Youngster Inc. Entrepreneur

Kibarkan Bendera JeansBro, Achyat Raih Omzet Rp 10 Miliar

Setelah merantau lebih dari 10 tahun di Jakarta, Muhammad Achyat kembali ke kampung halamannya di Pekalongan, Jawa Tengah. Di kota yang dikenal produk batik tersebut, Achyat merintis usaha konveksi JeansBro. Melalui official website jeansbro.com, Achyat dikenal sebagai produsen celana jeans & chino di Pekalongan. Sampai saat ini, ia sudah memiliki sekitar 150 karyawan dengan omzet penjualan Rp 10 miliar per tahun. Pelanggannya sudah tersebar di berbagai kota besar di Indonesia.

Sebelum memulai usaha JeansBro, pertama kali yang Achyat tekuni adalah membuka usaha susu listrik Mooza Milk. Namun sayang, usaha yang ia tekuni dan sudah diterima di pasar tersebut tidak bertahan lama. Setelah dua tahun berjalan, terpaksa ditutup dan ia memilih bekerja freelance sebagai tukang potong batik di rumah batik di sekitar rumahnya.Tugasnya memotong kain yang telah disiapkan setiap harinya dengan komisi Rp 20 ribu per kain. Namun, memotong kain batik tidak semudah yang dibayangkan, butuh kejelian, ketelitian dan kesabaran dalam menikmati prosesnya. Target minimal potongan 10 kain batik per hari pun kandas.

Pria penyuka kuliner nasi megono itu pun hanya sanggup memotong dua kain batik per hari, kadang hanya satu kain batik. “Berat kalau sehari cuma dapat satu kain, artinya yang saya terima hanya Rp 20 ribu doang. Buat kebutuhan harian pastinya sangat tidak cukup. Tapi mau bagaimana lagi, saya nikmati dan syukuri saja yang ada saat itu,” jelas Achyat mengingat masa-masa sulitnya.

Selanjutnya pria berambut gondrong tersebut memilih untuk belajar menjahit di usaha konveksi milik keluarga. “Meskipun ayah saya punya usaha konveksi, tapi saya merasa belum menguasai bidang tersebut. Jadi, saya memulai dari nol menjadi tukang jahit di konveksi keluarga. Tapi ayah berpikiran lain, bukannya diterima sebagai karyawannya, tapi malah ditolak. Alasannya karena menganggap saya belum sanggup untuk mengelola bisnis konveksi keluarga,” ungkapnya.

Pria kelahiran Pekalongan, 22 Maret 1988 itu, mengaku sangat beruntung bisa mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren. Bekal ilmu dari pondok sangat bermanfaat dalam menyikapi hidup. Apapun kondisinya, suka atau duka, selalu ada cara untuk bersyukur. Salah satu bentuk kesyukuran itu, setiap sore saat bulan Ramadhan sebelum menjelang Maghrib, ia dan istrinya berjualan menu takjil di depan rumah.

Belum satu minggu berjalan, sebuah panggilan tak dikenal masuk ke handphone-nya. Singkat cerita, sang penelpon yang mengaku berasal dari Cirebon tersebut mengetahui nomor telepon Achyat dari website Wasatho Jeans yang pernah ia buat tiga tahun lalu. Siapa sangka, website ala kadarnya yang ia buat dan sudah non aktif sejak tiga tahun sebelumnya tersebut adalah embrionya JeansBro.

“Saya nggak pernah berjumpa dengan orang tersebut. Tapi si penelpon tadi mempercayakan saya untuk memesan barang buat persiapan bulan puasa. Yang saya heran lagi, dia langsung mentransfer uang senilai Rp 150 juta untuk dibelikan barang. Awalnya bingung, apalagi sudah lama banget nggak jadi broker celana jeans. Akhirnya, saya langsung pergi ke beberapa konveksi yang saya kenal dan menyiapkan sekitar 50 lusin aneka barang dari jeans, kemeja koko, batik dan sarung,” jelas Achyat.

Selang beberapa hari, ada repeat order dari penelpon dari Cirebon tadi. Jumlahnya juga sangat banyak. Di awal pemesanan, Achat mengaku tidak mengambil untung, ia berniat untuk membantu saja. Namun, di pesanan selanjutnya si penelpon tadi memaksa Achyat untuk mengambil untung dan mentransfer sejumlah uang yang nominalnya saat itu sangat besar sekitar Rp 50 juta. Lebih dari cukup untuk meng-cover biaya hidup keluarga Achyat dan bisa berbagai kepada masyarakat dan komunitas yang membutuhkan. Achyat pun langsung berbagai rezeki kepada yang berhak.

Berangkat dari pengalaman tersebut, tercetuslah sebuah inisatif untuk mendirikan usaha konveksi sendiri. Lewat bendera JeansBro, Achyat membangun bisnisnya di Pekalongan. Ayah dari satu putra dan satu putri itu, mulai merintis proses hulu sampai hilir bisnis konveksi yang ditekuni. Di tahun pertama berjalan, omzet sudah mencapai Rp 1,5 miliar.

Hingga tiba satu masa, badai masalah besar menghempaskan bisnisnya, semua yang ia rintis dan bangun seolah runtuh seketika karena Achyat harus mendekam di penjara dan kena denda sebesar Rp 500 juta dan barang disita sebanyak 500 lusin. Kesalahannya, karena Achyat memproduksi celana versi KW dari sebuah brand luar negeri.

“Saya akui itu memang murni kesalahan saya. Saat itu saya memproduksi celana jeans yang saya tempel brand sebuah fashion dari luar negeri. Awalnya shock berat, apalagi harus pisah sama anak istri. Beruntung punya istri yang menguatkan saya. Kalau nggak mungkin saya sudah down kali, hahaha,” jelas Achyat mengingat kembali kisah perjalanan usaha yang ditekuni.

Achyat mengaku, sejak keluar dari penjara, ia lebih bersemangat untuk mengibarkan bendera produksi dan grosir sendiri. Banyak hikmah dan pengalaman yang ia petik dari masalah kelam yang ia rasakan. Di antaranya menjadi manusia yang lebih pemaaf dan menjadi inspirator kepada para pebisnis lain untuk membangun bisnis konveksi dengan merek sendiri.

Ia juga tengah membangun ekosistem bisnis yang lebih berkelanjutan lewat JeansBro. Targetnya bukan hanya besar sebagai pabrik dan pusat grosir celana jeans di Pekalongan saja. Tapi juga semua pelanggan yang memproduksi barangnya di JeansBro, mereknya bisa diterima di pasar nasional dan mancanegara. Achyat berprinsip, dengan menularkan semangat kebaikan dan membangun bisnis konveksi dengan merek sendiri akan lebih berkah dan lebih nyaman dan aman dalam berbisnis.

Terkait dampak pandemi Covid-19, pria pecinta fotografi tersebut mengaku sejauh ini bisnisnya tetap berjalan baik. Bahkan yang ia tidak sangka-sangka, setiap jamnya selalu ada pemesanan dari berbagai kota di Indonesia. Dengan tetap menjaga protokol kesehatan, setiap minggunya pabrik JeansBro mampu memproduksi 100-200 lusin barang.

Mengingat banyaknya jumlah pelanggan, Achyat akan memprioritaskan pelanggan yang membayar di muka (down payment) minimal 30%. Jika terpaksa tidak jadi memesan, sesuai kesepakatan bersama, sejumlah 20% dari jumlah uang muka yang telah dibayar akan hangus dan barang yang tidak jadi dipesan akan diberikan kepada yang pelanggan yang lain.

Berbisnis bagi Achyat memacu andrenalin tersendiri, tentunya masih banyak tantangan yang tengah ia hadapi untuk menjadi produsen celana terbaik di negeri Indonesia. Di antaranya soal proses hulu bisnis konveksi. Terkait ini, Achyat juga terbuka bagi para investor yang ingin menjalin kerjasama dengan Achyat lewat bendera JeansBro.

“So far, Alhamdulillah, sampai detik ini produksi celana jeans & chinos JeansBro sangat diterima oleh pasar. Bahkan pelanggan berharap bisa mengembangkan bisnisnya tidak hanya di celana saja, tapi juga bisa merambah ke produk kemeja, kaos dan sebagainya. Insya Allah harapan pelanggan atas JeansBro segera direalisasikan,” ujar Achyat. Dia berharap, mimpi JeansBro untuk bisa tumbuh dan berkembang bersama para mitra & pengusaha fashion di Indonesia dapat terwujud melalui kreasi, inovasi dan terobosan untuk kemajuan industri fashion di Indonesia.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved