Youngster Inc. StartUp zkumparan

Berbagi Bisnis ala Vincent

Berbagi Bisnis ala Vincent
Heinrich Vincent, founder Bizhare, sebuah bisnis equitycrowd investment

Apa jalan cepat untuk berbisnis? Bagi yang tak ingin repot, pakar bisnis kerap menyarankan jalur yang satu ini: mengambil waralaba (franchise).

Namun, tentu saja, memilih waralaba yang tepat, menguntungkan, dan risikonya terukur tidaklah mudah. Terbukti, banyak cerita sedih di tengah menjamurnya waralaba. Investor merugi. Padahal, sudah banyak uang dibenamkan.

Melihat hal itu, Heinrich Vincent bersama tiga temannya datang menawarkan gagasan: Bizhare, sebuah bisnis equitycrowd investment. Ide ini muncul setelah Vincent mengambil waralaba Indomaret bersama enam temannya di Bogor, pertengahan 2017. Saat itu butuh Rp 1 miliar satu gerai. Bukan nilai sedikit bagi banyak orang.

“Saya terpikir mengapa tidak membuat cara investasi bersama (equitycrowd investment). Bukan saja (untuk) bisnis ritel, tapi waralaba lain. Investor (pun) bukan kontrak jangka pendek. Namanya tertulis di PT sebagai pemegang saham,” ungkapnya.

Oktober 2017 Bizhare berdiri. Vincent menggandeng tiga teman yang bertemu saat perhelatan Gerak Nasional 1.000 Startup Digital. Ketiga rekannya itu adalah Gatot Adhi Wibowo (menjadi CFO), Giovanni Umboh (CTO), dan Wahyu Sanjaya (CIO). Sementara Vincent sendiri didapuk menjadi CEO Bizhare.

Awalnya, Bizhare berbentuk grup Whatsapp (WAG). Isinya para calon investor yang terkumpul lewat getok tular. Interaksi pun terjadi. Setelah Vincent dkk. mengirimkan proposal ke pihak franchisor, mereka melemparnya ke grup. Siapa tertarik, lalu berinvestasi. Laporan dikirim rutin.

Lama-kelamaan, jumlah anggota berkembang. Bizhare lalu dikembangkan menjadi web-based, dan Juni 2019 akan menjadi aplikasi. Pertimbangannya: investor ingin lebih mudah memilih waralaba dan melihat hasil investasi.

Sekarang, 14 ribu investor bergabung di Bizhare dengan investasi mulai dari Rp 5 juta. Lewat Bizhare.id mereka memilih beragam bisnis, dari ritel, gerai makanan, hingga tambak udang yang nilai investasi per bisnisnya mulai dari Rp 200 juta hingga miliaran rupiah. “Di website juga bisa terlihat detail bisnis waralaba yang sudah maupun yang akan dibuka. Diketahui ROI (return on investment) berapa persen per tahun, estimasi profit per bulan berapa,” kata Vincent, lajang kelahiran 18 Agustus 1994.

Saat ini rekanan pewaralaba (franchisor) yang bergabung makin beragam, mulai dari laundry, resto, hingga tambak udang. Di antaranya, Laundry Klin by KlinnKlin, Kedai Kopi Foresthree, Smokey Kebab, Fish Streat, Mr. Montir, dan Tambak Udang Vadame by Baba Rafi Group.

Untuk menjaga kepercayaan, Vincent dkk. mengelola laporan keuangan serta pembagian profit. Keuntungan dikirim ke fitur e-wallet yang tersedia di website. Investor bisa mencairkannya, mentransfer ke rekening masing-masing. Laporan keuangan bisa dilihat di dashboard dan diunduh.

Agar maksimal, Bizhare memiliki tim pendukung (business support) untuk waralaba yang sudah dibuka. Jadi, dalam setiap waralaba yang dibuka, ada PT sendiri. Lalu, dari para investor, dipilih yang menjadi direktur serta komisaris. Merekalah yang berinteraksi dengan pewaralaba dan business support Bizhare.

Bizhare mengambil 5 persen dari total investasi. Tiap bulan ada biaya 5 persen dari tiap profit yang dibagikan ke investor. “Bisa saja kami lepas, diambil fee di depan. (Namun) Dengan mengambil profit, sebenarnya (itu) bagian dari tanggung jawab moral kami, agar terus memikirkan waralaba yang ditawarkan tetap bagus, juga sebagai dari operation cost business support kami,” kata Vincent yang pernah mendirikan perusahaan konsultan arsitektur.

Anang Sukandar, Ketua Kehormatan Asosiasi Franchise Indonesia, menyambut terobosan yang dilakukan Bizhare. Dalam acara seminar Investing Business in Digital Era pada 23 Februari lalu di Menara by Kibar, Anang mengajak yang kekurangan modal untuk buka waralaba melalui platform yang dibesut Vincent dkk. “Bizhare ini sangat tepat sebagai solusi bagi mereka yang kekurangan modal,” katanya.

Tanpa bisa ditahan, berkembangnya Bizhare membuat para investor ingin mendanai usaha ini. Vincent dkk. kini dalam proses legal dengan Plug and Play Tech Center, akselerator startup jaringan dan platform inovasi. Selain itu, mereka juga dalam penjajakan dengan sebuah venture capital dari Singapura dan angel investor dari Indonesia.

Menurut Vincent, saat ini ada 12 bisnis waralaba yang dibangun dengan total dana yang diputar mencapai Rp 6,2 miliar. Dia menargetkan hingga akhir 2019 uang diputar mencapai Rp 40 miliar untuk mendanai 80 bisnis.

Bagi Nilam Sari, CEO Baba Rafi –seperti disampaikannya saat memperkenalkan container smokey kebab di SPBU Kemang yang dikembangkan melalui Bizhare.id pada Februari lalu– konsep gotong royong dalam permodalan waralaba ini memudahkan masyarakat yang ingin memulai bisnis tetapi terkendala modal. Nilam menyebutkan, untuk tipe kontainer kebab ini investasinya Rp 250 juta, dengan sistem gotong royong bisa hanya Rp 25 juta-30 juta per orang. Selain di SPBU Kemang, gerai serupa juga akan dibuka di SPBU Mampang bersama Bizhare.

Melihat perkembangan Bizhare, wajar jika Vincent dkk. merasa senang. Namun, Anang Sukandar mengingatkan bahwa walau investornya sudah belasan ribu, Bizhare harus tetap selekif dalam memilih waralaba. “Bizhare harus meningkatkan analisis dalam pemilihan bisnis franchise apa yang mau dibuka karena ini berhubungan dengan kepercayaan investor,” kata Anang.(*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved