan produk ke pasar, Rolls-Royce mengembangkan sistem desain dan manufacturing terpadu. Maka, pesawat komersial paling gede dan canggih pun bisa terwujud dalam waktu lebih singkat.

Bukan hal mengejutkan bila perusahaan teknologi informasi raksasa punya help desk center tercanggih. Namun, bagaimana bila pemilik help desk center semacam itu perusahaan manufaktur? Rasanya memang sulit membayangkan.

Akan tetapi, ini bukan informasi mengada-ada. Letak fasilitas canggih tersebut di Derby, Inggris. Nah, pemiliknya memang bukan perusahaan manufaktur biasa. Ia adalah Rolls-Royce Plc. (RR) , perusahaan yang memasok mesin-mesin pesawat — termasuk generasi terbaru — Boeing dan Airbus.

Kecanggihan operation room di Derby ini antara lain tergambar dari penggunaan teknologi berbasis satelit yang tangkapannya ditampilkan di beberapa layar video. Dengan teknologi ini, para teknisi RR bisa memonitor kesehatan sekitar 3 ribu mesin pesawat yang dipakai 45 maskapai pelanggannya. Di sana ada semacam alat yang merekam “denyut jantung” mesin-mesin turbo tadi — lengkap dengan gambaran grafiknya.

Operation center itu — yang go live pada 2004 — menjadi gambaran kecanggihan sekaligus bagian penting dari mesin organisasi RR yang mampu mendorongnya menggaet order mesin dalam jumlah signifikan, khususnya untuk pesawat generasi baru buatan Boeing dan Airbus. Dalam waktu kurang dari dua dekade (setelah sempat hampir ambruk), perusahaan yang berbasis di London ini berhasil tumbuh dari anak bawang menjadi pemain nomor dua (di bawah GE) di pasar mesin pesawat komersial, menggeser pemain yang lebih lama seperti Pratt & Whitney milik United Tecnologies Corp. RR dan GE-lah yang dipilih dua pembuat pesawat komersial besar, Boeing dan Airbus, untuk memasok mesin buat tiga pesawat besar mereka dari generasi baru, yakni Boeing 787, Airbus A380 superjumbo, dan Airbus A350.

Tentu, kini pelanggannya bukan cuma dua perusahaan raksasa pembuat pesawat itu. Malah, 40% ordernya datang dari pelanggannya di Asia dan Timur Tengah. Nilai total ordernya pada 2009 tercatat sekitar 60 miliar poundsterling (atau sekitar US$ 90 miliar).

Keberhasilan ini adalah buah manis dari proses turnaround yang berjalan semestinya.

Sebab, nama RR — yang selama sekitar satu abad dikenal sebagai pembuat mobil dan mesin pesawat itu — hampir karam pada 1970-an, sebelum akhirnya Pemerintah Inggris mengambil alihnya dan melepaskan divisi otomotifnya.

Sejarah RR dengan wajah barunya makin mengilap di tangan John Rose, mantan bankir, yang menjadi CEO-nya pada 1996. Rose-lah yang mendorong RR memperluas rentang produknya, tidak hanya untuk penerbangan sipil (yang hingga kini menyumbang sekitar 50% dari bisnisnya), tetapi juga menggarap pasar industri pertahanan, mesin kapal laut, energi dan kelistrikan.

Langkah Rose memperluas rentang produk RR itu rupanya cukup jitu. Penjualan naik dua kali menjadi rata-rata (order) 1.000 mesin per tahun. Pada akhir 2004, RR sudah mampu mencatat kontrak pembuatan 11 ribu mesin. Dan, ini yang bikin bisnisnya makin gemerlap: meningkatnya penjualan mesin berarti juga meningkatnya bisnis jasa service & maintenance yang marginnya mencapai 30%, alias lebih tinggi dari penjualan mesin itu sendiri (sebab, untuk mesin-mesin besar biasanya diberikan diskon besar agar bisa terjual). Sebagai contoh, pada semester I/2005 saja (sejalan dengan peningkatan penjualan mesinnya), bisnis servisnya tumbuh hingga 18%.

Mengilapnya bisnis RR terutama sekali dipicu oleh produksi keluarga mesin turbofan bernama Trent — yang kini paling banyak dipakai untuk menggerakkan pesawat berbadan besar (wide-bodied aircraft). Mesin Trent seri 700 sudah dipakai untuk Airbus 330 di awal 1990-an, dan selanjutnya juga dikembangkan untuk Boeing 777 dan Airbus 340. Trent seri 900 digunakan untuk Airbus 380 superjumbo. Adapun Trent seri 1000 untuk Boeing 787 Dreamliner.

Bagi pelanggan, ketertarikan mereka pada tawaran RR bukan hanya karena kecanggihan mesinnya, tetapi juga servisnya — seperti yang disediakan help desk center itu. “RR membuat kami mudah bekerja,” kata Jeff Livings, seorang insinyur senior di Virgin Airways. Ya, service & maintenance merupakan bagian penting di bisnis mesin pesawat. Buat pelanggannya, RR menyediakan kontrak layanan yang disebut TotalCare, di mana pelanggan membayar fee buat RR untuk setiap jam mesin digunakan di udara. Sebagai imbal layanannya, RR akan memonitor kinerja mesin pesawat yang dipakai pelanggannya, menghitung risiko dan biayanya, serta mereparasinya kalau terjadi kerusakan.

Sejak bertahun-tahun lalu, industri penerbangan dunia menyandarkan dirinya pada sistem monitoring mesin pesawat yang dikembangkan RR sebagai faktor utama dalam program maintenance yang bersifat preventif.

Di akhir 1990-an, RR mengembangkan Quick Technology. Ini merupakan teknologi monitoring yang sangat canggih di zamannya, yang mampu mendeteksi perubahan kondisi sehalus apa pun yang tak bisa diketahui teknologi sebelumnya. Nah, setiap kali mesin yang dilengkapi teknologi tersebut tengah terbang di udara, sejumlah besar data dihasilkan, yang akan ditransmisikan via satelit ke pusat monitoring RR di Derby tadi.

Kelincahan RR tampaknya memang tak bisa dilepaskan dari TI. Langkahnya yang paling signifikan adalah membangun infrastruktur grid-computing, yakni sistem berbagi informasi, data dan aplikasi di antara komputer yang tersebar, yang memungkinkan fleksibilitas dan efisiensi dibandingkan metode tradisional. Di antara proyek pentingnya adalah the BROADEN (singkatan dari Business Resource Optimisation for Aftermarket and Design on Engineering Networks). Proyek yang bernilai total 3,49 juta poundsterling itu diluncurkan pada Januari 2005. Fokus proyek ini pada tiga area pengembangan, yakni diagnosis untuk monitoring kesehatan mesin, sistem komputasi berkinerja tinggi untuk desain, dan pengembangan software berbasis agent untuk modelling bisnis.

Dari proyek tersebut diharapkan tersedianya perangkat yang sangat efisien untuk berbagi sumber daya riset & pengembangan di antara unit-unit cost center ataupun profit center perusahaan. Bahkan, proyek ini juga diharapkan bisa memberikan manfaat — berupa lesson learned, misalnya — bagi kalangan eksternal, seperti industri dan perguruan tinggi. Maklumlah, di proyek ini RR menggandeng beberapa mitra seperti EDS (Electronic Data Systems), Lost Wax Media Ltd., Streamline Computing, Oxford Biosignals Ltd. dan Cybula Ltd., serta beberapa universitas seperti Oxford, Leeds, Sheffield dan York.

Kenyataan sebagai sebuah entitas bisnis global — sejalan dengan kemajuan bisnisnya — rupanya memang telah disadari para manajemennya. Mereka merasa RR perlu lebih fleksibel dalam bergerak. Karena itu, di tahun 2004 manajemen RR meluncurkan program perubahan cukup besar, terutama dalam wujud standardisasi proses engineering sekaligus mengembangkan sejumlah perangkat teknologi bersama (common set of tools).

Buat manajemen, ini bukan sekadar proyek TI, tetapi lebih sebagai upaya menjalankan proses desain, pengembangan, dan pengujian siklus produk baru dan proses manajemen data. Lebih dari 400 engineer dilibatkan, sehingga seperti menenggelamkan tim TI yang ditugaskan, yang beranggotakan 100 orang. Memang, teknologi merupakan faktor pentingnya, tetapi keputusan manajemen untuk mengutamakan proses bisnis menjadi pembeda program ini dibandingkan inisiatif TI lainnya. Pada 2008, untuk pertama kalinya, sejumlah engineer RR dari Amerika Utara, Eropa dan Asia bekerja bersama menggunakan model desain berbagi (shared models) berikut common process-nya.

RR tampaknya tak hanya ingin mengembangkan top line (omset)-nya. Perusahaan asal Inggris ini rupanya juga ingin mendongkrak produktivitas dan kecepatannya hadir di pasar. Karena itu, untuk proses dan sistem desain engineering-nya, RR memegang falsafah “invent once, use many times”.

Dalam praktik, pendekatan ini bisa berimplikasi mesin-mesin dari Trent family yang menggerakkan pesawat Boeing 777 dapat diaplikasikan di tempat lain. Misalnya, derivatifnya bisa dipakai untuk memberikan daya buat kapal perang negara-negara Barat. Lalu, versi industrial dari mesin Trent bisa juga dipakai untuk sistem pembangkit listrik. Untuk menjalankan pendekatan ini dibutuhkan proses dan sistem engineering, manufaktur dan supply chain global yang terintegrasi penuh.

Maka, RR pun mengimplementasikan sistem product lifecycle management (PLM) baru yang menyediakan sistem desain dan manufaktur terpadu secara global. Di dalamnya tersedia fitur workflow dan kapabilitas manajemen data yang dibutuhkan untuk mengeksekusi sebuah proses bisnis baru. Sistem PLM tak hanya dipakai untuk berbagi dan mengontrol data pendukung buat kebutuhan internal, tetapi juga dengan para mitra joint venture-nya.

Sistem desain dan manufacturing terpadu ini sekarang telah menjadi sistem andalan untuk proses engineering global RR. Termasuk, dalam pengembangan mesin baru Trent 1000, yang akan dipakai untuk memberikan tenaga buat pesawat mutakhir Boeing 787 Dreamliner. Dan, hebatnya, pengembangan mesin baru yang lebih canggih itu kini bisa diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat ketimbang sebelumnya.

Riset: Sarah Ratna Herni


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved