Technology

Ikut Menjaga Bumi dengan Green ICT

Ikut Menjaga Bumi dengan Green ICT

Dalam upaya mengurangi emisi karbon dan pemanasan global, kalangan korporasi dituntut ikut berperan. Salah satunya dengan menerapkan praktik green ICT. Seperti apakah?

Don’t let your old gadgets go in the dumpster! Begitulah seruan kalangan pencinta lingkungan sejalan dengan meningkatnya volume limbah elektronik (e-waste) yang dihasilkan sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Akibat dari e-waste ini adalah meningkatnya emisi karbon (CO2) dan pemanasan global.

Menurut Gartner, diperkirakan pembuatan, penggunaan dan pembuangan peralatan ICT memberikan kontribusi sekitar 2% dari emisi global CO2. Komponennya seperti limbah base transceiver station (BTS), telepon seluler, perangkat PSTN, televisi, radio, broadband dan narrowband. Hasil penelitian lainnya menyatakan sekitar setengah dari seluruh konsumsi energi ICT berasal dari peralatan kantor seperti PC, laptop, printer dan telepon.

Artinya, sekarang penerapan dan konsumsi ICT dituntut lebih ramah lingkungan, atau yang dikenal dengan istilah “green ICT”. “Green ICT merupakan bagian dari program global untuk mencapai pengembangan dunia yang sustainable dan pengurangan emisi karbon,” ujar Sumitro Roestam, konsultan TI dan Ketua Bidang Infrastruktur, Jasa dan Aplikasi Masyarakat Telematika Indonesia.

Bagaimana kondisi lingkungan ICT di Indonesia, dan upayanya ke arah green ICT? Menurut Sumitro, saat ini diperkirakan ada sekitar 70 juta PC, laptop dan netbook di Indonesia. “Yang merupakan e-waste ada sekitar 1 juta PC yang harus dibuang tahun 2010,” ujarnya. “Peningkatannya sebesar 25% per tahun.”

Selain itu, lanjut Sumitro, saat ini di Indonesia ada sekitar 850 stasiun pemancar TV, ribuan pemancar radio, 80 juta pesawat TV dan 50-juta pesawat radio, 90.000 BTS jaringan ponsel GSM dan CDMA, 25 ribu SSL Desa Berdering, 131 SSL Desa Pinter, dan 5.748 Pusat Layanan Internet Kecamatan. Dari sisi pelanggan, ada 9 juta pelanggan PSTN, 160 juta pelanggan ponsel, 35 juta pelanggan telepon Fixed Wireless Access, 45 juta pengguna Internet dan 2,5 juta pengguna broadband. “Produksi vocer pulsa telepon diperkirakan sekitar 50 juta per tahun dan menjadi limbah yang juga mencemari lingkungan,” tambahnya.

Tentu saja, kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan. Tak mengherankan, semua pihak dituntut berkontribusi bagi pengurangan emisi karbon dan pemanasan global. Pemerintah Indonesia sendiri, pada G20 Summit di Copenhagen, telah menyampaikan komitmennya dengan menargetkan penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020.

Akan tetapi, komitmen pemerintah tersebut tidak akan tercapai jika tidak ada dukungan dari semua kalangan. Termasuk, kalangan perusahaan sebagai pembuat dan pengguna produk ICT itu sendiri. Lantas, sejauh mana kesadaran kalangan korporasi di Indonesia, khususnya perusahaan ICT, dalam upaya penerapan green ICT? “Saat ini perusahaan-perusahaan ICT di Indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya penerapan green ICT untuk mengurangi emisi karbon dan pemanasan global melalui berbagai upaya penghematan penggunaan energi listrik. Juga, upaya mengurangi e-waste, seperti melakukan recycling PC, circuit board, ponsel, vocer isi ulang, dan sebagainya,” ujar Sumitro.

Salah satu perusahaan ICT yang mulai mempraktikkan green ICT adalah PT XL Axiata Tbk. (XL). Menurut Febriati Nadira, Group Head Corporate Communication XL, upaya ke arah green ICT di perusahaannya secara konkret mulai dilakukan pada 2009 melalui pencanangan gerakan XL Go Green. “Konsep green ICT di XL merujuk pada usaha ikut menyelamatkan bumi dari berbagai ancaman perusakan lingkungan dan pemanasan global melalui penerapan teknologi yang ramah lingkungan, hemat energi, dan penerapan daur ulang untuk berbagai perangkat yang jika dibuang akan bisa mencemari lingkungan,” papar wanita yang akrab disapa Ira ini.

Dijelaskan Dian Siswarini, Direktur Network XL, salah satu realisasi gerakan XL Go Green adalah penerapan BTS inovatif. Diklaimnya, saat ini ada beberapa jenis BTS inovatif yang dikembangkan XL yang sejalan dengan semangat Go Green. Pertama, Non-CFC untuk air conditioner (AC), yaitu sejak 2005 XL mengganti standar pelumas AC dari freon (R22) menjadi non-CFC (R410) — termasuk pada BTS-BTS lama. “Saat ini sudah 9.000 BTS yang menggunakan Non-CFC, sehingga tidak lagi turut menjadi penyebab penipisan lapisan Ozon,” ujar Dian.

Kedua, Charge Discharge Battery (CDC). Dijelaskan Dian, CDC merupakan kombinasi antara penggunaan baterai dan genset secara bergantian sehingga mengurangi operasi genset dari 24 jam sehari menjadi hanya 11 jam sehari. Nah, melalui penerapan CDC ini, pihak XL bisa menghemat bahan bakar secara signifikan. Saat ini hampir 600 BTS XL menerapkan CDC.

Ketiga, BTS dengan Intelligent Ventilation System (IVS), yakni sistem pendinginan dalam shelter yang mengombinasikan antara DC fan dan AC, sehingga pengoperasian AC berkurang hingga 30%. Saat ini sudah ada sekitar 2.700 BTS yang menerapkan sistem IVS. Keempat, Green BTS, yaitu BTS yang mampu menghemat energi listrik hingga 50%. “Kini XL telah mengoperasikan sekitar 12 ribu BTS inovatif yang mampu memberikan hasil maksimal dan sejalan dengan misi hemat energi dan ramah lingkungan,” kata Dian mengklaim.

Menurut Dian, XL juga telah memodernisasi teknologi BTS dan jaringan, sehingga mampu menekan konsumsi energi hingga 60%. Modernisasi jaringan yang dilakukan, seperti penggantian perangkat Radio Base Station (RBS) dan Base Station Controler (BSC) dengan perangkat yang lebih baru dari sisi penghematan penggunaan ruang, konsumsi daya dan teknologi yang mampu beradaptasi dengan evolusi penggunaan gadget untuk masa mendatang. Proses modernisasi ini melengkapi modernisasi jaringan sebelumnya yang menggunakan softswitch dan IP Transmission. “Perangkat-perangkat jaringan baru yang dipakai XL juga bersifat ramah lingkungan, konsumsi daya listrik lebih rendah, ukuran lebih kecil, dan mengadopsi konsep Single RAN, yang bisa menggabungkan beberapa tipe BTS menjadi satu BTS saja,” Dian menjelaskan dengan bersemangat.

Selain menghemat energi, langkah ramah lingkungan lain yang dilakukan XL dalam kaitan dengan pengoperasian BTS adalah merekondisi baterai yang rusak. Setelah direkondisi, baterai yang sudah rusak bisa kembali dipakai. Upaya rekondisi baterai rusak ini dilakukan karyawan XL, sehingga bisa menghemat biaya untuk pengadaan baterai baru dan mengurangi limbah baterai. Program rekondisi ini berjalan sejak 2007 di semua area operasi XL. “Kebijakan go green ini juga sejalan dengan kebijakan perusahaan dalam upaya terus melakukan efisiensi di semua bidang,” kata Ira.

Selain Green BTS, program go green lain yang telah dilakukan XL adalah peniadaan kertas untuk tagihan pelanggan XL PascaBayar (e-Billing). Melalui sistem e-Billing ini, pelanggan pascabayar XL akan mendapatkan pemberitahuan mengenai tagihan bulanannya melalui e-mail. Sistem e-Billing ini dilakukan sejak 2009.

Tak hanya itu, XL juga telah memperkenalkan penggunaan vocer reload pulsa dalam kertas secara minimal. XL juga merekayasa daur ulang air limbah dari area perkantoran di Jakarta dengan menggunakan STP Biotech. Melalui upaya daur ulang itu, limbah air dapat digunakan kembali sebagai air layak pakai, dengan kapasitas penghematan 5.000 liter/hari. “Kami juga telah melakukan paperless untuk penggunaan administrasi kantor, seperti slip gaji, buletin, form dan nota dinas,” ujar Ira. “Ke depan, XL akan semakin mengutamakan penggunakan teknologi yang ramah lingkungan untuk berbagai keperluan, terutama di network. XL juga telah memasukkan program lingkungan sebagai salah satu pilar program CSR,” tambahnya.

Selain XL, perusahaan ICT lain yang sudah mempraktikkan konsep green ICT adalah PT Huawei Indonesia. Menurut Yunny Christine, Manajer Merek Huawei Indonesia, penerapan green ICT telah menjadi komitmen Huawei untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dan mengurangi emisi CO2 sesuai dengan slogan Green Communications, Green Huawei, Green World. “Kami menerapkan konsep green ICT secara internal sejak 2005 dan terus berlanjut ke semua produk kami, baik device, BTS maupun solusi lainnya yang mengedepankan efisiensi dan ramah lingkungan,” ujar Yunny.

Menurut Yunny, beberapa upaya ke arah penerapan green ICT di perusahaannya adalah selalu proaktif

mengembangkan solusi energi baru dan menggalakkan penggunaan energi daur ulang yang dapat berguna untuk mengurangi emisi karbon. Mengatasi dampak lingkungan yang berasal dari peralatan dan hasil logistik pabrik dengan menerapkan manajemen pemantauan ulang di semua bagian supply chain. “Kami terus menggalakkan kampanye hemat energi dan pengurangan emisi secara internal untuk mengurangi energi serta karbon yang dipakai per kapita,” ucap Yunny.

Dijelaskan Yunny, sejak 2006 Huawei telah berhasil mendaur ulang 80% limbah buang yang terdiri dari daur ulang kertas yang hampir setara dengan pengurangan 240 ton emisi CO2. Tak hanya itu, Huawei juga berhasil menekan penggunaan listrik hampir 40% di kantor pusat dengan menggunakan teknologi lampu T5s. Melalui kebijakan teknologi ini, Huawei berhasil menekan 1,3 juta kilowatt konsumsi listrik setiap tahun. “Kami berinisiatif mengaplikasikan kebijakan ini di semua kantor cabang kami di seluruh dunia untuk mengurangi dampak buruk emisi CO2 dan efek rumah kaca demi kenyamanan dan kelestarian bumi,” katanya penuh semangat.

Selain itu, Huawei juga telah mengadopsi teknologi virtualisasi, yang memungkinkan sejumlah server dengan konsumsi energi tinggi bisa dialihkan ke satu server saja. Melalui teknologi virtualisasi ini sebanyak 8-15 server bisa dialihkan ke satu server. Dengan begitu, konsumsi daya menurun tajam hingga 40%. “Tentu saja, penerapan green ICT ini memberi manfaat bagi Huawei, baik dari sisi biaya produksi maupun efisiensi yang luar biasa. Huawei akan terus berkomitmen menjadi green company,” Yunny menegaskan.

Selain XL dan Huawei, kabarnya beberapa perusahaan ICT lainnya mulai mempraktikkan green ICT. Mereka antara lain Indosat, Intel Corp. dan Bakrie Telecom. Intel, misalnya, melalui program Green Intel, menggunakan energi terbarukan untuk 47% pasokan listriknya dari energi angin dan matahari. Intel juga melakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan pemanasan global dengan inovasi teknologi yang berkonsumsi energi minimum dan memiliki kinerja optimum (power saver dan peningkatan kinerja prosesor pada komputer). Sementara itu, Bakrie Telecom yang telah menjadi anggota Global e-Sustainability Initiative (GeSI) telah merealisasi green ICT melalui penggunaan BTS yang hemat energi, pemakaian power supply dari solar panel, dan pembuatan vocer isi ulang dari kertas yang sangat kecil untuk mengurangi limbah.

Praktik green ICT juga bisa diterapkan dalam pola kerja inovatif seperti telecommuting, videoconferencing, media online, e-mail, e-commerce, e-paper, e-learning, e-government dan e-filing.

Tentunya, ke depan diharapkan akan banyak lagi perusahaan yang menerapkan green ICT. Pasalnya, melalui penerapan green ICT, akan banyak manfaat yang diperoleh, khususnya bagi perusahaan yang melakukannya. Terutama, dalam hal penghematan energi dan biaya penggunaannya.

“Negara harus memberikan dorongan bagi penerapan green ICT. Antara lain, melakukan sosialisasi budaya paperless society, teleworking atau telecommuting untuk mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi dan produktivitas nasional,” kata Sumitro. Ia juga menyarankan ada pemberian insentif atau penghargaan khusus kepada perusahaan yang menonjol dalam penerapan green ICT. “Sebab, negara kan juga diuntungkan. Selain programnya mendapat dukungan perusahaan, juga dapat menghemat penggunaan energi dan anggaran BBM,” ia menambahkan. (*)

BOKS 1:

Apa itu Green ICT?

Konsep ini merujuk pada upaya menyelamatkan bumi dari berbagai ancaman perusakan lingkungan dan pemanasan global melalui penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi; praktik daur ulang berbagai perangkat TI yang berpotensi mencemari lingkungan jika dibuang; serta praktik manajemen kerja berbasis TI yang bisa menghemat penggunaan sumber daya energi dan air.

BOKS 2 :

Contoh Limbah yang Bisa Jadi e-Waste

base transceiver station (BTS)

telepon seluler

perangkat PSTN,

televisi CRT

pesawat radio

perangkat broadband dan narrowband

PC (CPU, monitor) dan laptop

Kartu vocer

BOKS 3:

————————————————————————————————————-

Beberapa Upaya Penerapan Green ICT

Menghemat penggunaan energi listrik dengan perangkat yang lebih efisien

Menggunakan AC non-CFC

Melakukan proses recycling PC, circuit board, ponsel, vocer isi ulang, dsb.

Mengganti layar PC/TV dari CRT ke LCD/LED yang hemat energi

Memakai BTS inovatif yang menghemat bahan bakar

Mengadopsi konsep Single RAN, yang bisa menggabungkan beberapa tipe BTS menjadi satu BTS saja

Merekondisi baterai-baterai lama agar bisa dipakai kembali

Menerapkan sistem e-Billing

Mengadopsi teknologi virtualisasi, yang memungkinkan sejumlah server dengan konsumsi energi tinggi bisa dialihkan ke satu server saja

Menerapkan sistem paperless untuk penggunaan administrasi kantor, seperti slip gaji, buletin, form dan nota dinas

Menerapkan praktik telecommuting, teleconference, e-government, dan semacamnya.

BOKS 4:

Manfaat Penerapan Green ICT

Menghemat energi dan biaya penggunaannya

Ikut mereduksi pemanasan global

Mengurangi kemungkinan melimpahnya limbah elektronik

Menghemat biaya operasional kantor


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved