Technology Trends

Wallex Gaet UMKM untuk Dorong Bisnis

Jody Ong Co-Founder and CEO (kiri) dan Hiroyuki Kiga – Co-Founder and COO Wallex (kanan)

Wallex Technologies, perusahaan rintisan teknologi keuangan, meningkatkan pasarnya di wilayah regional. Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura ini, fokus sebagai perusahaan pembayaran lintas batas nilai tukar uang yang berfokus di B2B.

Dalam wawancara khusus dengan SWA Online melalui aplikasi Zoom (17/06/2020), Hiroyuki Kiga – Co-founder and COO Wallex mengungkapkan, saat ini pengguna Wallex didominasi oleh UMKM yang melakukan pembayaran untuk transaksi ekspor mereka di luar negeri. Wallex resmi hadir di pasar Indonesia sejak bulan November 2018, setelah menerima Lisensi Pengiriman Uang dari Bank Indonesia dan Otoritas Moneter Singapura.

Pria yang akrab disapa Hiro ini mengatakan tantangan UMKM saat ini, proses pengiriman uang di Indonesia masih sangat manual, dan tarifnya mungkin tidak kompetitif. Ada beberapa mata uang yang tidak ditawarkan bank di Indonesia. “Kami merampingkan segalanya dan menghadirkan pengalaman itu secara online. Inilah mengapa, ini bekerja sangat baik selama pandemi ini karena Anda tidak perlu pergi ke bank untuk melakukan pembayaran di luar negeri,”jelasnya.

Dengan layanan terintegrasi dan online, menjadi keunggulan Wallex, menghadirkan pengalaman pembayaran internasional secara online, serta menawarkan kepada pengguna kurs Valas yang kompetitif. “Pada awalnya, solusi kami tampaknya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan bagi pasar Indonesia. Jenis solusi ini tidak pernah ada sebelumnya. Orang-orang masih harus pergi ke penukar uang dan bank,” ujarnya.

Hiro beralasan bahwa ada banyak perusahaan pengiriman uang di Indonesia, tetapi mereka semua fokus pada pembayaran TKI (tenaga kerja Indonesia), jadi tidak banyak orang yang melakukan outbond, dan untuk UMKM. “Kami memiliki klien yang mengimpor barang dari Thailand, dan bank-bank Indonesia tidak menawarkan Baht Thailand. Jadi yang dilakukan orang ini adalah, ia akan mentransfer dari akun Indonesia-nya ke Singapura, dan kemudian Singapura ke Thailand,” tuturnya.

Seluruh proses ini tidak efisien dan lebih mahal untuk orang ini. Sekarang mereka sudah terhubung dengan Wallex, dan mereka dapat mengirim IDR ke Baht secara langsung. “Selama pandemi ini, kami juga membantu klien yang ingin mengimpor produk medis dari Vietnam. Bank-bank di sini tidak menawarkan konversi VND ke IDR. Tapi Wallex melakukannya,” terangnya.

Platform online Wallex sengaja didesain secara praktis, sehingga setiap pelanggan dapat mengunci kurs, melakukan instruksi pembayaran, serta mengunggah dokumen-dokumen transaksi dalam satu platform yang terintegrasi. Platform Wallex juga dilengkapi dengan fitur-fitur menarik, seperti scheduled payment, dimana pelanggan dapat mengatur jadwal pembayaran secara teratur.

Wallex memberikan layanan yang terjangkau dan transparan, dengan menyediakan 40 mata uang dan dapat memproses pembayaran ke lebih dari 180 negara. Proses pembayaran dapat dilakukan secara online, 24 jam sehari, dan akan diterima dalam waktu 1-3 hari. Berbeda dari perusahaan transfer dana lainnya, perusahaan asal Singapura ini memberlakukan biaya layanan flathanya sebesar Rp 100.000 per transaksi.

Jody Ong Co-founder and CEO lebih lanjut menerangkan, produk utama yang ditawarkan Wallex kepada pelanggan Indonesia tentu saja pembayaran lintas batas yang paling banyak digunakan. Dalam pengalamannya menangan klien di Indonesia, UMKM dalam menggunakannya Wallex, semuanya memiliki sifat transaksi berulang. Contohnya resto Marugame Udon, setiap bulan mereka harus melakukan pembayaran ke Jepang.

“Lalu sebelumnya, kami memiliki klien agen perjalanan yang menggunakan kami untuk membayar pemesanan hotel di luar negeri. Saya tidak bisa menunjukkan dengan tepat sektor yang memiliki volume sangat tinggi, karena semuanya sangat konsisten,” kata Jody.

Hiro dan Jody, bersama tim

Ia menjelaskan bahwa salah satu sektor utama yang menggunakan Wallex adalah platform pinjaman peer-to-peer. Menurutnya, banyak orang tidak tahu dana pinjaman itu, banyak juga uangnya dari negara lain dikirim ke platform P2P, untuk dibagikan kepada peminjam di Indonesia. “Platform P2P seperti Akulaku misalnya, menerima pinjaman US$ atau Euro, dan kemudian mengkonversikannya ke IDR untuk peminjam Indonesia. Kami membantu mereka mengonversi dari USD$ke IDR dan sebaliknya,” ia mencontohkan.

Apakah pandemi tersebut memengaruhi kinerja bisnis Wallex? Hiro mengamini, tentu saja pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi bisnis perusahaan. “Meskipun, saya melihat ada satu langkah strategis yang menguntungkan kami yaitu Wallex tidak melayani industri tertentu, kami mendiversifikasi klien kami. Tentu saja beberapa klien kami telah terpengaruh, beberapa tidak, dan beberapa sedang tumbuh. Jadi tidak apa-apa,” jelasnya.

Hiro menegaskan kondisi pandemi ini tidak mendorong manajemen melakukan perubahan strategi bisnis. “Kami masih menargetkan UMKM, meluncurkan produk yang akan membantu UMKM tumbuh, seperti nilai tukar mata uang asing yang lebih terspesialisasi,” tambahnya. Perubahan hanya di strategi penjualan, sebelumnya, ada banyak penjualan offline, dan sekarang Wallex lebih mendorong digital marketing dan sales.

Hiro mengataka di negara-negara tempat Wallex memiliki lisensi; Singapura, Indonesia, dan sekarang Hong Kong berfokus pada UMKM. Di Indonesia, ada sekitar 62 juta UMKM, lanjutnya, hampir 95% dari itu adalah perusahaan yang benar-benar mikro, warung dan toko-toko atau UKM tapi Wallex tidak menyasar segmen itu.

“Segmen kami lebih ke kelas menengah dan lebih besar dan bahkan perusahaan besar juga, yang melakukan pembayaran di luar negeri. Sebagai contoh, Ismaya Group dan Marugame menggunakan kami. Beberapa perusahaan perjalanan yang lebih terkemuka juga menggunakan kami. Dan kami memiliki banyak startup juga,” katanya.

Apa rencana untuk mengantisipasi normal baru? Menurut Hiro tim penjualan akan menyusun strategi berdasarkan bagaimana pemerintah berencana untuk membuka kembali perekonomian. Di Indonesia, Wallex akan melakukan pemindaian sektor terhadap industri yang mulai bergerak, yang mulai pulih, mengimpor, membeli barang, dan kemudian pihaknya akan mulai menargetkan akuisisi pelanggan dari sana. Tanpa menyebut targetnya, itu merupakan cara Wallex untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan.

“New normal adalah dengan menjadi digital, UMKM juga akan menjadi digital, jadi kami berharap bahwa akuisisi online akan menjadi lebih efektif dalam beberapa bulan mendatang. Ada sedikit peretasan yang dapat kita lakukan di sini dan di sana untuk memanfaatkan apa yang tersedia secara online,” kata Hiro.

Jody menambahkan, jika kita berparalel dengan apa yang terjadi pada tahun 2004, selama krisis SARS, ingatan orang cukup singkat. Dan jika kita melihat apa yang terjadi di AS, dan ini sangat mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia, kebiasaan konsumen mulai kembali.

Mungkin ada campuran orang yang agak enggan mengambil risiko, tapi ia yakin akan ada mayoritas orang yang akan kembali ke kebiasaan lama. Permintaan konsumen akan meningkat, mal mulai terbuka, bahwa angka dan volume dalam pendapatnya sebenarnya adalah bola kristal yang bagus untuk melihat bahwa pemulihan mulai datang.

“Kami menjadi sangat pandai mengirim uang, sekarang kami ingin pandai mengumpulkan uang,” katanya. Maksudnya, jika Anda mengekspor kopi ke Eropa atau AS, atau berjualan melalui Amazon Jepang, dan kemudian Anda ingin mengumpulkan dana itu. Saat ini, mungkin salah satu solusi pembayarannya melalui PayPal. Tetapi PayPal lebih mahal, bisa 4-5% biayanya per transaksi, jika menggunakan Paypal artinya Anda kehilangan banyak nilai tukar dan kehilangan banyak pada biaya.

“Jadi yang kami coba bangun adalah bahwa kami menawarkan layanan pengumpulan Euro, atau layanan pengumpulan US$ di negara-negara ini, dan kami membantu mengembalikan uang itu. Jadi sekarang alih-alih membantu importir, kami ingin membantu eksportir. Kami akan luncurkan tahun ini di kuartal 3,” ujarnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved