Management Trends

Triasmitra Berhasil Tuntaskan Kasus Putusnya SKKL

PT Ketrosden Triasmitra (Triasmitra) berhasil menuntaskan kasus putusnya Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) terkena jangkar kapal milik perusahaan swasta yang terjadi pada tanggal 30 November 2017. Meski demikian Triasmitra menyoroti penegakan hukum kasus vandalisme kabel laut yang menghubungkan operator telekomunikasi Jakarta-Bangka-Batam-Bintan-Singapura (B3JS) ini.

Triasmitra telah menemukan fakta bahwa yang menyebabkan putusnya kabel laut adalah akibat tertarik atau terbawa jangkar kapal. Hal ini dapat ditemukan berdasarkan bukti rekaman sistem monitoring marine traffic yang dimiliki Triasmitra.

Bukti ini diperkuat dengan data hasil monitoring berupa hasil pencarian kapal dari aplikasi Dashboard Vessel Serucity yang dimiliki Bakamla yang telah bekerja sama dengan Triasmitra sejak 2017. Melalui aplikasi ini kegiatan pengawasan atau monitoring SKKL dan patroli bersama untuk melakukan sosialisasi di wilayah yang sering terjadi kerusakan kabel laut optik karena terkena jangkar dapat dilakukan. Kerja sama dengan Bakamla ini juga termasuk dalam hal proses tindakan hukum jika terjadi pengrusakan kabel laut.

Untuk diketahui SKKL B3JS sudah terdaftar dan masuk ke dalam Peta Laut atau Peta Hidrografi dan Oseanografi (Peta Hidros). Dengan Peta Hidros menjadi acuan setiap pelayaran, maka setiap kapal yang berlayar ketika mendekati dan memasuki setiap wilayah tertentu di dasar laut yang terdapat SKKL B3JS mereka bisa ketahui. Artinya, kapal dilarang untuk membuang jangkar sembarangan apalagi pada wilayah jalur SKKL yang dapat menyebabkan putusnya SKKL (fiber cut).

“Penyelesaian gugatan ini membuktikan data dari sistem aplikasi monitoring pengamanan SKKL yang merupakan kerja sama dengan Bakamla bisa menjadi bukti kuat untuk melakukan tuntutan pidana maupun perdata bagi Kapal-kapal yang mengabaikan perlindungan SKKL. Pada kasus kami, bukti dari sistem monitoring terlihat keberdaan kapal yang menyebabkan kerusakan kabel laut,” jelas Titus Dondi Patria A., CEO Triasmitra.

Titus berharap pemerintah lebih memperhatikan kondisi SKKL sebagai aset strategis nasional karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Terlebih penetrasi internet sudah tembus 50% dari total penduduk Indonesia, jadi ada 143 juta penduduk sudah terhubung dunia maya sejak 2017. “SKKL bisa dibilang adalah tulang punggung yang menghubungkan Indonesia dengan dunia luar adalah aset strategis nasional. Layaknya aset strategis, tentu harus mendapat perlindungan dan penegakkan hukum maksimal jika ada pihak-pihak yang merusak,” imbuhnya.

Menurutnya, sebagian jaringan SKKL di jalur perairan Indonesia masih tidak terlindungi artinya jika terjadi gangguan terhadap SKKL seperti contoh: fiber cut, dan tidak ada alternatif jalur SKKL yang tersedia mengakibatkan terputusnya komunikasi di area tersebut (blackout).

Penyebab terbesar putusnya jaringan SKKL adalah karena kena jangkar kapal, vandalisme dan aktifitas nelayan. Selain itu, reklamasi belakangan juga terindikasi mengancam keberadaan titik pendaratan SKKL. Akibat yang ditimbulkan bila jalur SKKL Batam ke Singapura putus, maka layanan internet, basis data dari dan ke luar negeri dan SLI serta SMS secara nasional akan terputus juga.

Belum lagi seluruh website yang server-nya berada di Indonesia tidak dapat diakses sehingga kerugian yang timbul di samping dari hilangnya pendapatan seluruh operator yang diperkirakan sebesar Rp 6,8 triliun per bulan, juga para pelanggan yang kehilangan bisnis opportunity, terputusnya informasi dan dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat luas.

Melihat begitu besarnya dampak kerugian akibat putus atau terganggunya SKKL, maka tepat keputusan pemerintah agar aparat penegak hukum dan stakeholder melakukan upaya-upaya bersama untuk meningkatkan perlindungan atas SKKL sehingga dapat berfungsi dengan baik.

“Peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang perlindungan terhadap SKKL baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri sudah cukup memadai. Hal yang dibutuhkan sekarang menjalankan dan menegakkannya secara maksimal,” tegasnya.

Misalnya, penegakan hukum dan proses hukum bila terjadi tindak pidana pengrusakan SKKL seperti vandalisme atau pencurian, illegal anchorage. Dasarnya adalah Pasal 38 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, secara tegas mengatur bahwa: Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.

Ini artinya perbuatan illegal anchorage, kegiatan vandalisme, aktifitas reklamasi yang menyebabkan gangguan atau putusnya SKKL merupakan tindak pidana pelanggaran Pasal 38 UU Telekomunikasi.

Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana yang melanggar Pasal 38 UU Telekomunikasi diatur dalam Pasal 55 yang menetapkan ancaman pidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun, dan atau denda paling banyak Rp 600 juta.

Pelaku tindak pidana pelanggaran Pasal 38 UU Telekomunikasi, juga dapat diancam dengan pidana berdasarkan ketentuan Pasal 406 dan Pasal 408 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan acaman penjara 4 tahun dan Pasal 363 (Pencurian) dengan ancaman penjara 9 tahun.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved