Management Trends zkumparan

Usaha Indonesia Percepat Pembangunan Infrastruktur

Usaha Indonesia Percepat Pembangunan Infrastruktur

Sumber foto: www.antaranews.com (ANTARA/Sigid Kurniawan)

Berdasarkan hasil Indeks Daya Saing Global Indonesia (GCI) tahun 2017-2018, Indonesia menempati posisi ke-36, atau terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya.

Arie Setiadi Moerwanto, selaku Dirjen Bina Warga Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, menyampaikan, pencapaian target PUPR dalam seminar Rembuknas 2017 di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta Pusat (23/10). “Kita mampu bersaing dengan negara tetangga, Kementrian PUPR mendapat tanggung jawab cukup berat bukan dalam mewujudkan infrastruktur dan konektivtas, gencarnya pembangunan ini bukan untuk kemewahan tapi untuk mengejar ketertinggalan,” ujarnya.

Salah satu sasaran output infrastruktur PUPR adalah konektivitas adalah dengan menargetkan 1.000 Km pembangunan jalan tol dari pihak pemerintah dan swasta, 30 km pembangunan jembatan, dan 2.650 km pembangunan jalan baru. “Dari total yang ditargetkan 1.000 Km hingga 2017 ini kami realisasikan 568Kkm. Jadi di 2019 kami akan realisasikan 1.852 Km, hampir semua bisa kita realisasikan. Intinya adalah, bagaiamana kita mengoptimalkan potensi yang ada di masyarakat. Pembangunan tol dipercepat, jembatan, dan jalan-jalan baru. Kritiknya adalah bagaiamana kita mempercepat pengembalian uang,” jelasnya.

Besarnya total dana infrastruktur yang menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kebutuhan anggaran pembiayaan program pembangunan infrastruktur dalam kurun lima tahun ini mencapai Rp 5.500 triliun. Secara fisik pembangunan terpampang nyata, namun pandangan lain datang dari perwakilan Dandung Sri Harninto, Wakil Ketua Komite Tetap Pengmbangan SDM Infrastrutur Bidang Konstruksi dan Infrastruktur. “Rancangan infrastruktur pemerintah sudah tidak perlu didorong lagi, apa yang direncanakan sudah sangat luar biasa. Pertanyaannya adalah how to bulid? Percepatan infrastruktur dengan dana yang sangat besar belum mempengarui pertumbuhan ekonomi masih biasa saja,” tambahnya.

Sebagai contoh, kebutuhan aspal sebesar 1,2 jt pertahun, 20% dipenuhi lokal dan 80% impor industri dalam negeri masih belum sanggup. Kebutuhan pengadaan besi hanya sanggup memenuhi 40% lokal dan 60% impor. “Komponen impor luar biasa, itu menjadi gambaran kondisi industri belum sanggup memback up seluruh infrastruktur kita yang dananya mencapai Rp5.500 triliun, laju ekonomi biasa saja, Dengan investasi dengan sangat besarnya ini siapa sih yang menikmati ini, output input Apakah kembali ke negeri sendiri atau ke negara lain, ini sama saja,” ungkap Dandung.

Menanggapi hal tersebut, Arief menyarankan agar pelaku usaha lokal lebih mengedepankan kemampuan spesialis untuk alat-alat tertentu yang dibutuhkan. “Kita dorong wajibkan banyak, tapi suplainya tidak ada, ini sedang kami perbaiki. Hal ini tidak berlaku di semua sektor, katakanlah semen kita over produksi. Kalo aspal kita benarkan karena kondisi minyak bumi kita sedang turun, sementara saat ini yang sedang kita dorong adalah aspal buton,” ujarnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved