Technology zkumparan

Resep Mahaka Radio Mengintegrasikan Radio Digital di Aplikasi Noice

Adrian Syarkawie, Direktur Utama Mahaka Radio
Adrian Syarkawie, Direktur Utama Mahaka Radio

Manajemen PT Mahaka Radio Integra Tbk. jeli mengembangkan bisnis radio di era disrupsi digital. Grup radio yang pertama kali mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 11 Februari 2016 ini merealisasikan aksi korporasi untuk memperkokoh bisnis perusahaan.

Setelah listing di BEI itu, di tahun 2017 perseroan mengakuisisi stasiun radio, yakni PT Radio Merpati Darmawangsa (Hot FM), PT Radio Kirana Insan Suara (KIS FM), PT Radio Mustang Utama (Mustang FM), dan PT Radio Ramako Djaja Raya. Ekspansi bisnis Mahaka Radio kian diperluas dengan diluncurkannya Noice pada 2018 untuk menyokong bisnis radio digital.

Tak mau setengah-setengah menggarap bisnis ini, Mahaka Radio meluncurkan versi terbaru Noice pada Oktober 2019. Pada versi terbaru ini, Noice mengeluarkan beberapa fitur seperti Follow, Direct Message, Mixtape, livechat antara pendengar dan penyiar yang sedang siaran, dan fitur chatting dengan para podcaster (pembuat konten podcast). Yang paling menarik adalah fitur Mixtape, yang dibuat agar pengguna dapat merekam suaranya dan menyusun playlist alias lagu-lagu yang disukai untuk digabungkan menjadi sebuah siaran pribadi dan dapat dibagikan ke orang-orang terdekat. Asyik, kan?

Pendirian Noice merupakan respons Mahaka Radio untuk mendulang pendapatan di era diruspsi digital. Potensi bisnis Noice sangat besar. Sebab, perusahaan yang sahamnya berkode MARI di BEI ini berpeluang menjaring pendapatan dari iklan business to business (B2B) dan business to customer (B2C).

“Persaingan konten audio secara global memang tidak bisa dihindari. Kami punya pendekatan yang berbeda yang menghadirkan konten lokal sebagai pendekatan Noice kepada pendengar. Selain itu, Noice memiliki fitur live chat streaming radio yang tidak dimiliki platform audio lainnya,” kata Adrian Syarkawie, Direktur Utama Mahaka Radio saat berjumpa SWA di kantornya, Menara Imperium, Jakarta, akhir Januari lalu.

Untuk langkah awal, perusahaan ini menggenjot jumlah pengunduh Noice serta mengembangkan berbagai fitur unggulan. “Kami membidik 1 juta pengunduh Noice di tahun 2020. Kami melakukan monetisasi pendapatan di kuartal II tahun ini,” kata Adrian. Aplikasi Noice tersedia di Google Play dan App Store. Di awal tahun ini, jumlah total pengunduhan Noice sebanyak 170 ribu kali. Pengunduhan di Google Play, misalnya, sebanyak 100 ribu kali per 16 Februari 2020.

Noice akan dikembangkan menjadi platform streaming. “Konsepnya mirip ecommerce, dan engagement radio akan diperkuat,” Adrian menjelaskan. Ia berencana menyisipkan iklan dari salah satu perusahaan telekomunikasi dan e-commerce di konten podcast. “Noice akan menjadi masa depan MARI. Potensinya dua, dari iklan dan B2C (fitur premium),” ungkapnya.

Aplikasi streaming radio digital ini dioperasikan oleh PT Mahaka Radio Digital. MRD, yang didirikan pada semester I tahun lalu, merupakan perusahaan patungan antara Mahaka Radio dan PT Quatro Kreasi Indonesia, perusahaan konsolidasi dari empat perusahaan rekaman, yaitu Trinity Optima, My Music Record, Aquarius, dan Musica. Empat perusahaan rekaman ini menaungi sejumlah musisi ternama di Indonesia, antara lain Noah, Afgan, Maudy Ayunda, Astrid, Anji, Cakra Khan, D’Masiv, dan Melly Goeslaw. MARI menggenggam 80% saham MRD dan 20% saham Quatro.

Kolaborasi antara kedua perusahaan itu diyakini dapat memperkuat dan memperbesar industri musik dan hiburan lokal serta membentuk ekosistem bisnis di radio digital. Sebab, Noice menyediakan konten live streaming, musik, dan podcast. “Kanal radio diisi dari radionya MARI yang ada di Jakarta dan Surabaya, yaitu Gen FM, Jak FM, Most Radio, KIS FM, Hot FM, Mustang FM, Gen FM Surabaya, dan Rayya Channel khusus radio religi di Noice,” tutur Adrian.

Setiap radio membidik segmen tertentu. Jak FM, misalnya, memutar musik tahun 2000-an yang digemari pegawai kantoran. Gen FM menyajikan musik Indonesia, Hot FM khusus musik dangdut, KIS FM memperdengarkan musik tahun 1990-an, Mustang FM meyuguhkan musik mancanegara terkini, dan Most Radio memutar musik 1980-an hingga 1990-an. “Jadi, dari situ kami melihat potensi untuk menggabungkan segmen-segmen tersebut dalam satu platform yang bermain di streaming radio, podcast, dan lagu-lagu. Menariknya, saat ini podcast menjadi konten yang paling digemari di Noice,” Adrian menjabarkan.

Noice membuka akses selebar-lebarnya bagi para kreator konten lokal untuk mengisi konten podcast. “Sebanyak 6 ribu-7 ribu konten podcast dan lagu-lagu beredar di Noice. Untuk podcast, genrenya beragam, seperti finance, horor, komedi, dan edukasi,” kata Adrian. Sejumlah kerjasama pun sudah berjalan, di antaranya dengan beberapa podcaster lokal seperti Coki dan Muslim yang kontennya bertajuk Musuh Masyarakat, Uus dan Dicky (Udik), Inez Kristanti dan Melisa Karim (Sex & J City), Dery Firmansyah (Teman Tidur), Ronal Bedu dan Bayu Oktara (Obrolan Lelaki), dan Risa Saraswati (The Podcast). Masih banyak lagi kreator lokal yang akan berkolaborasi bersama Noice.

Dalam kerjasama bisnis konten podcast ini, ada dua skema, yaitu yang diproduksi pembuat konten yang disiarkan Noice, sehingga hak patennya dipegang podcaster, dan konten yang digarap bersama tim Noice dan podcaster. “Dengan demikian, ada dua treatment kontrak yang kami terapkan, yaitu kontrak eksklusif dan non-eksklusif. Jangka waktu kontrak berkisar 3-12 bulan,” ungkap Adrian. Untuk mengembangkan konten, Noice digarap tim yang terdiri dari 15 orang. Sebagian besar awak tim ini menggarap konten, sedangkan sisanya didapuk sebagai penyiar radio.

Saat ini, konten podcast yang paling banyak diproduksi itu dibuat oleh tim Noice yang berkerjasama dengan podcaster. Jumlah konten podcast terus bertambah seiring dengan makin bertambahnya konten.”Saya sudah memberikan penghargaan kepada dua podcaster yang memproduksi lebih dari 50 episode,” kata Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Pancasila, Jakarta (1994) itu.

Adrian optimistis, Noice akan berkembang seiring dengan makin diminatinya radio di kota besar dan perubahan perilaku pendengar yang bergeser ke radio digital. Menurut survei Nielsen, 30-37% radio masih diminati pendengar. Ini menunjukkan kecenderungan naiknya peminat radio dari tahun ke tahun. “Bisnis radio itu masih besar sekali karena pendengar dan komunitasnya sangat banyak. Kalau tidak begitu, MARI tidak akan sebesar sekarang,” katanya.

Pendapatan MARI pada 2018 sebesar Rp 145,20 miliar. Angka ini meningkat Rp 15,16 miliar atau tumbuh 11,66% jika dibandingkan dengan pendapatan tahun 2017 senilai Rp 130,04 miliar. Peningkatan ini terutama dari pendapatan iklan program Rp 91,70 miliar, naik dari Rp 88,66 miliar, dan iklan radio spot yang meningkat 21,81%, dari Rp 47,64 miliar menjadi Rp 58,03. Pada periode itu, laba bersih senilai Rp 34,29 miliar, meningkat 12,16% dari Rp 30,57 miliar. Omset perseroan masih positif di kuartal III tahun lalu dengan membukukan pendapatan Rp 108,34 miliar, naik 4,19% dari periode yang sama tahun sebelumnya (Rp 103,98 miliar). Namun, laba bersih menyusut 5,18% menjadi Rp 23,96 miliar (dari Rp 25,27 miliar).

Selain mengembangkan bisnis radio digital, Adrian berhasil memuluskan langkah perseroan melantai di BEI dan menghimpun dana segar Rp 51 miliar. Sekitar 60% dari dana ini digunakan untuk pengembangan bisnis. Adapun sisanya telah digunakan untuk membayar utang.

Di dunia radio, Adrian mengawali kariernya di PT Radio Prambors (1990-1998) dengan posisi terakhir sebagai direktur produksi. Karier berlanjut di PT JIG Production (1998-1999) dan Radio 5 A Sec-Music City FM (1999-2000). Pada Juni 2000, ia bergabung dengan Grup Mahaka Media sebagai Station Manager Radio One. Kariernya mencapai titik puncak tatkala di tahun 2011 dipercaya pemegang saham sebagai Bos PT Mahaka Media Tbk., bagian dari Grup Mahaka yang didirikan oleh Erick Thohir yang saat ini menjabat sebagai Menteri BUMN. (*)

Andi Hana Mufidah Elmirasari & Vicky Rachman; Riset: Hendi Pradika

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved