Trends

Tren NFT Harusnya Dibarengi Penguatan Literasi Digital

Tren NFT Harusnya Dibarengi Penguatan Literasi Digital
Ilustrasi NFT (Foto dreamstime.com).
Ilustrasi NFT (Foto dreamstime.com).

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan penting bagi masyarakat untuk merespons tren pemanfaatan teknologi Non-Fungible Token (NFT) yang semakin populer belakangan ini dengan penguatan literasi digital.

“Kementerian Kominfo mengimbau masyarakat untuk dapat merespons tren transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar hukum, serta terus meningkatkan literasi digital agar semakin cakap dalam memanfaatkan teknologi digital secara produktif, dan kondusif,” kata Dedy, Senin (17/1/2022).

NFT belakangan ini menjadi salah satu topik yang cukup banyak dibicarakan warganet di Indonesia sejak seorang pria bernama Ghozali asal Semarang berhasil meraup Rp 13 miliar setelah menjual swafotonya di situs jual-beli NFT OpenSea.

Hal itu kemudian disusul adanya salah satu fenomena di mana terdapat seseorang / forum yang menjual swafoto dengan KTP melalui platform transaksi NFT.

Untuk itu, Dedy juga mengingatkan, platform-platform transaksi NFT untuk memastikan platformnya tidak menyalahi dan melanggar peraturan perundang-undangan yang terkait perlindungan data pribadi, dan lain sebagainya.

“Menyikapi fenomena pemanfaatan teknologi NFT yang semakin populer beberapa waktu terakhir, Kementerian Kominfo mengingatkan para platfom transaksi NFT untuk memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan pelindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual,” tegas dia.

Lebih lanjut, Dedy mengatakan, Menteri Kominfo telah memerintahkan jajaran terkait di Kementerian Kominfo untuk mengawasi kegiatan transaksi NFT yang berjalan di Indonesia, serta melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto.

Adapun UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.

“Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan akses platform bagi pengguna dari Indonesia,” kata Dedy.

“Kementerian Kominfo akan mengambil tindakan tegas dengan melakukan koordinasi bersama Bappebti, Kepolisian, dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk melakukan tindakan hukum bagi pengguna platform transaksi NFT yang menggunakan tersebut untuk melanggar hukum,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menanggapi terkait tren Non Fungible Token (NFT) yang tengah digandrungi masyarakat Indonesia. Menurutnya, NFT rentan digunakan untuk investasi ilegal karena belum ada payung hukum yang jelas.

“Belum ada satupun regulasi di Indonesia maupun negara lain yang mengatur NFT, mulai dari perlindungan hak kekayaan intelektual, soal perpajakan hingga perlindungan terhadap investor,” kata Bhima saat dihubungi Republika, Ahad (16/1/2022).

Karena belum adanya payung hukum, maka NFT rentan digunakan sebagai sarana investasi yang ilegal, bahkan pencucian uang lintas negara. Jadi, investor pun perlu waspada terhadap konsekuensi hukumnya.

Kemudian, ia melanjutkan, NFT merupakan teknologi relatif baru yang mengalami kenaikan valuasi hingga 1,9 miliar dolar AS di platform OpenSea. Teknologinya berdasarkan pada blockchain, sehingga disebut teknologi masa depan. Selain itu, karya yang dipasang di platform NFT memang menghasilkan kenaikan nilai yang fantastis.

“Euforia ini bukankah pertanda bubble atau gelembung ekonomi? Bahkan gambar yang sebenarnya tidak memiliki keunikan atau nilai seni valuasinya sampai triliunan rupiah, itu tidak rasional. Investor perlu memahami risiko volatilitas dari aset NFT sehingga tidak terjebak pada FOMO (Fear of Missing Out) yang merugikan dalam jangka pendek,” kata dia.

Ia menambahkan, edukasi dan literasi mengenai apa itu blockchain maupun NFT sepertinya masih rendah, sehingga euforia ini digunakan oleh masyarakat untuk berharap keuntungan jangka pendek.

Lalu, transaksi jual dan beli NFT menggunakan sarana mata uang kripto yang sampai saat ini belum ada regulasi dari Bank Indonesia. Konteksnya, uang kripto digunakan sebagai alat pembayaran melanggar ketentuan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.

“Kalau beli pakai Ethereum jelas melanggar aturan. Di sini sudah beda konteks kripto sebagai komoditas yang diatur Bappebti dengan kripto sebagai mata uang,” kata Bhima

Sumber: Republika.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved