Technology

“Mesin Pembelajar” yang Membantu Nasabah

“Mesin Pembelajar” yang Membantu Nasabah

Teknologi machine learning, sebagai bagian dari perwujudan konsep artificial intelligence, makin banyak digunakan di berbagai bidang. Di dunia bisnis Indonesia, beberapa bank seperti DBS Indonesia dan BCA, memeloporinya. Seperti apa?

Bank DBS

Leonardo Koesmanto, Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia

Jika Anda memiliki akun media sosial Facebook, tentunya sudah tidak asing dengan fitur “tag suggestion”’. Secara otomatis, Facebook biasanya akan merekomendasikan agar sebuah foto di-tag dan dibagikan kepada orang yang berada dalam foto tersebut.

Dengan mudah Facebook bisa mengenali wajah-wajah teman Anda, yang berada di foto yang Anda unggah. Anda tinggal mengklik untuk membagikannya, tanpa harus mengetikkan lagi nama akun teman-teman Anda.

Teknologi yang digunakan Facebook itu dikenal sebagai teknologi Face Detection Engine. “Mesin” pendeteksi wajah ini juga digunakan oleh sejumlah peranti lunak dan layanan online untuk menyunting foto seperti iPhoto dari Apple dan Picasa.

Ya, sejak pertama kali komputer diciptakan, manusia sudah memikirkan bagaimana caranya agar komputer dapat belajar dari pengalaman. Kemajuan pertama didapat pada 1952, ketika Arthur Samuel menciptakan sebuah program, game of checkers, yang dijalankan pada komputer IBM. Program tersebut didesain dapat mempelajari langkah-langkah untuk memenangi permainan checkers dan menyimpan langkah-langkah tersebut ke dalam memorinya.

Dalam proses tersebut ada usaha untuk mengembangkan algoritma komputer untuk mengubah data menjadi aksi cerdas. Proses itulah yang saat ini lebih dikenal dengan teknologi machine learning. Dari segi keilmuan teknologi, machine learning adalah cabang dari ilmu kecerdasan buatan (artificial intelligence), yang mempelajari bagaimana mesin/sistem komputer belajar dari data yang selama ini diolahnya.

Kendati begitu, sering terjadi misleading pada soal machine learning. Pasalnya, teknologi ini hampir tidak berhubungan dengan mesin apa pun kecuali yang diimplementasikan pada robot. Mesin yang dimaksud pada istilah machine learning di sini lebih merujuk kepada algoritma atau program yang berjalan pada komputer.

Pemanfaatan teknologi machine learning memungkinkan komputer untuk mempelajari data, mengenali pola, dan membuat model berdasarkan data historik. Model tersebut digunakan untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap data baru yang memungkinkan kita untuk membuat atau mendukung pengambilan keputusan.

Seperti sudah diungkap di atas, fitur “tag suggestion” pada aplikasi Facebook mungkin hanya contoh sederhana dari implementasi teknologi machine learning. IBM sebagai salah satu perintis dalam mengembangkan teknologi artificial intelligence (AI) telah cukup maju dengan inovasi-inovasinya.

Di bidang otomotif, misalnya, “mesin pintar” IBM Watson telah mendorong lahirnya generasi self driving car atau mobil nir-awak. Pada mobil seperti ini telah ditanamkan program machine learning di dalamnya, sehingga sistem mobil tersebut dapat mengenali ciri sebuah jalan, rambu lalu lintas dan objek di sekitar jalan melalui kamera video yang dipasang pada mobil tersebut. Di bidang kesehatan, machine learning IBM bisa membantu mendiagnosis gejala penyakit-penyakit kritis, misalnya stroke, diabetes, dan serangan jantung.

Di Indonesia, terus terang, hingga saat ini belum banyak perusahaan yang mengaplikasikan teknologi tersebut untuk mendukung operasional bisnisnya. Meski demikian, di bidang perbankan khususnya, PT Bank DBS Indonesia baru saja meluncuran fitur digital personal assistant yang memanfaatkan teknologi tersebut.

Mengikuti langkah DBS di India yang telah mengimplementasikannya lebih dahulu, saat ini DBS Indonesia telah mengotomasi akitivitas layanan pelanggannya. Dibantu dengan teknologi machine learning, nantinya pertanyaan nasabah yang masuk tidak lagi harus dijawab oleh manusia, melainkan oleh komputer. Fitur personal assistant tersebut rencananya akan dibenamkan dalam aplikasi mobile banking Bank DBS, Digibank, yang baru saja diluncurkan resmi.

Leonardo Koesmanto, Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia, menjelaskan bahwa penggunaan teknologi machine learning pada fitur personal assistant amat mungkin diterapkan. Pasalnya, kebanyakan pertanyaan yang diajukan nasabah adalah pertanyaan yang sering diajukan. Menurut Leo, asisten virtual DBS ini sebenarnya mirip dengan Google Siri. Hanya saja, penggunaannya dikhususkan untuk layanan perbankan. “Jadi, sistem tinggal mempelajari saja, kalau pertanyaannya seperti ini, jawabannya akan seperti apa,” katanya.

Leo memberikan contoh, jika nasabah ingin mengecek saldonya, dalam kolom obrolan atau chat yang disediakan, tinggal menuliskan kalimat yang pada intinya menginformasikan bahwa nasabah tersebut ingin mengecek saldonya. “Kalimatnya bisa beragam, dan menggunakan bahasa sehari-hari, seperti ‘Saya ingin cek saldo’,” ungkapnya. Setelah itu, sistem secara otomatis akan membaca perintah tersebut kemudian memberitahukan informasi jumlah saldo nasabah.

Begitu juga, bila nasabah ingin menanyakan informasi promo, mengetahui histori transaksi, melakukan pembayaran, dan sebagainya, nasabah cukup bertanya dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang umum digunakan. “Misalnya, ketikkan saja transaksi tanggal 20 Januari 2017, maka asisten virtual tersebut akan langsung memberikan informasi tentang semua transaksi yang dilakukan pada tanggal 20 Januari tersebut,” ungkapnya.

Hanya saja, pada tahap awal, fitur asisten virtual belum bisa menjawab semua pertanyaan secara benar dan presis. Alasannya, layaknya kecerdasan manusia, kecerdasan buatan juga perlu dilatih dari waktu ke waktu. “Tantangan terbesar adalah melatih teknologi machine learning ini untuk bekerja secara sempurna,” katanya.

Tim DBS Indonesia, menurut Leo, harus terus memperbarui pengetahuan sistem machine learning itu, terutama dalam hal kekayaan kosa kata dalam bahasa Indonesia, termasuk bahasa pergaulan sehari-hari. Pasalnya, fitur asisten virtual memang dirancang harus bisa memahami bahasa sehari-hari, walaupun itu bukan kata baku seperti “gw”, “elo”, dan “tolongin”. “Gaya kalimat orang menyampaikan pertanyaan kan juga berbeda-beda. Nah, itu menjadi tantangan tersendiri untuk melatih asisten virtual itu agar bisa mengerti.”

Di India saja, Leo menceritakan, awalnya kecerdasan tool asisten virtual di sana tidak mencapai angka 40%. Namun kini setelah lebih dari setahun dijalankan, 80% pertanyaan nasabah bisa terjawab. “Setiap pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan tepat akan jadi bahan pembelajaran ke depannya,” katanya. Dengan begitu, bila ada pertanyaan serupa di kemudian hari, asisten virtual tersebut bisa menjawab, karena kemampuannya telah ditambah. “Seiring berjalannya waktu, tentu sistem itu akan makin pintar. Karena makin banyak input, semakin cepat belajarnya.”

Saat ini, Leo mengungkapkan, asisten virtual di Bank DBS Indonesia telah mampu mengantisipasi dan menjawab sekitar 10 ribu pertanyaan nasabah, dan setiap hari terus bertambah.

Pada tahap awal, Tim DBS Indonesia menyebar banyak kuesioner, yang bertujuan menjaring pengetahuan mengenai apa saja yang biasanya ditanyakan nasabah kepada sentra panggilan (call center), termasuk bagaimana gaya atau kalimat bertanyanya. “Pada tahap sekarang, semua pertanyaan berkaitan dengan kegiatan perbankan mendasar di Digibank telah dapat dijawab oleh asisten virtual kami, termasuk pengecekan saldo,” katanya.

Namun, mengingat sistem machine learning yang dimiliki DBS Indonesia saat ini belum bisa menjamin semua pertanyaan terjawab, Leo menegaskan, agen sentra panggilan hingga saat ini masih dibutuhkan. Apabila setelah tiga kali berturut-turut asisten virtual tidak dapat menjawab pertanyaan nasabah, nasabah tersebut dapat melakukan chatting langsung dengan agen Digibank. “Pada fitur live, nasabah akan dibantu oleh agen Digibank yang merupakan orang sungguhan, untuk menjawab pertanyaan,” ujarnya.

Leo berpendapat, teknologi machine learning merupakan inovasi yang sangat dibutuhkan oleh perbankan. Isu utama dalam implementasi machine learning, menurutnya, bukanlah tentang seberapa besar penghematan yang bisa didapat dari berkurangnya jumlah petugas/agen sentra panggilan, tetapi lebih kepada meningkatkan pelayanan dan mengarahkan diri menjadi invisible bank. “Ke depan, kata ‘bank’ akan bertransformasi menjadi ‘kegiatan’, alih-alih bentuk fisik,” ujarnya.

Pemikiran tersebut tampak sejalan dengan perkataan Bill Gates: ”Banking is necessary, banks are not.” Bill sepertinya ingin menggambarkan bahwa ke depan orang tidak perlu lagi datang ke bank untuk melakukan aktivitas perbankan. “Ke depan, semua yang dilakukan nasabah bank bisa dilakukan lewat smartphone,” kata Leo.

Tak cuma DBS Indonesia, Bank Central Asia juga mengembangkan teknologi machine learning untuk kebutuhan layanan pelanggan. Seiring dengan meningkatnnya penggunaan medsos, khususnya aplikasi chatting yang semakin populer, terutama di kalangan milennial dan next gen, BCA kini memperkenalkan VIRA, Virtual Assistant Chat Banking BCA, yang dapat ditemukan di aplikasi chatting populer seperti Line, Facebook Messenger, dan Kaskus Chat. VIRA dihadirkan pertama kali bertepatan dengan ulang tahun BCA ke-60. Saat ini VIRA dapat membantu memberikan informasi dan promosi seputar BCA seperti promo terkini, info kurs, lokasi ATM, serta informasi terkait transaksi perbankan seperti cek saldo, cek mutasi rekening, dan informasi kartu kredit.

Nah, ke depan kita lihat saja, apakah makin banyak bank di Indonesia yang akan menerapkan teknologi machine learning untuk melayani nasabahnya. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved