Youngster Inc. Entrepreneur zkumparan

Ary Budiman Dari Migas ke Memorabilia

Ary Budiman Dari Migas ke Memorabilia
Ary Budiman, pemilik dan pendiri Rock Nation
Ary Budiman, pemilik dan pendiri Rock Nation, toko merchandise grup musik dalam dan luar negeri.

Keluar dari pekerjaan mapan di BUMN minyak dan gas untuk berbisnis sendiri membuka toko merchandise. Itulah yang dilakukan Ary Budiman (30 tahun), pemilik dan pendiri Rock Nation, toko merchandise grup musik dalam dan luar negeri. Tokonya menjual cenderamata dari semua genre musik dari seluruh dunia. Dari musisi asing ada The Beatles, Michael Jackson, Madonna, Taylor Swift, Metalica, Black Sabbath, Nirvana, dan Bad Religion. Sementara dari grup lokal ada Efek Rumah Kaca, Sore, The Upstairs, Koil, serta Dead Squad. Per bulan, di hari-hari biasa Ary mampu menjual 1.000 piece cenderamata dan penjualannya bisa dua kali lipat saat Idul Fitri serta Natal.

Sebelum usaha sendiri, Ary yang lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung, 2013 ini hobi mengumpulkan cenderamata grup musik dunia. Setelah jadi sarjana ekonomi, ia bekerja di bagian akuntansi salah satu BUMN migas, sembari tetap menuruti hobinya yang dilakukan sejak mahasiswa: membeli kaus grup musik.

Saat masih mahasiswa, tahun 2012 Ary sudah punya 200-an kaus dan akhirnya mulai menjual sebagian kaus itu karena banyak yang tak terpakai. Langkah penting terjadi di penghujung 2013. Ia mulai membuat website, mengontak vendor kaus, dan mengimpornya. “Saya lakukan ini semua sembari menjadi karyawan di BUMN migas itu. Kerja packing hingga pukul 10 malam,” kata CEO PT Memorabilia Musik Indonesia (Rock Nation) ini mengenang.

Bisnis Ary rupanya bergulir deras. Tahun 2017, ia pun mengambil putusan lebih berani lagi: pamit mundur. “Saya ingin fokus. Terlebih ini memang passion dan hobi saya. Saya happy sekali menjalaninya,” katanya.

Tentu saja, ia tak asal berani melangkah. Menurutnya, gajinya sebagai karyawan sudah kalah dibandingkan omset berjualan memorabilia –plus sudah punya tabungan untuk berjaga-jaga.

Toko Rock Nation menyasar pembeli usia 25 tahun ke atas karena harganya yang sedikit mahal. “Kami menjual barang 100% orisinal, barang limited edition. Ini untuk kalangan pehobi,” ujarnya. Yang dijual antara lain aksesori pemain band seperti pin, topi, patches, gelas, tatakan gelas, sampai jam tangan. Harga jual kaus untuk musisi luar negeri rata-rata Rp 300 ribu, sementara grup musik lokal Rp 150 ribu. Ia juga menjual hoodie seharga Rp 900 ribu.

Untuk kulakan barang luar negeri, hampir semua dilakukan dengan cara beli putus dari pemegang lisensi di luar negeri. Menariknya, untuk merchandise grup musik Indonesia, Rock Nation dipercaya memegang beberapa lisensi mereka seperti Koil, Sore, The Upstairs, dan Dead Squad dengan sistem beli lisensi dan membayar royalti.

Ary mengakui, butuh perjuangan untuk bisa memegang lisensi dari produk grup musik top luar negeri. Namun, ia merasa sekarang menjadi lebih mudah bernegosiasi dan komunikasi dengan adanya surat elektronik dan ponsel.

Soal cara pemasaran, awalnya Ary hanya berjualan sendiri melalui BBM dan SMS. Setelah itu, memperkuatnya dengan toko dan online (website). Namun, ia juga aktif menggunakan media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook. Ia juga menggunakan endorsement dari artis atau musisi. “Kami juga supportevent, misalnya band-band mengadakan event, kami memberikan produk atau uang,” katanya. Di luar itu, ia juga membuat konten di YouTube menampilkan para kolektor barang-barang terkait musik. “Dalam sebulan kami bisanya menayangkan dua kali,” ujarnya. Saat Idul Fitri, Ary biasa mengadakan bazar (dinamai Rock Market) dengan mengundang toko-toko lain untuk berjualan di toko Rock Nation,.

Penjualan di toko biasanya memang semakin ramai saat Lebaran atau Natal. Ary merasa beruntung karena persaingan di bisnis ini tidak terlalu ramai. Menurutnya, di Indonesia, hanya 20-an pemain seperti dirinya yang dikelola profesional. Hanya saja, bukan berarti bisnisnya tanpa tantangan. Ia sering dipusingkan dengan naiknya kurs dolar AS karena dagangannya 80% impor, selain persoalan bea cukai yang terkadang rumit. Selain itu, juga menghadapi maraknya produk bajakan di pasar dalam negeri. “Ya, mau tak mau kami harus terus memberikan edukasi kepada para fans untuk membeli produk orisinal,” kata Ary. (*)

Sudarmadi & Anastasia Anggoro Suksmonowati

swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved