Youngster Inc. Entrepreneur zkumparan

Kopi Soe, Pelopor Kopi Rum Regal Racikan Sylvia Surya

Sylvia Surya (tengah), founder kedai kopi bernama Kopi Soe. Soe
Sylvia Surya (tengah), founder kedai kopi bernama Kopi Soe

Tak ada arti pasar jenuh bagi Sylvia Surya (28 tahun) dan suami, Ferrianto Surya. Kedai kopi yang sudah melimpah ruah tak menghentikan langkah pasangan suami-istri ini bersama dua temannya untuk memulai usaha kedai kopi.

Tepatnya pada akhir 2017, mereka mendirikan kedai kopi bernama Kopi Soe. Soe (dibaca “Su”) dalam bahasa Jawa kuno berarti besar atau bagus. “Filosofinya, diharapkan Kopi Soe bisa berkembang dan makin bagus,” ungkap Sylvia. Ia berhasil membuktikan. Kini Kopi Soe berkembang dan telah memiliki 90 cabang per September 2019 dan dipastikan hingga akhir Desember 2019 bisa mencapai 150 cabang.

Kopi Soe yang mengusung konsep bisnis “coffee to go” mulai mengembangkan bisnisnya dengan konsep waralaba. Hal ini dilakukan setelah membuka dua cabangnya di Menteng dan Kuningan, Jakarta. Setelah mengembangkan konsep waralaba, pada Januari 2019 kedai Kopi Soe bertambah menjadi 10, di Februari naik lagi menjadi 20, dan pada Maret-April 2019 berkembang lagi menjadi 50 cabang.

“Saya bisa pastikan hingga Desember ini cabang kami bisa mencapai 150 dan yang sudah berjalan hingga September 2019 ada 90 cabang,” ungkap lulusan Pemasaran Universitas Bina Nusantara ini. Ia meyakini bisnis ini akan tetap berkembang ke depan, karena minum kopi bukan lagi tren, tetapi sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan. Ia mengetahui hal ini dengan melihat orang rutin membeli kopi, setiap hari.

Apa strategi Kopi Soe sehingga bisa diterima pasar? Sylvia menjelaskan, pihaknya mengembangkan produk yang bisa diterima kalangan luas, termasuk oleh mereka yang bukan pencinta kopi. Kemudian, Kopi Soe dijual dengan rentang harga relatif terjangkau, yaitu Rp 18 ribu-25 ribu per cup. Ia bersama timnya pun selalu membuat variasi produk agar pelanggan loyal. “Menu signature Kopi Soe adalah kopi gula merah dan kopi Roegal (rum regal),” ujarnya. Bisa dibilang, Kopi Soe merupakan pelopor kopi rum regal yang merupakan kopi jenis baru yang dicampur sirup rum dan kue regal.

Menurut Sylvia, mengingat kedai Kopi Soe dikembangkan dengan sistem kemitraan atau waralaba, sistem manajemen menjadi kunci untuk menjaga konsistensi rasa di setiap kedai. “Flavor atau rasa memang membuat pelanggan membeli di Kopi Soe. Lalu, kami pun rutin mengadakan promo. Kami terbantu dengan adanya ojek daring seperti Gojek dan Grab, dengan promo food mereka,” jelasnya. Promo berkala dari Kopi Soe pun ia kembangkan, dan setiap gerai promonya berbeda. “Promosi dari mulut ke mulut membuat Kopi Soe berkembang hingga sekarang,” cetusnya.

Selain itu, setiap produk kopi yang dilahirkan di Kopi Soe selalu memperhatikan perkembangan pasar. Misalnya, Kopi Soe memperhatikan penggemar kopi susu yang alergi susu sapi, sehingga disediakan campuran susu soya. “Kami juga menyediakan kopi hitam, bagi para penggemar kopi orisinal,” katanya. Kopi Soe selalu menggunakan kopi lokal yang kemudian diracik dan disesuaikan dengan selera pasar. Saat ini, pelanggan Kopi Soe kebanyakan pekerja kantoran yang lebih mengutamakan rasa, bukan tren kopi semata.

Sylvia berpendapat, perkembangan Kopi Soe di luar ekspektasinya karena pada tahun ini cabangnya bisa berjumlah puluhan. Bahkan, per gerai, penjualan kopinya bisa mencapai 150-200 cup per hari. “Kami juga ingin membantu orang yang ingin membuka bisnis sendiri, utamanya di kedai kopi, dengan kami mengembangkan sistem, mereka tinggal jalankan saja. Pengembangan menu pun tim kami yang lakukan,” paparnya.

Menurut Sylvia, dengan biaya di bawah Rp 200 juta, mitranya sudah bisa membuka kedai es kopi susu dengan perkiraan penjualan per hari 150-200 cup. Diproyeksikan, kurang dari setahun, mitranya sudah bisa balik modal. “Lokasi juga kuncinya dan sangat penting, yang membuat tiap gerai bisa memenuhi proyeksi yang kami perhitungkan,” katanya.

Dalam pandangan Sylvia, industri kopi berkembang terus ke depan selain karena memang trennya ke sana, juga karena Indonesia memiliki potensi kopi lokal yang bagus. Ia sendiri belum pernah meriset berapa nilai pasar kopi di Indonesia. Namun, dilihat dari penjualan Kopi Soe yang stabil, lalu kompetitor makin banyak, ia yakin ke depan prospek bisnis kedai kopi ini masih bagus. Kendati demikian, ia pun melihat ke depan akan ada seleksi di bisnis kopi. Misalnya, dari 1.000 kedai di seluruh Indonesia, akan berkurang, tinggal nama-nama tertentu yang memiliki konsep dan visi kuat dalam bisnisnya.

“Kami pun akan terus mengembangkan Kopi Soe, baik dari sisi branding, manajemen produk, maupun sistemnya; visi dan misi produk pun tetap terjaga,” katanya sambil mengungkap, visi dan misi Kopi Soe adalah ingin menjadikan Kopi Soe sebaga top of mind para pencinta kopi susu. Ke depan, Kopi Soe ditargetkan akan dibuka di luar negeri. “Kami sudah cari tahu membuka cabang ke luar, apa saja yang menjadi hambatan sedang kami atasi, semoga segera dibuka di luar negeri,” katanya.

Ferrianto, sang suami, menambahkan, karena perusahaannya ingin menyajikan produk kopi yang konsisten dalam kualitas dan rasa, mesin kopi menjadi kunci usahanya. Terlebih, setiap hari kedainya harus memproduksi kopi dalam jumlah besar. “Kami harus memilih mesin kopi yang bagus,” katanya. “Maka, tiap gerai Kopi Soe menggunakan mesin kopi yang sama mereknya, yaitu Simoneli dari Italia.”

Selain mesin, bahan baku kopi pun harus dijaga kualitasnnya. Itu sebabnya, pihaknya sangat selektif dalam memilih bahan baku. Setiap bahan baku yang ditawarkan vendor langganannya tidak semua diterima. Namun, diakui Ferrianto, vendor bahan baku sangat membantunya mengembangkan produk.

Ia juga berharap vendor bahan bakunya lebih dekat dengan gerainya, agar bisa mengurangi biaya pengiriman. Pasalnya, kedai Kopi Soe ada yang di luar Jabotabek (luar Jawa) seperti di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, bahkan tahun depan akan ada di Jayapura. Selain itu, ia berharap vendor bisa menjaga kualitas bahan baku yang dipasok ke gerai-gerai Kopi Soe.

Ferrianto ingin memiliki sistem logistik sendiri yang bisa menjaga kontrol bahan baku, terlebih jika cabangnya makin banyak. “Apalagi, kami akan buka ke negara lain segera, walau kami belum bisa sebut kapan waktunya,” ujar lulusan Bioteknologi Universitas Atma Jaya, Jakarta ini. (*)

Herning Banirestu dan Dede Suryadi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved