Technology zkumparan

Jurus Agresif Kedai Sayur Membangun Jejaring Pedagang Sayur

Jurus Agresif Kedai Sayur Membangun Jejaring Pedagang Sayur
Adrian Hernanto, founder Kedai Sayur
Adrian Hernanto, founder Kedai Sayur, startup yang dapat membantu kalangan pedagang sayur

Jangan dikira hanya jenis industri modern seperti perbankan, jasa transportasi, atau media saja yang terkena disrupsi teknologi. Tukang sayur keliling pun mulai terancam disrupsi ini, terutama dengan kemunculan startup berbasis teknologi yang menjual produk sayur-mayur ke konsumen akhir (end customer).

Mengaku resah dengan fenomena tersebut, Adrian Hernanto bersama dua rekannya memutuskan mendirikan startup yang dapat membantu kalangan pedagang sayur –baik tukang sayur berkios maupun tukang sayur keliling (yang menggunakan gerobak)– untuk meningkatkan bisnis mereka. Perusahaan rintisan ini bernama Kedai Sayur.

Sebagai marketplace sayuran, Kedai Sayur dapat mempermudah tukang sayur dalam pengadaan produk sayuran yang akan dijual ke konsumen akhir (rumah tangga). Pasalnya, marketplace ini juga terhubung dengan para petani produsen ataupun pemasok sayuran.

Mitra Sayur –sebutan untuk pedagang sayur yang menjadi rekanan Kedai Sayur– bisa memesan sayuran yang akan dijualnya lewat aplikasi, yang sangat user-friendly bagi kalangan pedagang sayur umumnya. Tentu, mereka harus mengunduh aplikasinya lebih dulu di App Store. Tampilan layout aplikasi ini seperti etalase. Mitra Sayur tinggal memilih jenis dan jumlah sayur yang akan dibeli. Setelah itu, tinggal klik tombol Confirmation Order. Untuk pembayaran, Kedai Sayur bermitra dengan Alfamart. Enaknya lagi, Mitra Sayur juga dibolehkan membayar ke Kedai Sayur setelah menjual barang dagangannya.

Menariknya, meski kini terjun menggarap bisnis terkait sayuran, sebenarnya Adrian tak punya latar belakang pendidikan di bidang pertanian. Ia menyelesaikan pendidikan S-1-nya di Jurusan Teknik Sipil Universitas Parahyangan (selesai 1995) yang dilanjutkan ke S-2 Magister Manajemen Institut Teknologi Bandung (selesai 1997). Lalu, ia bekerja di Adira Finance selama delapan tahun, dengan posisi terakhir sebagai kepala divisi pengembangan operasi. Kariernya berlanjut selama enam tahun di Triputra Agro Persada, dengan posisi terakhir sebagai deputi direktur bidang proses bisnis & TI.

Perjalanan karier di Triputra itulah yang tampaknya ikut andil mengembangkan ketertarikan Adrian menekuni bisnis startup yang terkait usaha mikro. Pada beberapa kesempatan, ia bertemu dengan Theodore P. Rachmat, pendiri Grup Triputra, yang kerap menyampaikan visi tentang penghapusan kemiskinan. “Dari situ, saya mulai tergerak untuk memiliki visi yang sama dengan beliau,” ujar Adrian.

Menurut dia, setidaknya ada dua hal dari bisnis penjual sayur yang akan dibantunya. Pertama, bagaimana membantu pedagang sayur mendapatkan sayuran yang segar (fresh) dan mengefisienkan waktu penjualan mereka. Kedua, membantu mereka yang umumnya bermodal kecil dengan menyediakan produk yang semurah mungkin, karena pihaknya bisa langsung membeli dari petani produsen atau pemasok besar.

Dalam perkembangan gagasan ini, Adrian bertemu dengan Ahmad Supriyadi, seorang motivator yang biasa bekerjasama dengan Triputra. Ahmad yang terlahir dari keluarga penjual sayur langsung tertarik dengan ide Adrian. Ahmad, kata Adrian, paham sekali struktur bisnis dan pasar persayuran. Mereka berdua bertemu dengan seorang profesional bernama Rizki Novian, yang tertarik untuk membantu merealisasi ide tersebut.

Mereka bertiga kemudian mendesain model bisnis yang bertujuan mempermudah tukang sayur menjalankan bisnis. “Bulan Juli 2018 semua konsepnya sudah rampung, dan kami mengeksekusinya pada Oktober 2018,” ungkap Adrian. Modal awal sebesar US$ 1,3 juta ditanamkan. Modal ini terutama dipakai untuk mengembangkan aplikasi, merekrut karyawan, dan membangun pusat distribusi (distribution center/DC).

Setelah makin jelas implementasi visi-misi bisnisnya, Adrian mengaku dukungan terhadap Kedai Sayur mulai berdatangan. Termasuk, dari segi pendanaan. Triputra pun menjadi salah satu investor Kedai Sayur.

Awalnya, cerita Adrian, mereka bertiga belanja sayur sendiri ke pasar induk atau pemasok, lalu disimpan sebagai stok di DC. “Dulu, DC kami belum seluas 1.400 m2 seperti sekarang, melainkan hanya 200 m2 di kawasan Kalibata,” ungkap. Dalam tiga bulan, ternyata sudah tidak cukup, sehingga mereka membangun DC di Cilangkap. Adapun ruang di Kalibata tadi diubah menjadi kantor.

Kedai Sayur memiliki divisi pemasaran dan hubungan pelanggan yang bertugas di lapangan, memetakan para tukang sayur serta memperkenalkan visi-misi dan program perusahaan berbasis teknologi ini. Selanjutnya, tentu saja mereka mengajak para tukang sayur itu untuk bergabung sebagai Mitra Sayur.

Kini, dalam usia kurang dari setahun, Kedai Sayur telah menggandeng sekitar 2.000 Mitra Sayur di seluruh Jakarta, terdiri dari sekitar 60% tukang sayur keliling dan 40% kios sayur.

Kedai Sayur saat ini menyediakan sekitar 300 jenis komoditas. Pasokannya berasal dari 24 sumber (source) di Bogor, Cipanas, dan sekitarnya, yang terdiri dari petani produsen dan lembaga pemasok. “Jadi, kami memberikan pilihan lebih banyak daripada di pasar,” kata Adrian. Selain itu, ia menjamin sayur dari Kedai Sayur lebih segar dibandingkan dari pasar pada umumnya dan harganya lebih murah.

Yang disediakan Kedai Sayur sesungguhnya tidak melulu sayuran, tetapi juga buah-buahan, bahkan daging dan ikan. “Kami selalu berkomunikasi dengan para Mitra Sayur, kira-kira produk apa yang paling dibutuhkan konsumen,” katanya.

Kedai Sayur punya divisi sourcing, yang pekerjaannya memang mencari mitra pemasok di sentra-sentra komoditas. Misalnya, mereka pergi ke Brebes untuk mencari mitra di sentra produksi bawang. Dari sekitar 24 source tadi, setiap hari Kedai Sayur menerima pasokan 150-200 ton, yang disimpan di DC-nya di Cilangkap.

Adrian menyebutkan, kini Kedai Sayur setiap hari menerima 1.000-1.500 order. Ada Mitra Sayur yang mengorder dua hari sekali, yakni mereka yang punya kios karena dapat menyimpan komoditas dagangannya lebih lama. Berdasarkan pengalaman selama ini, rata-rata satu Mitra Sayur mengorder senilai Rp 500 ribu. “Tapi ada juga yang nilai pesanannya di atas Rp 3 juta,” katanya. Ia mengungkapkan, Kedai Sayur mengambil margin keuntungan 3-5% dari transaksinya.

Untuk mendorong pembelian, Kedai Sayur punya program reward point. Poin yang terkumpul bisa ditukar dengan produk seperti telepon seluler, motor, bahkan program umroh.

Guna membantu mobilitas dan memperluas jangkauan pedagang sayur, sejak Maret 2019 Kedai Sayur juga menyediakan kendaraan pengangkut sayuran roda tiga. Mereka yang berminat bisa mendapatkanya secara mencicil –Kedai Sayur bekerjasama dengan BRI untuk pendanaannya.

Untuk melayani mitranya, Kedai Sayur kini diperkuat total 120 karyawan: 50 orang di bagian pemasaran, 50 orang di DC, dan sisanya di divisi sourcing serta di back office.

Sunarto, salah satu Mitra Sayur yang biasa beroperasi di kawasan Kebayoran, mengaku amat terbantu dengan kehadiran Kedai Sayur. Ia menceritakan, sebelumnya di tengah malam harus menuju Pasar Induk untuk berbelanja sayur. Selain kondisi masih agak mengantuk, hal ini juga memakan waktu. Setelah bergabung dengan Kedai Sayur, ia bisa memesan sayuran cukup lewat ponsel.

Bagusnya pula, di Kedai Sayur, ia bisa memilih berapa kilogram untuk setiap jenis sayuran yang harganya lebih murah daripada di pasar. Barang belanjaan yang jelek juga bisa ditukar (reject). Selain itu, semakin sering ia berbelanja di Kedai Sayur, makin banyak poin yang diperolehnya, yang bisa ditukarkan dengan hadiah. Untuk menjadi mitra Kedai Sayur pun prosesnya tidak berbelit-belit. “Semoga ke depannya beragam sayuran yang dibutuhkan konsumen selalu tersedia dan sistemnya juga semakin ditingkatkan,” kata Sunarto berharap.

Untuk agenda ke depan, Kedai Sayur akan membangun lagi sebuah DC, yang akan dieksekusi pada Agustus 2019. Pasalnya, DC di Cilangkap sudah melebihi kapasitas. “Target kami, hingga akhir tahun ini sudah terbangun DC di Jakarta Barat dan Jakarta Timur,” kata Adrian.

Dari segi aplikasi, Kedai Sayur akan memperkaya fiturnya. Misalnya, dari sisi kanal pembayarannya atau dari sisi produk yang bisa ditawarkan.

Dari segi cakupan, Adrian menyebutkan, pihaknya akan ekspansi ke wilayah Bodetabek hingga akhir tahun depan. Untuk itu, ia menargetkan bisa menggandeng hingga sekitar 35.000 Mitra Sayur. Jumlah ini diperkirakannya mampu mengover seluruh kelurahan di kawasan Jabodetabek. “Baru setelah itu kami juga ingin ekspansi ke Bandung dan Surabaya,” ungkap Adrian dengan semringah. (*)

Joko Sugiarsono & Andi Hana Mufidah Elmirasari

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved