Technology

Kasus Dugaan Penyalahgunaan Frekuensi IM2 Mengancam 280 ISP

Kasus Dugaan Penyalahgunaan Frekuensi IM2 Mengancam 280 ISP

Kejaksaan Agung diminta segera menghentikan penyelidikan terhadap kasus PT Indosat Mega Media (IM2) yang dituduh merugikan negara, karena banyaknya kesalahan penafsirah hukum yang dipakai kejaksaan. Selain itu, Kejaksaan Agung juga diminta berkoordinasi dengan Menkominfo, yang secara tegas mengatakan tidak ada yang salah dengan kerja sama antara Indosat dengan anak perusahaannya tersebut. Demikian kesimpulan diskusi “Bedah Kasus IM2 dari Sisi Kelangsungan Industri Telekomunikasi” yang digelar Telkomedia Forum – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Diskusi tersebut menampilkan pembicara Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Setyanto P. Santosa, mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Telecommunication Law (ICTL) Sulaiman N. Sembiring, anggota BRTI, Nonot P. Harsono dan Dekan Fakultas Hukum Usahid Jakarta, Laksanto Utomo.

Menurut Sofyan Djalil, mantan Menteri BUMN yang saat ini berprofesi sebagai konsultan hukum, banyak sekali kesalahan penafsiran yang dilakukan Kejaksaan dalam kasus ini, yang berbeda sama sekali dengan penafsiran dari MenKominfo. Kesalahan penafsiran itu, menurut Sofyan, karena Kejaksaan tidak bisa membedakan antara jaringan dan frekuensi. “Kejaksaan menilai ada tindak pidana, karena dianggap IM2 menggunakan frekuensi Indosat tanpa izin pemerintah. Mereka tidak bisa membedakan, mana jaringan dan mana frekuensi. Padahal logikanya bukan begitu. Ini perlu diluruskan biar tidak terjadi salah tafsir terus-menerus,” tukas Sofyan.

Secara logika, menurut Sofyan, IM2 tidak mungkin menggunakan frekuensi bersama karena tidak mungkin ada dua pengguna menggunakan satu frekuensi. IM2 juga bukan penyelenggara jaringan, karena mereka tidak memiliki infrastruktur seperti BTS, dan lain-lain. IM2 hanya menyediakan layanan, seperti dongle internet, yang jaringannya milik Indosat.

Nonot P. Harsono beropini senada. Menurut dia, sejak awal, kasus IM2 penuh kejanggalan. Logika bisnisnya, perusahaan yang membangun jaringan menginginkan jaringannya dipakai banyak pelanggan. Oleh karena itu, bila ada perusahaan yang membuat strategi dengan menyerahkan layanannya kepada pihak lain, apalagi anak perusahaan, itu merupakan bisnis yang lumrah. Dalam kaitan ini, katanya, IM2 sama sekali tidak menggunakan frekuensi, karena yang menggunakan frekuensi itu pemancarnya.

Nonot menambahkan, bila pola pikir menggunakan frekuensi sama dengan menggunakan jaringan, nanti TV digital protes juga. Karena tv digital, satu pemacar dipakai 6 stasiun. BHP (biaya hak penyiaran) frekuensinya yang bayar adalah yang punya fekuensi, bukan 6 stasiun itu.

Sementara itu, Setyanto P. Santosa menjelaskan, tuduhan yang dialamatkan ke IM2 ini bisa berdampak luas kepada industri. Karena saat ini, ada sekitar 280 ISP (Internet Service Provider) yang pola kerja samanya sama dengan yang dilakukan IM2 dengan Indosat. Akibat kasus ini, bisa jadi nantinya 280 ISP ini bisa dituduh hal yang sama, bila kasus IM2 tersebut mulus sampai ke pengadilan dan diputuskan bersalah, maka akan mematikan 280 penyelenggara jasa internet dan terhentinya seluruh usaha pelayanan yang terkait internet di Indonesia. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved