Youngster Inc. StartUp zkumparan

Bisnis Desain Interior dan Bangunan 4.0: Debut Dimas dan Aruna Besarkan Dekoruma

Dimas Harry Priawan (kanan) CEO Dekoruma, dan Aruna Harsa
Dimas Harry Priawan (kanan), CEO Dekoruma, dan Aruna Harsa

Kalau ada yang mengatakan, dunia dalam genggaman anak muda, barangkali ada benarnya. Anak-anak muda sekarang menguasai hampir semua lini bisnis dengan cemerlang. Mereka pintar, berpendidikan, berani mencoba, berani tampil beda, pantang menyerah, punya idealisme, dan sederet energi positif lainnya yang membekali mereka dalam menyongsong dunia. Dengan langkah tanpa ragu-ragu dan penuh percaya diri, para penghuni masa depan ini mewujudkan mimpi.

Keberadaan anak-anak muda ini semakin menonjol semenjak industri 4.0 berderap kencang. Barangkali karena lebih dekat dengan teknologi informasi, mereka yang paling siaga berselancar mengarungi gelombang kebaruan. Bahkan, tak sekadar berselancar menghadapi gelombang kebaruan, anak-anak muda juga lebih sigap dan rajin memburu peluang baru.

Seperti dua anak muda Dimas Harry Priawan (32 tahun) dan Aruna Harsa (27 tahun) yang sukses menjalankan bisnis aplikasi penyedia jasa desain interior dan konstruksi. Keduanya lulusan Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Dimas menyelesaikan pendidikan Bachelor of Engineering, Electrical and Electronic Engineering with Minor in Business (2006 -2010) dan meraih gelar Master of Science bidang Lingkungan dan Manajemen Energi dari University of Twente. Adapun Aruna Harsa meraih Bachelor’s degree Mathematics + Economics (2010 -2014).

Menurut cerita Aruna, sejak masih di Singapura, ia sudah rajin mencoba mencari peluang dengan membangun startup baru. “Yang pertama, saya membuat sebuah sistem, seperti Shopify for Native gitu. yang sistem e-commerce-nya untuk android dan iOs. Tetapi sayang tidak going well,” cerita Aruna mengenang masa-masa di Singapura.

Tidak menyerah, Aruna kembali membuat bisnis baru beauty service marketplace bersama teman-temannya. “Sambil membesarkan marketplace untuk beauty product itu, saya juga sambil jualan (impor) produk-produk kecantikan dari Singapura ke Indonesia,” lanjutnya. Hal itu membuatnya sering berurusan dengan soal perizinan yang membawanya bertemu dengan Dimas, kakak kelas beda jurusan yang sama-sama dari NTU. Ketika itu Dimas memberi masukan, daripada bisnis impor yang bakal ribet dengan urusan hukum dan perizinan, mengapa tidak mulai bisnis dari awal saja? “Di situlah saya mulai sepakat untuk menjalankan bisnis baru bersama Dimas,” cerita Aruna.

Saran Dimas yang menancap di benak Aruna adalah membuat bisnis vertikal. Alasannya, pemain bisnis horisontal sudah terlampau banyak dan pada umumnya mulai tumbuh besar. “Kalau bisnis vertikal, pemainnya relatif jarang, seperti Traveloka,” ungkap Dimas yang mencoba fokus pada bisnis vertikal berdasarkan basic needs manusia.

“Kebutuhan manusia pada dasarnya cuma tiga: sandang, pangan, papan. Kalau kebutuhan sandang dan pangan sudah ramai –meskipun saat itu Go-Food belum masuk— Dimas dan Aruna meyakini, berbisnis papan akan lebih menguntungkan di masa depan. “Itulah sebabnya, kami pilih yang papan, alias furnitur. Furnitur itu kebalikannya pangan, dia volumenya sih kecil, tapi nilai per transaksinya besar dan nggak ada batas kedaluwarsa kan?” lanjut Aruna menceritakan awal mula mendirikan Dekoruma tahun 2016 dengan Dimas Harry Priawan sebagai chief executive officer-nya.

Di awal-awal berdiri, pada 2016, Dekoruma merupakan marketplace produk perabotan. Pada saat itu, pemain marketplace dekorasi rumah masih belum ramai di Indonesia. Meski demikian, Dimas dan Aruna sudah mempelajari perilaku belanja konsumen Indonesia, mulai dari live time value customer hingga terkait pilihan pembelian maupun selera barang-barang dekorasi rumah tangga. “Dari sini, akhirnya kami masuk ke interior yang menjual paketan,” cerita Aruna yang ternyata banyak menangguk peruntungan setelah mengubah konsep sebagai penyedia jasa interior desain dan pembangunan properti tahun 2017.

Karena keduanya tidak memiliki latar belakang desain interior, mereka sepakat merekrut Kania, desainer interior, sebagai karyawan pertama. “Sampai sekarang kami bertiga menjadi tim inti Dekoruma,” paparnya.

Keberadaan Kania cukup vital di Dekoruma. Oleh sebab itu, demi mengapresiasi keberadaannya, Dimas dan Aruna sengaja menghidupkan Kania di media sosial. “Kami menyebut Dekoruma atau personalisasi kami sebagai Kania,” ungkapnya. “Kalau baca di caption IG Dekoruma, kami menyapa dengan ‘Hai kali ini Kania mau berbagi ide desain untuk dapur mungil’ misalnya,” kata Dimas. Menurutnya, itu sebagai bentuk apresiasi terhadap Kania, sebagai salah satu motor penggerak Dekoruma.

Dimas mengatakan, perjalanan bisnis sering tak terduga. Seperti Dekoruma, walaupun konten IG-nya semua furnitur ditata dengan desain terkonsep, ternyata pelanggan lebih suka membeli per satuan; hanya satu unit sofa, umpamanya. “Konsumen sekarang cukup pintar mendesain rumah. Mereka sudah sangat melek dengan konsep tata letak dalam rumahnya. Jadi, hanya membeli yang dibutuhkans aja,” ungkapnya.

Masih terkait dengan perilaku konsumen sekarang, pada umumnya mereka menghendaki harga transparan. Meskipun di industri furnitur cenderung tidak menginginkan harga transparan, Dekoruma mencoba menerobosnya. “Kami sengaja buka harganya, sehingga pelanggan juga merasa nyaman dari awal,” kata Aruna yang intinya, harus siap dengan pergeseran perilaku pelanggan.

Kini, setelah tiga tahun berjalan, Dimas memastikan, Dekoruma sekarang sudah dibagi dalam dua divisi, yakni divisi ritel untuk yang marketplace dan divisi service untuk layanan desain interior. Selain itu, Dekoruma telah menghimpun 400-an merchant dan macam-macam kategori, mulai dari furnitur, produk dekorasi, barang pabrikan, material bangunan, hingga jasa seperti jasa flooring. Jumlah desainer sebagai mitra sekitar 150 orang untuk melayani Jabodetabek.

Menurut Dimas, pasar yang dibidik tergolong potensial. Dari perhitungannya, rata-rata permintaan jasa desain interior di sekitar Jabodetabek mencapai 80.000 permintaan per tahun dan kebanyakan berasal dari segmen kelas menengah. “Jadi, potensinya masih besar,” katanya. Ia sengaja membangun Dekoruma Experince Center di areal K.H. Ahmad Dahlan, Kebayoran Baru, sebagai ajang pertemuan antara konsumen dan para desainer interior.

Dimas optimistis, dalam 2-3 tahun ke depan Dekoruma akan memperluas layanan hingga ke 10 kota besar di Jawa dan luar Jawa. Antara lain, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Banjarmasin. Untuk tahap awal, Dekoruma telah mulai ekspansi ke Bandung dan berikutnya menyusul Surabaya. Kedua kota itu ia klaim masih potensial pasarnya. Selain itu, ia pun berharap tak hanya melayani desain rumah, tetapi juga desain ruang di mana pun yang dibutuhkan untuk aktivitas manusia agar nyaman dan aman, baik itu hotel, kantor, apartemen, maupun sekolah.

Soal pendanaan tidak menjadi masalah. Seperti diketahui, sebelumnya Dekoruma mendapat dana segar dari Skystar Capital dan Beenext serta Convergence VC. Yang terbaru, pada Agustus 2018 Dekoruma menerima dana segar dari GDN (Global Digital Niaga) dan AddVentures by SCG (perusahaan investasi milik grup konglomerat Thailand Siam Cement Group). (*)

Dyah Hasto Palupi/Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved