Trends

Mencegah Penyalahgunaan Data Registrasi Kartu Prabayar

Berdasarkan data yang diimiliki ATSI, sebanyak 60 persen pengguna internet mengunggah fotonya di dunia maya. Tak hanya itu, 50 persen dari pengguna internet juga memberikan data berupa tanggal lahir, lalu 46 persen memberikan informasi mengenai email pribadinya. Lebih dari itu, 30 persen pengguna internet juga memberikan informasi alamat rumahnya dan bahkan 24 persennya menuliskan nomor handphone.

Dengan banyaknya data-data yang dipublikasi di internet, sudah pasti sulit untuk dikontrol penggunaan data tersebut. Pengguna internet tak akan pernah tahu imbas dari data-data yang telah mereka publish melalui internet suatu hari nanti.Apalagi yang sempat menghangat menjadi terkait Peraturan Menkominfo No 21 Tahun 2017 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menkominfo No 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

Diperkirakan hingga minggu pertama awal Maret 2018, tercatat sekitar 323 juta kartu SIM yang teregistrasi ulang oleh pemilik dengan dukungan data KK dan KTP.

Sejumlah kalangan menilai celah dalam regulasi dapat memicu kasus penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar. Hal ini diperparah dengan adanya oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan fasilitas di mitra operator yang tersebar di ratusan ribu outlet atau counter dan juga banyaknya data pribadi yang tersebar di dunia maya.

Menurut Merza Fachys, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), data yang beredar dan mengalir yang disimpan operator itu hanya nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK). Karena operator hanya meneruskan dua nomor (NIK dan KK) itu ke database Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk mendapat jawaban bahwa NIK dan KK sesuai atau tidak. “Kalau sesuai, nomor itu benar, maka kami yakini orang ini orang yang benar,” kata Merza.

Bila ada penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar, menurut Merza, setelah ditelusuri ada ibu-ibu yang minta dibantu meregistrasi kartunya di outlet. “Kemudian ada orang datang, minta didaftarkan juga, akhirnya menggunakan data ibu yang tadi. Kemudian begitu terus, berulang-ulang. Nah, kebocoran data hanya bisa terjadi jika nama-nama keluar dari database Dukcapil. Padahal Dukcapil bilang, proteksinya sudah setengah mati,” tegas Merza.

Menurut Ahmad M. Ramli, Ketut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang terjadi adalah penyalahgunaan data kependudukan oleh oknum untuk melakukan registrasi ulang nomor seluler. Seluruh data kependudukan aman karena Kementerian Dalam Negeri mempunyai SOP yang ketat untuk melindunginya, selain itu operator memiliki ISO 270001.

Untuk mencegah kasus serupa, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menggandeng Bareskrim Polri untuk melakukan penelitian terhadap kasus yang terjadi di masyarakat. Langkah itu dilakukan sejalan dengan upaya pembersihan (cleansing) data kartu prabayar yang sudah teregistrasi.

Ia menambahkan penyalahgunaan data bisa saja terjadi karena banyak pihak yang memberikan data-data terkait dengan pembelian atau pengajuan kredit. “Langkah pertama pencegahan yang dilakukan BRTI adalah meng-unreg nomor yang diketahui tidak sesuai,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved