Youngster Inc. Entrepreneur

Irma Wulan Sari, Membesarkan Norlive sebagai Produk Fashion Berkualitas Global

Irma Wulan Sari, Membesarkan Norlive sebagai Produk Fashion Berkualitas Global

Modal reputasi dan rekam jejak yang apik di bisnis konveksi membuat Irma Wulan Sari berhasil membesarkan Norlive, merek fashion yang didirikannya pada 2011. Bahkan, Irma mampu memikat konsumen asing dan mengekspor produknya ke sejumlah negara, antara lain Singapura, Malaysia dan Australia. “Tetapi, kuantitasnya belum banyak, sekitar 250 piece per bulan. Volume ekspor masih kecil karena produk Norlive itu limited design,” Irma menjelaskan.

Irma Wulan Sari

Irma tanpa sengaja berkecimpung di bisnis fashion. Di tahun 2002, untuk pertama kalinya dia mendapat pesanan untuk membuat produk promosi dari Shell Indonesia untuk dipromosikan di Jabodetabek. Perusahaan itu mengenal Irma tatkala ia berkarier di PT GCG (1999-2001) yang bergerak di bidang promosi. Saat masih bekerja di GCG, dia menangani kegiatan promosi Shell Indonesia. Alhasil, dia ditawari lelang pengadaan produk-produk promosi di Shell Indonesia. Gayung pun bersambut. Namun, Irma tak memiliki perusahaan dan modal yang cukup untuk mengikuti lelang di Shell Indonesia. Beruntung, salah satu kolega keluarganya mengizinkan mendaftarkan perusahaannya sebagai peserta lelang. Tak disangka-sangka, Irma memenangi lelang pengadaan aneka macam produk promosi bagi Shell Indonesia dan mengikuti lelang pengadaan jasa di perusahaan itu hingga 2008.

Pengalaman itu menempa insting bisnis Irma. Selanjutnya, wanita kelahiran 1981 ini banting setir menjadi produsen fashion dengan mendirikan Norlive pada 2011. “Modal Norlive Rp 25-30 juta,” tuturnya. Peluang bisnis fashion yang sangat gurih itu menjadi alasan Irma mengubah haluan bisnisnya. Perhitungannya tak meleset. Sebab, setahun kemudian, dia mendapat pesanan dari perusahaan asal Australia untuk membuat kemeja pria yang berbeda dibandingkan kemeja sejenis. Dia menyanggupi pemesanan ini dan mampu memuaskan pelanggan tersebut. Kualitas bahan dan jahitan produknya diklaim Irma berbeda dengan produk yang beredar di pasaran. Dia kadang mencurahkan ide untuk ikut mendesain pakaian.

Agar Norlive tetap dilirik konsumen, Irma senantiasa berinovasi untuk menghasilkan produk yang selaras dengan tren fashion dan keinginan konsumen. “Inovasi kan juga bisa dari printing ataupun materialnya. Dalam satu desain kami menyediakan lima size sebanyak dua lusin dan setiap varian atau desain kami memproduksinya tidak lebih dari dua lusin,” paparnya. Koleksi fashion merek ini dibuat terbatas (limited edition); setiap desain tidak diproduksi massal. Konsep ini melejitkan Norlive sekaligus sebagai strategi menancapkan merek fashion ini di benak konsumen. Sampai kini, merek yang berdiri sejak 2011 ini sudah meluncurkan lebih dari 1.000 jenis desain. Kapasitas produksinya mencapai 700-1.000 potong/bulan.

Dari sisi desain dan kualitas produk, Norlive berani bersaing dengan produk luar yang harganya sekitar Rp 1 juta. Tak mengherankan, merek ini berhasil menembus pusat perbelanjaan papan atas di Indonesia, seperti Debenhams dan Seibu di Grand Indonesia serta Senayan City, Jakarta. Produknya dijual di Blossom Factory Outlet yang memiliki lima gerai di beberapa kota besar di Jawa, antara lain Semarang, Solo dan Malang. Harga jualnya Rp 200-350 ribu. Adapun harga jual di Debenhams Rp 400-500 ribu karena di situ dijual eksklusif. Sementara toko independennya berlokasi di FX Sudirman, Jakarta dan Bandung.

Irma mempromosikan Norlive di berbagai pameran dan bermitra dengan toko dalam jaringan, seperti Zalora.co.id dan Blibli.com. Rencananya, pada 2017 dia akan lebih gencar mempromosikannya di media sosial dan bermitra dengan pihak ketiga untuk membuka toko di sejumlah daerah. Jurus ini diyakininya akan membuat merek ini semakin dikenal konsumen. Irma juga bekerja sama dengan pengusaha lokal di sejumlah daerah untuk mendistribusikannya. Pemesanan mengalir dari luar Jawa, seperti Kalimantan dan Sulawesi.(*)

Riset: Yulia Pangastuti


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved