Trends Economic Issues

YLKI Gelar Diskusi Publik Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran

YLKI Gelar Diskusi Publik Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran
Pengendalian BBM subsidi menjadi pilihan yang masuk akal agar lebih tepat sasaran

Sejak 10 Juli lalu, PT Pertamina (Perseo) resmi menaikkan harga BBM non subsidi untuk jenis BBM Pertamax Turbo, Dexlite serta Pertamina Dex. Tak hanya BBM, pada waktu bersamaan pemerintah juga menaikkan harga Liquified Petroleum Gas (LPG).

Pengendalian BBM subsidi menjadi pilihan yang masuk akal agar menjadi lebih tepat sasaran untuk masyarakat tidak mampu. Pun begitu ada beberapa hal yang menjadi perhatian para pemangku kepentingan guna mengatur subsidi BBM agar tepat sasaran.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menggelar diskusi publik terkait Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta, (8/11/2022). Diskusi yang digelar secara daring ini diikuti oleh Tulus Abadi (Ketua Pengurus Harian YLKI), Luckmi Purwandari (Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tutuka Ariadji (Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi), dan Syafrin Liputo (Kepala Dinas Pehubungan DKI Jakarta).

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, banyaknya penggunaan BBM subsidi yang di alokasikan khususnya di DKI Jakarta membuat YLKI konsen agar pengunaan BBM subsidi harus tepat sasaran.

“YLKI t konsen berbicara mengenai konsumen, khususnya dalam penggunaan BBM bersubsidi. Karena banyak sekali alokasi BBM subsidi di DKI Jakarta,” ujar Tulus. Menurutnya, dengan merunjuk pada UU 30 Tahun 2017 tentang Energi menegaskan subsidi energi itu adalah hak masyarakat yang tidak mampu. Namun penggunaan BBM subsidi 20 persennya adalah masyarakat yang mampu.

Salain itu, mobilitas kendaraan bermotor turut mengambil peran dalam penyebaran polusi udara hingga polusi suara merata keseluruh DKI Jakarta.

Berdasarkan data dari KLHK, tercatat indeks polusi udara terjadi penurunan setelah terjadinya kenaikan BBM subsidi pada September lalu. Direktur Pengendalian Pencemaran Udara (KLHK) Luckmi Purwandari mengatakan, “Pemantauan polusi udara mencatat dari September setelah kenaikan BBM, kualitas udara membaik, nilainya (polusi udara) menurun kami sudah menyiapkan datanya, namun belum memiliki berapa persen turunnya”.

Oleh karena itu Kepala Dishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengimbau masyarakat dapat menggunakan kendaraan umum agar pemerintah dapat menghemat anggaran untuk mensubsidi BBM. “Sehingga kami mengimbau upaya masyarakat menggunakan transportasi umum)agar pemerintah dapat menghemat subsidi BBM yang kapasitasnya cukup besar pada tahun-tahun lalu,” ujar Syafrin.

Selama ini, masyarakat sering salah kaprah, dengan membeli BBM yang lebih murah, tapi penghematannya tidak signifikan. Sedangkan dampaknya justru bisa lebih besar. Jadi masyarakat sebenarnya merugi, karena harus mengeluarkan biaya maintenance yang lebih tinggi

Di sisi lain, ada fenomena kesadaran di kalangan generasi muda, bahwa BBM bersubsidi akan merusak mesin, sehingga mereka lebih memilih menggunakan BBM yang lebih bagus, seperti Petramaks.

Pemerintah didorong lebih konsisten dalam kebijakannya, misalnya dalam migrasi ke BBG. Penggunaan BBG itu bagus, ORGANDA mendukung, tapi pemerintah sendiri tidak konsisten. Sehingga jangan sampai diplesetkan bahwa BBG adalah : bolak balik gagal. BBG memang lebih efisien dan lebih ramah lingkungan;

Sesungguhnya, BBM bersubsidi punya dua dimensi, adil secara ekonomi dan adil secara ekologis. Jika merujuk pad UU tentang Energi, maka subsidi energi peruntukannya adalah untuk asyarakat tidak mampu. Jadi jika BBM bersubsidi mayoritas digunakan oleh pemilik kendaraan bermotor, maka ini bentuk ketidakadilan dari sisi ekonomi. Dari sisi ekologis, BBM bersubsidi adalah bentuk ketidakadilan ekologis, sebab yang berhak atas subsidi energi adalah energi baru terbarukan, bukan energi fosil seperti BBM, apalagi BBM dengan kadar oktan yang rendah;

Disarankan agar pemerintah mengembangkan transportasi umum yang baik, nyaman, murah, sehingga ketika terjadi migrasi dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum masal, akan menekan tingkat polusi di kota kota besar, khususnya Jakarta;

Selain itu, harus ada kebijakan berupa insentif dan disinsentif bagi warga. Sebagai contoh, bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, maka bisa dikenakan tarif parkir progresif dan lebih mahal. Hal ini sudah mulai diujicobakan di Jakarta. Daerah lain bisa menerapkan hal yang sama.

Saat ini, upaya pemerintah untuk mempromosikan kendaraan listrik, belum cukup efektif untuk mengurangi polusi di Jakarta. Penyebabnya, jumlahnya masih minimalis, dibanding jumlah kendaraan bermotor yang berbasis bensin. Oleh karena itu, yang mendesak untuk mengurangi polusi di Jakarta adalah migrasi ke angkutan umum, dan mengganti /menggunakan bahan bakar yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved