Management Trends

Wisuda STIE IBS Jakarta Diadakan Hybrid dengan Prokes Ketat

Wisuda STIE IBS Jakarta Diadakan Hybrid dengan Prokes Ketat
Sejak STIE IBS berdiri tahun 2004, telah menghasilkan lulusan Strata 1 pertama kalinya tahun 2008 hingga lulusan yang ke14 tahun 2021 ini seluruhnya berjumlah 2.388 orang (Foto: ist)

Untuk kedua kalinya, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School (STIE – IBS) Jakarta menggelar wisuda secara offline dan online melalui aplikasi Zoom (20/11/2021). Keluarga, orangtua, atau pendamping wisudawan/wisudawati bisa ikut menyaksikan prosesi wisuda Live Streaming melalui channel YouTube Indonesia Banking School.

Menurut Ketua Senat STIE – IBS Prof Dr. Djokosantoso Moeljono, IBS kembali mengelar wisuda secara hybrid (offline dan online) karena mengedepankan prinsip keselamatan dan perlindungan bagi segenap civitas akademika dan tenaga kependidikan. Peserta yang hadir hanya perwakilan wisudawan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan (prokes) ketat dalam upaya pencegahan penularan Covid-19 di ruang Auditorium Rachmat Saleh LPPI Kemang, Jakarta Selatan. Wisudawan duduk di barisan depan dengan jarak minimal satu meter serta diwajibkan menggunakan masker dan mematuhi protokol kesehatan.

Ketua STIE-IBS Dr. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, SH.,LL.M. menyampaikan bahwa sejak STIE IBS berdiri pada tahun 2004, telah menghasilkan lulusan Strata 1 pertama kalinya tahun 2008 hingga lulusan yang ke14 tahun 2021 ini seluruhnya berjumlah 2.388 orang. Tahun 2021 ini seluruhnya berjumlah 317 orang, termasuk strata 2 dari berbagai kota di luar pulau Jawa, mulai dari ujung timur Indonesia, yaitu Kupang, Waingapu, Maumere, Gorontalo, Baubau, Bandar Lampung, Bangka, dan Natuna.

Menurut dia, seiring dengan program prioritas Pemerintah Indonesia Maju yaitu ‘Membangun SDM Unggul‘, maka Indonesia Banking School terus bertransformasi untuk mem-fokuskan mencetak lulusan-lulusan IBS yang dapat memenuhi tuntutan tersebut, sehingga IBS dapat berkontribusi nyata terhadap peningkatan produktivitas kerja nasional dalam rangka berkompetisi di kancah regional dan internasional.

“Kami tetap menyelenggaraakan wisuda ini sebagai bentuk komitmen IBS untuk melepas para mahasiswa yang telah berhasil menuntaskan perkuliahannya dan akan terjun ke masyarakat untuk mengabdi bagi negeri. Secara rata-rata lulusan STIE IBS ratio langsung bekerja setelah lulus atau di bawah masa tunggu 3 bulan hampir mencapai 90%. Lulusan STIE IBS menyebar ke segala penjuru baik di dalam dan luar negeri,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Agus Setyo Budi, M.Sc selaku Kepala LLDIKTI Wilayah III Provinsi DKI Jakarta, berpesan kepada wisudawan/ti untuk terus belajar, never stop learning, kesuksesan karir tidak datang dalam sekejap mata, teruslah mencari peluang di berbagai bidang ilmu.

Dikatakannya, perjalanan bangsa sedang menuju pencapai cita-citanya. Hal ini membutuhkan kekuatan dan kemampuan dari segenap generasi muda dan seluruh komponen masyarakat di Indonesia. Gejolak global telah menghadirkan sebuah tantangan besar untuk dicari jawabannya.

Karena itu dia berharap IBS sebagai perguruan tinggi pengembang iptek untuk meningkatkan kapasitasnya dalam berinovasi dalam berpartisipasi dalam memperkokoh bangsa. “Selamat kepada para wisudawan, semoga ilmu yang didapat di bangku kuliah dapat bermanfaat bagi diri sendiri, bagi masyarakat, bangsa dan negara,” kata dia.

Sementara itu, Dr. (HC). Ir., H. Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangungan Nasional (BAPENNAS) dalam sambutan utamanya menyampaikan, peranan dunia perbankan sangatlah penting karena memberikan arah sebagai pemain utama dalam mengembangkan dan mendorong ekonomi Indonesia ke depan.

Dalam 12 tahun terakhir, perekonomian Indonesia cenderung tumbuh di bawah potensialnya. Banyak alasan yang menjadi penyebabnya. “Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa mengapa kita masih lower midle income, salah satunya adalah tingkat produktivas kita yang masih rendah,” jelas Menteri Suharso.

Tingkat produktivitas yang masih rendah ini masih menjadi suatu isu dalam 30 tahun dan kita tidak pernah loncat dalam tingkat produktivitas. Penyebab rendahnya produktivitas karena jarang sekali mahasiswa diajarkan total factor productivity (TFP).

“Padahal ini penting untuk mendorong capital dalam pertumbuhan ekonomi. Regulasi kita masih tertinggal. Ekonomi dunia sudah berubah dipimpin oleh destruksi teknologi dan model bisnis sudah berubah begitu juga dengan model finance sudah berubah. Permintaan sumber daya manusia juga berubah. Butuh upscaling dari SDM untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil,” uncap Menteri Suharso.

Seharso juga menekankan bahwa kemajuan sebuah negara ditentukan oleh tingkat kompleksitas ekonominya. Oleh karena itu, makin tinggi tingkat kompleksitas ekonominya, maka negara itu makin baik.

Sayangnya, Indonesia memiliki tingkat kompleksitas ekonomi yang sangat rendah. Bahkan, di Asia saja sangat rendah. “Kompleksitas itu didorong oleh inovasi. Sayangnya, inovasi kita masih rendah. Semoga para banker aware soal ini. Oleh karena itu, penting untuk fokus pada Human Capital Index, bukan lagi Human Development Index,” ujar Suharso.

Orasi ilmiah dengan tema ‘Memasuki Era Transformasi ekonomi dalam Era Digital’ disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, SE, MBA. Dalam orasinya, dia menegaskan bahwa pandemi Covid-19 telah melebarkan ketimpangan di kelompok yang paling rentan, seperti anak muda dan perempuan, termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Antara lain, karena kehilangan pendapatan atau kehilangan pekerjaan, termasuk kesulitan menjalankan bisnis bagi UMKM.

“Selain ketimpangan ekonomi pada kelompok yang paling rentan, ada juga sejumlah tantangan yang harus dihadapi di masa pandemi, seperti privasi data, praktik peminjaman online, hingga kesulitan akses ke infrastruktur digital,” ucap Dody. Untuk menghadapi hal itu, lanjutnya, Indonesia perlu fokus pada keuangan digital dan inklusi keuangan. Indonesia juga harus mampu menjadi ekonomi yang produktif, sustainable, dan inklusif. “Itu semua tergantung bagaimana kita memanfaatkan digitalisasi,” kata Dody

Di dalam langkah pengembangan ekonomi digital, maka Bank Indonesia harus turut berperan dalam menerapkan ekosistem keuangan digital yang kondusif dan akseleratif. “Untuk itu, kami punya blue print yang berbasis digital untuk menavigasi perkembangan ekonomi digital,” ucapnya.

Lebih jauh ia menuturkan, ada lima pilar dalam blue print tersebut, yakni mendorong inklusi keuangan, mendukung digitalisasi perbankan melalui open banking, perlu adanya jaminan interlinkage antara fintech dan perbankan guna hindari kasus zero banking, menyeimbangkan antara inovasi dengan stabilitas, dan menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi digital.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved