Youngster Inc. Entrepreneur

Kreativitas Edo dan Raven Orbitkan Jins Tenun

Kreativitas Edo dan Raven Orbitkan Jins Tenun

Meski pasar celana jins Indonesia sudah digempur banyak merek, Eduardus Adityo dan Raven Navaro Pieter tak gentar meluncurkan mereknya sendiri, Elhaus. Dengan keunikan produk yang berbahan tenun dan strategi pemasaran yang tepat, mereka berhasil mencuri ceruk pasar jins premium.

Eduardus Adityo dan Raven Navaro Pieter

Eduardus Adityo dan Raven Navaro Pieter

Kedua anak muda itu memulai bisnisnya pada 2010 saat masih kuliah. Meski mereka terpisah antarnegara – Eduardus (akrab disapa Edo) kuliah di Jurusan Desain Produk Institut Teknologi Bandung, dan Raven di Jurusan Produksi Video Nanyang Academy of Fine Arts, Singapura – duo sahabat semasa SMA itu kerap bercengkerama melalui dunia maya.

Sebagai sesama pecinta jins, keduanya kerap menyambangi aneka forum penggemar jins di Internet, di antaranya darahkubiru.com. Saat itulah mereka melihat sebuah tren yang bisa dijadikan peluang bisnis. “Tahun 2009 banyak orang yang berburu jins impor. Pada waktu itu, di Bandung banyak merek baju dan celana yang mulai fokus di jins. Akhirnya, dari situ kami mencoba berbisnis jins ini,” tutur Raven (24 tahun) kepada SWA di gerainya di Jl. Panglima Polim V/36, Jakarta Selatan.

Dengan modal Rp 5 juta dari tabungan, mereka memulai bisnisnya. Edo yang kuliah di Bandung, yang sekaligus pusat produksi celana jins di Tanah Air, mencari konveksi yang bisa memenuhi keinginan mereka. Tak lama, jadilah 9 pasang celana jins. “Saat pertama kali merintis, kami memang belum bisa membuat jins yang kualitasnya setara dengan merek luar negeri. Jadi, kami memutuskan membuat jins lokal kelas premium. Saat itu, kami jadi yang pertama yang membuat jins dengan merek lokal kelas premium,” kata Raven yang mencetuskan nama Elhaus untuk produk mereka.

Sejak awal, Edo dan Raven memang fokus menyasar para penggemar jins impor. Itu sebabnya, kualitas produknya dipasang lebih tinggi dibanding produk jins massal lainnya. Sebagai pembeda, mereka membuat ciri khas pada produknya. Salah satunya, leather patch (logo berbahan kulit di pinggang belakang) dibuat dengan tangan, digambar satu per satu dan diukir. Selain itu, jahitan atau obrasnya berbentuk segi tiga. Untuk kancing di jaket juga terdapat merek Elhaus yang dibuat sendiri.

Elhaus yang mengusung konsep vintage pun membedakan bahannya. Sejumlah pemasok bahan kain dari luar negeri seperti Jepang mereka gandeng. Lebih unik lagi, mereka memakai bahan tenun untuk produknya. “Jadi part yang dipakai Elhaus lebih eksklusif. Ini yang hanya bisa didapat di Elhaus,” ungkap Edo (25 tahun).

Bahkan, belakangan Elhaus merambah dompet, ikat pinggang, kemeja, jaket dan celana nonjins yang mengusung aneka model dengan konsep vintage. “Itu semua punya pasarnya masing-masing. Seiring perkembangan Elhaus, kami tumbuh tidak hanya sebagai merek jins tetapi sebagai merek pakaian pria (men’s wear). Tapi memang celana jins itu seperti gerbang ke Elhaus,” Edo memaparkan. Keunggulan kualitas membuat Edo dan Raven tak ragu membanderol produk mereka mulai dari Rp 900 ribu hingga Rp 1,8 juta per item.

Berhubung habitat asli keduanya dari komunitas, pemasaran mereka pun tak jauh dari sana. Berbagai komunitas online disasarnya, termasuk darahkubiru.com. Mereka pun menggaet penggemar melalui akun Twitter, Facebook dan Instagram. Namun, mereka juga memasarkan produknya melalui gerai The Goods Dept. di Pondok Indah Mall dan Lotte Shopping Avenue.

Dengan strategi itu, Raven mengaku penjualan produknya terus meningkat, sumbangan terbesar berasal dari produk celana jins dan jaket. Demi memacu pertumbuhannya, segmen pasar diperluas ke anak muda kelas menengah. Maka, sejak bulan Ramadan lalu Elhaus meluncurkan aneka produk baru dengan harga mulai dari Rp 590 ribu. “Jadi, kalau di awal kami menyasar pasar yang eksklusif, sekarang kami ingin jangkau lebih luas lagi agar menyasar ke semua pasar,” ujar Raven seraya menyebut omsetnya kini tembus Rp 100 juta per bulan.

Setelah lima tahun berjalan, Elhaus sekarang sudah memiliki rekanan pabrik alih daya khusus untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Edo dan Raven juga berupaya memperbesar bahan baku kain lokalnya dari saat ini 30% menjadi 50% dalam waktu beberapa tahun ke depan. Mereka pun mulai melatih perajin tenun dari Pekalongan agar mampu memenuhi permintaan khusus mereka. “Rencana lainnya, tahun ini kami ingin memperbanyak stok dulu. Tahun depan kami ingin buka gerai lagi. Kami juga ingin lebih ada pengalaman ritel dan membuat pop-up tahun depan,” ungkap Raven.

Yoris Sebastian, konsultan pemasaran dari OMG Creative Consulting, menuturkan, bisnis denim atau jins mampu bertahan lama, asalkan memiliki diferensiasi yang jelas dan terus berinovasi. “Elhaus bisa belajar dari merek jins kelas dunia, yaitu Levi’s. Dari dulu hingga sekarang, Levi’s masih terus menguasai pasar jins karena mereka konsisten menjaga heritage-nya, yakni dulu awal mula Levi’s dibuat khusus untuk penambang emas di Amerika,” ujarnya. Karena itu, imbuh dia, ciri khas Levi’s berupa kantong kecil di bagian saku yang dulu fungsinya untuk menyimpan emas, tetap dipertahankan hingga kini. Selain itu, Levi’s tiada henti menelurkan kreasi baru, termasuk jins antiair.

Berangkat dari contoh tersebut, Yoris melihat Elhaus telah berhasil menciptakan ciri khas tersendiri, yakni jahitan atau obras yang berbentuk segi tiga dan patch yang diukir dengan tangan. Selanjutnya, yang perlu dilakukan adalah terus berpromosi. Salah satu caranya dengan memperkenalkan produk mereka ke kalangan figur publik seperti anggota band dan selebritas muda. Bisa pula dengan meminta pelanggan memberikan testimoni mereka agar kepuasan konsumen bisa dipublikasikan.

Elhaus juga dapat bergerak di ranah e-commerce agar kian cepat diserap pasar. “Ini menjadi salah satu cara cepat untuk meluaskan pasarnya, tetapi tetap mempertahankan kualitas yang selama ini menjadi ciri khasnya,” ujar Yoris.

Yoris “mewajibkan” Edo dan Raven untuk melakukan terobosan setiap tahunnya, baik di bidang promosi maupun inovasi produk. “Saya rasa, dengan omset yang sudah berkembang saat ini, mereka sangat bisa menyisihkan dana untuk kegiatan seperti itu,” saran Yoris.

Putri Wahyuni dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Armiadi Murdiansah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved