Management Technology zkumparan

Peluang Perusahaan Startup Mengakses Permodalan

Investor lokal dan asing menyediakan askes permodalan ke perusahaan startup Indonesia. (Ilustrasi Foto : Istimewa)

Investor asing atau lembaga modal ventura global cenderung mengambil risiko sehingga cukup berani berinvestasi ke perusahaan-perusahaan rintisan (startup) Indonesia. Adapun, lembaga modal ventura Indonesia, seperti PT Mandiri Capital Indonesia (MCI), mempertimbangkan berbagai variabel untuk mengukur tingkat risiko dalam memutuskan investasi ke perusahaan startup lokal yang bisnisnya dinilai prospektif.

Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan, investor lokal berhati-hati ketika ingin berinvestasi di perusahaan startup karena tingkat risiko perusahaan startup di tahap awal itu relatif tinggi. “Tantangan perusahaan rintisan di tahap awal adalah mempromosikan produk dan jasanya ke konsumen. Hal ini membutuhkan biaya operasional. Biasanya kinerja keuangan startup di tahap awal ini masih negatif sehingga pengusaha atau investor lokal cukup berhati-hati menginvestasikan dana ke startup,” jelas Hariyadi di Jakarta, Senin (17/9/2018).

Sedangkan pemodal asing atau lembaga modal ventura global, menurut Hariyadi, cukup agresif menggelontorkan modalnya ke perusahaan startup lokal. “Investor asing ini cukup agresif mencari-cari perusahaan startup Indonesia,” ungkap Hariyadi, Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).

Pada kesempatan terpisah, Eddi Danusaputro, Direktur Utama Mandiri Capital Indonesia (MCI), mengemukakan aspek permodalan dibutuhkan dalam membangun ekosistem perusahaan startup. Umumnya, periode kritis bagi perusahaan rintisan ini terjadi di dua tahun awal berdirinya perusahaan tersebut. “Di tahun awal itu adalah periode yang sangat menentukan bagi startup. Perusahaan dan founder-nya harus gesit dalam mencari pasar dan mengubah produk atau business model. Jadi, hal ini membutuh adaptability yang tinggi karena pasar senantiasa berubah,” tutur Eddi menjabarkan kiat dan solusi bagi pendiri perusahaan startup dalam menaklukan tantangan bisnis startup.

Secara umum, Eddi menambahkan, investor asing cukup aktif berinvestasi di startup Indonesia. “Namun kami berpendapat bahwa pemodal lokal idealnya juga memiliki modal yang besar dan lebih aktif dalam berinvestasi ke startup. Kenyataannya adalah startup membutuhkan modal dan yang selama ini lebih aktif adalah pemodal asing,” imbuh Eddi. Ia mengatakan mayoritas perusahaan rintisan belum bankable karena tidak memiliki jaminan pinjaman (collateral). “Oleh sebab itu, jika butuh modal kerja, wajar bagi mereka untuk menjual saham kepada investor secara bertahap. Ini terjadi di seluruh dunia,” Eddi menegaskan.

Lebih lanjut, Eddi mengemukakan sejumlah faktor yang dipertimbangkan MCI saat memutuskan investasi ke perusahaan startup, antara lain perusahaan startup menunjukkan upaya menyelesaikam sebuah problematika di pasar atau masyarakat, rekam jejaknya positif, model bisnisnya jelas, dan memiliki tim kerja yang solid serta bisa bersinergi dengan Grup Mandiri.MCI adalah anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau Grup Mandiri. MCI ini berdiri pada 2016 dan mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai perusahaan modal ventura. Perusahaan ini per Desember 2017 telah berinvestasi di delapan perusahaan startup. Nilai investasi MCI di tahun lalu itu berkisar Rp 350 miliar.

Strategi MCI berinvestasi di perusahaan startup, menurut Eddi, adalah penyertaan saham (membeli ekuitas) yang horison investasinya dalam tempo jangka panjang, yakni sekitar lima tahun. “Instrumen utama kami adalah penyertaan saham. Skema ini memungkinkan kami terlibat lebih hands-on dalam arah perusahaan agar memastikan bahwa investasi kami bisa tumbuh,” Eddi menjabarkan.

MCI memproyeksikan untuk mengucurkan investasi di dua perusahaan rintisan (startup) hingga akhir tahun 2018. MCI sedangkan melakukan tahap due diligence dan menghitung valuasi dari perusahaan start up. “Dua (perusahaan startup) tambahan yang kami bidik masih di sektor fintech (financial technology),” ujar Eddi MCI menyediakan dana sekitar Rp 30 miliar untuk investasi tambahan tersebut. “Namun nilai investasi per perusahaan belum bisa disebut karena masih dilakukan due diligence dan nilai valuasi tiap startup itu berbeda-beda,” Eddi menambahkan.

MCI pada Januari-Agustus 2018 sudah berinvestasi di dua perusahaan startup. “Tingkat keberhasilan investasi ke startup dapat dilihat dari jumlah user, revenue atau profit, serta bisa dilihat dari nilai valuasi perusahaan. Tentunya dari perspektif Mandiri Capital, startup yang dibiayai itu diharapkan melakukan sinergi dan berkolaborasi dengan Mandiri Group,” jelas Eddi.

Eddi berpendapat ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia sudah cukup sehat, yang antara lain terindikasi dari partisipasi aktif regulator melakukan ‘light touch approach’. “Ada akses ke investor dan malah bisa melakukan IPO (Initial Public Offering) di Bursa Efek Indonesia. Yang saya harapkan adalah startup Indonesia mulai melakukan ekspansi bisnis ke luar Indonesia. Dengan demikian, pasar berkembang dan valuasi tumbuh sehingga Indonesia bisa memiliki lebih banyak unicorn,” Eddi menjabarkan.

Akses Permodalan

Berbicara tentang akses permodalan melalui pasar modal, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada April 2018 menandatangani nota kesepahaman kerjasama dukungan program IDX Incubator. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan dan pengembangan perusahaan rintisan berbasis teknologi. Adapun, IDX Incubator adalah program BEI yang berupa ruang inkubasi untuk mewadahi startup berbasis teknologi. Startup peserta IDX Incubator diberikan pelatihan pengembangan untuk mendorong startup mencapai IPO serta mengupayakan agar dapat menjalin kerja sama dengan emiten.

Bekraf bersama BEI menindaklanjuti nota kesepahaman ini dengan meluncurkan platform GSI (GoStartupIndonesia) pada Kamis (6/9/2018) di Main Hall Ground Floor, Gedung BEI. GSI merupakan semangat dan gerakan bersama untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem yang kondusif bagi startup di Indonesia, khususnya pada sektor ekonomi kreatif diberbagai tingkatan siklus usaha rintisan. GSI dapat pula diterjemahkan sebagai “Government Support for startups in Indonesia”

Pada peluncuran GSI itu, Triawan Munaf, Kepala Bekraf, dalam keterangan tertulisnya mengemukakan pada tahap awal, founder dari perusahaan rintisan lebih fokus pada aspek teknis dibandingkan dengan aspek manajerial, administrasi dan keuangan. Oleh karena itu, platform GSI akan mendorong financial literacy for startup sehingga arah dan pengembangan bisnis startup sudah dirancang sejak awal. “Dengan semangat dan tujuan yang sama untuk mendukung tumbuh kembang industri startup di Indonesia, Bekraf bersama BEI telah menandatangani nota kesepahaman pada April 2018. Dalam mengimplementasikan nota kesepahaman tersebut, Bekraf meluncurkan platform GSI – GoStartupIndonesia yang merupakan suatu semangat dan gerakan bersama untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem yang kondusif bagi startup di Indonesia, khususnya pada sektor ekonomi kreatif di berbagai tingkatan siklus usaha rintisannya,” ujar Triawan.

Kehadiran GSI diharapkan dapat menjadi jawaban dan solusi untuk membantu startup dalam menghadapi tantangan. Triawan mengemukakan untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sinegi, kerjasama, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan baik di kalangan pemerintah maupun di luar pemerintahan baik di dalam negeri maupun luar negeri sehingga tercapai akselerasi dalam mencapai tujuan dan sasaran bersama untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi tumbuh kembang startup di Indonesia.

Menjadi perusahaan unicorn, seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka dan Bukalapak merupakan harapan dan impian dari setiap startup. Namun, hal tersebut sangat sulit untuk direplika atau ditiru oleh startup lain. Belajar dari pengalaman di negara lain dimana terdapat startup yang GoPublik, GSI dengan program CreaX (Creative Exchange fo Startup) akan mencoba memberikan alternatif tujuan kepada startup yang lebih realistis dan dapat direplikasikan, sebagai salah satu solusi akses permodalan bagi perusahaan rintisan melalui GoPublik.

Program CreaX mendorong perusahaan-perusahaan rintisan untuk scale up dengan menjadi perusahaan terbuka di bursa saham. Memang hal ini tidak mudah untuk membawa startup melantai di BEI, oleh karena itu diperlukan kerjasama dan sinergi yang baik dengan berbagai pihak dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi startup.

Dalam upaya untuk mencari talent baru dan startup yang dapat di scalling up, Bekraf melalui platform GSI akan melakukan roadshow ke beberapa kota besar di tanah air (Medan, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Makassar, Bandung, dan Jakarta) untuk memberikan mentoring dan kompetisi pitching di kalangan komunitas startup. Pemenang kompetisi pitching berkesempatan untuk mengikuti program inkubator dan mentoring pada Supercamp untuk mempersiapkan para finalis dari masing-masing kota untuk menghadapi final kompetisi pitching yang akan dilaksanakan pada Indonesian Capital Day di Surabaya. Pemenang kompetisi GSI juga berkesempatan mengikuti program inkubator lebih lanjut dan terhubung dengan komunitas startup dan investor global dengan mengikuti kompetisi pitching di level global.

Dalam menyediakan suatu ekosistem yang kondusif dan lengkap, GSI sedang mengembangkan website gostartupIndonesia yang merupakan “one stop services for startup” yang akan memfasilitasi kebutuhan startup dari hulu ke hilir. Selain itu, platform GSI juga fokus untuk mendorong tumbuhnya jumlah investor lokal untuk berinvestasi pada startup lokal yang memiliki prospek yang baik. Melalui Investor Relation Unit, edukasi terhadap investor juga menjadi perhatian dari GSI. Hal ini mengingat investasi pada startup memiliki risiko dan karakteristik yang berbeda dengan investasi pada sektor riil. Diharapkan dengan platform ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah investor yang berinvestasi dan bertransaksi di pasar modal dan meningkatkan jumlah perusahaan startup yang akan GoPublik di Bursa Efek Indonesia.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved