Trends Economic Issues

Tingkatkan Perekonomian dari Tata Kelola Energi Baru Terbarukan

Tingkatkan Perekonomian dari Tata Kelola Energi Baru Terbarukan
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM RI Jisman P Hutajulu

Pemerintah melalui sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Energi, mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam memulihkan ekonomi Indonesia yang tertatih melawan Covid-19. Nantinya EBT akan mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil, mengurangi emisi gas rumah kaca dan menciptakan lapangan kerja.

Sektor energi masih menjadi salah satu, andalan penopang ekonomi masyarakat dan negara di tengah kelesuan roda ekonomi dunia akibat hantaman pandemi Covid-19. Pemerintah juga berupaya menciptakan pasar energi terbarukan melalui program renewable energy-based industry development dan renewable energy-based economic development. Program tersebut dirancang untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta mendukung pengembangan ekonomi lokal di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).

Merespons situasi tersebut, Indoposco menggelar webinar bertajuk ‘Energi Bangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi’ (24/11/2021). Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menuturkan, pemerintah terus mendorong terwujudnya ketahanan energi nasional. Dengan menuangkannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014.

Ketahanan energi, menurut Jisman, merupakan suatu kondisi ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau dalam jangka panjang dengan memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup. “Akses kita telah memiliki untuk menjangkau masyarakat tidak hanya di kota, tetapi juga mereka yang berada di pinggiran,” ujar Jisman.

Listrik yang terjangkau oleh masyarakat, akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri dan tidak membebani masyarakat. Selain ada ketersediaan energi, juga harus ramah lingkungan. “Kondisi kelistrikan nasional ada tiga siaga di Bangka, Manokwari dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jisman.

Untuk Bangka, lanjutnya, mengalami pengurangan. Kendati pemerintah tengah menyiapkan kabel laut untuk mensuplai listrik ke Bangka. Yang diperkirakan energi akan bertambah dua kali lipat untuk wilayah Bangka.

Ia menyebut energi listri saat ini ada 73,7 gigawatt dengan kepemilikan oleh PLN 60 atau 43 gigawatt. Untuk jenisnya sendiri ada 50 persen PLTU atau 37 gigawatt, PLTG 28 persen, PLTD 7 persen, EBT 11 persen.

“Untuk rasio elektriikasi 100 persen di 2022, saat ini baru 99,4 persen, kami melaksanakan program bantuan pasang baru listrik (PBL) 450 VA bagi rumah tangga miskin,” ujar Jisman. Ia menuturkan, pertumbuhan listrik saat ini cukup baik. Namun saat awal pandemi 2019 menurun hingga -0,8 persen. Untuk itu, menurut Jisman, pihaknya tengah mengajukan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru. RUPTL 2019 pertumbuhan demand 6,4 persen.

Menurut Jisman, Kementerian ESDM terus mendorong pemanfaatan EBT mencapai 23 persen di 2025 nanti. Untuk meminimalisir penggunaan bateri, maka harus memanfaatkan waduk.dan untuk menurunkan efek rumah kaca maka digunakan batubara dan biogas. “Di RUPTL baru kami tidak ada perencanaan batubara, tidak menjadi opsi lagi,” ucapnya. Lebih jauh dia mengungkapkan, pada RUPTL 2021-2031 ada penambahan 40,6 gigawatt. Diantaranya 10,4 gigawatt dari PLTA, PLTB 59 gigawatt, panas bumi 3,3 gigawatt dan tenaga surya 4,7 gigawatt dan sumber lainnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, defisit neraca dagang disumbang oleh sektor migas. Karena tingkat impor untuk sektor tersebut tinggi. Kendati hingga 2050 nanti Indonesia masih bergantung pada fosil. “Secara paralel EBT harus dikembangkan, tetapi tidak bisa kemudian selamat tinggal fosil,” katanya.

Ia menyebut, target EBT di 2025 mencapai 23 persen. Tentu sisanya 25 persen dari minyak bumi dan batubara 30 persen. Indonesia, menurut dia, memiliki potensi panas bumi yang luar biasa. Kendati, data pemerintah tingkat konsumsi energi di 2050 tertinggi dari fosil.

“Pengembangan EBT harus terus didorong, tapi jangan kemudian percepatan ini langsung meninggalkan fosil. Karena sampai 2050, data pemerintah konsumsi masih besar dari fosil. Ini untuk apa? Agar tidak membebani neraca ekonomi kita,” dia menegaskan.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved