zkumparan News

Rahasia Sukses Diaspora Indonesia Berbisnis Kuliner

Sejumlah chef dan pebisnis kuliner yang hadir sebagai pembicara di Indonesia Gastronomy Forum di Hotel Aryaduta Jakarta, berekspansi ke beberapa negara lain demi mengharumkan nama Indonesia.

Meskipun ada sejarah pernah dijajah Belanda sejak zaman kolonialisme dulu, namun tidak menyurutkan para pemilik restoran ini untuk mendirikan bisnis kulinernya di Negeri Kincir Angin itu. Pada gilirannya, makanan Indonesia sudah tidak asing lagi bagi penduduk Belanda.

Dalam konferensi yang bertajuk “We Will Thrive!” ini, para pembicara berbagi pengalaman mereka dalam mengelola restoran dan tantangan yang dihadapi dalam mendirikan restoran khas Indonesia di luar negeri, yang pada umumnya membutuhkan 3O yakni Otak, Otot, dan Ongkos yang tidak sedikit.

Agus Hermawan selaku pemilik Ron Gastrobar Indonesia di Amsterdam, menjelaskan, sejauh pengalamannya sukses mengembangkan restoran di Belanda, ternyata resep ampuhnya adalah belajar dari kesalahan orang lain dan diri sendiri. Selain itu, ia melihat apa yang dibutuhkan market di sana.

Ketika semua orang di sana sudah berjualan daging, ia akan cari hal yang berbeda dan membawa masakan Indonesia ke level selanjutnya dengan penawaran harga yang terbaik. Menu makanan juga disesuaikan dengan lidah penduduk di negara tersebut. Restoran tentunya tidak boleh fokus kepada makanan yang disajikan saja, namun hospitality dan ambiance juga haruslah menjadi satu kelengkapan. Selain itu, para pemilik harus jeli membaca peluang jangka panjang apa saja yang akan terjadi yang dibarengi dengan kegiatan marketing yang rutin. Contoh, dengan mengetahui kapan hari Kemerdekaan Nasional negara lain berlangsung. Usahakan, kalau di awal-awal ingin membuka restoran di luar negeri, kiranya untuk aktif di berbagai kanal media sosial terlebih dahulu agar bisa dikenali oleh masyarakat di sana.

Terkait SDM yang bekerja di restoran tersebut, ia menggunakan tenaga orang lokal di negara itu atau dengan menggunakan tenaga Indonesia. “Keberhasilan terbesar dalam membuat kuliner Indonesia konsisten itu didasari pada pelatihan dan standar yang diberikan oleh pemilik restoran tersebut. Jika belum mencapai standar yang diinginkan, perlu pendampingan lebih lanjut agar masakan yang dibuat dapat mencapai standar yang diinginkan oleh pemilik,” ungkap dia.

Kunci keberhasilam dalam memasak masakan Indonesia adalah adalah berani, sabar, dan cinta. Terkait dengan siapa yang memasak masakan tersebut, nantinya akan bergantung pada siapa yang mendidiknya, karena terkadang orang luar negeri jika diajarkan memasak masakan Indonesia, maka mereka bisa lebih baik dari orang Indonesia itu sendiri.

Lalu, Nina S. Hanafi, pemilik restoran Djakarta Bali di Perancis yang sudah berkecimpung 35 tahun pun menambahkan, di negara Menara Eiffel itu sudah ada sekitar 18 ribu restoran, namun hanya ada empat restoran asal Indonesia. Sisanya, banyak sekali restoran Thailand, India, dan Jepang yang sudah masuk dalam sendi kehidupan masyarakat di sana. “Kita harus terus melakukan promosi terhadap restoran dan makanan yang kita tawarkan agar dapat memperpanjang life cycle dari bisnis ini. Contohnya melalui aktivitas yang diselenggarakan oleh public relations, promosi di media sosial, promosi media konvensional, dan penggunaan Search Engine Optimisation (SEO) itu sangat relevan di era digital sekarang. Selain itu, haruslah rajin dalam membuat event agar bisa disorot oleh media sebagai upaya dalam meningkatkan brand awareness,” papar Nina.

Nina berpendapat, khususnya bagi pemiliki bisnis kuliner, untuk dapat membuat target pasar yang lebih luas jangkauannya, seperti dari usia muda hingga usia tua untuk meningkatkan trafik terlebih dahulu, tapi tetap masuk akal dengan konsep yang dibuat. Harga juga harus konsisten dari awal dan harus memiliki misi untuk memperkenalkan makanan Indonesia pada awalnya. “Makanan Indonesia adalah aset yang kaya dan besar, jangan berkecil hati jika masih belum ada yang mengenalnya. Kita sebagai bangsa Indonesia yang harus memperlakukan makanan itu sebagai luxury brand, bahkan kalau bisa hingga menjadi gaya hidup bagi orang diluar sana. Penting juga bagi diaspora Indonesia untuk bisa membantu dalam memperkenalkan restoran Indonesia di sana. Imajinasi orang luar negeri terhadap Indonesia itu adalah seperti paradise. Di sana, setiap pengunjung yang datang ke restoran kami, mereka akan merasakan suasana aroma menyan khas Indonesia, alunan musik gamelan, dan dekorasi dengan ciri khas Indonesia, jadi mereka akan merasakan suasana bagaikan di Indonesia pada umumnya.”

Wijono Purnomo, pemilik Yono’s Indonesia Fine Dining di Amerika Serikat, menuturkan bahwa selama 42 tahun ia berkecimpung di bidang kuliner, adanya kegagalan bukanlah sebuah pilihan, intinya pantang menyerah dan rutin melakukan evaluasi. Amerika merupakan negara yang penuh dengan kesempatan, namun tenaga kerja yang berkompeten sangatlah sulit dicari.

“Perlu juga para pebisnis kuliner Tanah Air agar dapat mengembangkan dirinya ke dalam organisasi dan selalu berpikir ‘out of the box’. Pemilik juga harus banyak mendengarkan dan pandai memecahkan masalah yang dihadapi. Indonesia merupakan negara yang memiliki masakan yang beragam dan kaya rasa. Melakukan promosi yang tepat juga merupakan suatu keharusan dalam memperkenalkan masakan Indonesia disana,” ujar Wijono.

Lain cerita David Tjoe, pemilik Ubud Indonesian Restaurant di Australia. Ia memaparkan pengalaman bisnis kuliner yang ia jalani hingga sekarang. Ia memilih untuk membuka restorannya hanya pada malam hari guna untuk memotong biaya yang tidak efektif serta agar dapat memaksimalkan pertumbuhan bisnis yang optimal. “Meskipun bahan baku masakan asli Indonesia di sana mahal, kami terus menggunakan bahan masakan tersebut agar dapat menghargai produk asli Indonesia dan terus berkontribusi bagi perekonomian Indonesia,” ujar dia.

Adapun pembicara terakhir yakni Alicia Martino, pemilik Sendok Grapu Restaurant di Australia,menuturkan, aktivitas marketing sangatlah berdampak bagi keberlangsungan bisnis yang sedang dijalani. Selain itu, perlunya tim khusus dalam menangani marketing tersebut agar dapat berjalan dengan baik.

“Untuk menciptakan makanan yang otentik, maka saya ciptakan ambience restoran yang baik agar menyatu dengan makanan yang ditawarkan. Saya tidak akan mengubah resep utama dari masakannya jika hanya semata-mata untuk menghindari mereka kapok. Tapi kita ceritakan di dalam menu mengenai latarbelakang makanan dan ulasan rasanya. Diperlukan juga tim Marketing Communication dalam melakukan pemasaran yang lebih luas lagi agar bisnis yang dijalani bisa semakin dikenal dan bertumbuh dengan pesat,” ujar Alicia.

Editor: Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved