Youngster Inc. StartUp zkumparan

Dua Talenta Indonesia di “Avengers: Infinity War”

Ronny Gani

Film Avengers: Infinity War, yang mengisahkan perjuangan para jagoan Avengers menghalangi upaya Thanos, hanya dalam waktu dua minggu berhasil meraup pendapatan lebih dari US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 27 triliun di seluruh dunia. Dengan pendapatan tersebut, Avengers: Infinity War menjadi film terbaik sekaligus terlaris yang diproduksi Marvel sejak seri Avengers mulai tayang pada 2012.

Di Indonesia, nama Thanos sempat menjadi pembicaraan setelah Presiden Jokowi menyinggungnya dalam pertemuan sejumlah pemimpin di acara World Economic Forum ASEAN di Hanoi, Vietnam, September lalu. Dalam pidatonya soal Industri 4.0 dan perang tanpa batas, Jokowi mengibaratkan perang perdagangan raksasa dunia, antara China dan Amerika Serikat, ibarat dewa bernama Thanos membunuh separuh populasi dunia. Mereka yang bertahan menikmati dua kali lipat kekayaan alam per kapita.

Nah, menariknya lagi, ternyata di balik sukses film Avengers: Infinity War, ada dua talenta Indonesia bernama Ronny Gani dan Renald Taurusdi yang berkontribusi menjadi animator film fenomenal tersebut. Keduanya bergabung di Industrial Light & Magic (ILM) di Singapura. ILM merupakan anak perusahaan Lucas Animation asal AS yang menggarap efek visual film Avengers: Infinity War.

Baik Ronny maupun Renald berpengalaman menjadi animator di berbagai film ternama. Ronny yang lebih senior telah menorehkan hasil karyanya pada berbagai film, antara lain Pacific Rim, Ant-Man, Transformer: Age of Extinction, hingga Avengers: Age of Ultron.

Adapun Renald yang saat ini menjabat sebagai Creator Technical Director ILM telah menorehkan hasil karyanya antara lain pada film Jurassic World, Warcraft, Teenage Mutant Ninja Turtles: Out of the Shadows, Star Wars: The Last Jedi, Kong: Skull Island, dan Ready Player One.

“Saya terlibat sebagai senior animator dalam proyek Avengers: Infinity War. Peran animator dalam sebuah film ibaratnya seorang aktor, tapi di belakang layar, animator memberikan acting/performance kepada karakter-karakter digital/computer graphic imagery (CGI) yang dibuat di komputer melalui pergerakan/motion yang realistis. Sehingga, karakter-karakter digital tadi menjadi tampil hidup di layar dan di mata penonton,” papar Ronny kepada SWA.

Sejatinya, Ronny tidak mengenyam pendidikan di bidang animasi. Dia lulusan Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia pada 2005. Ia memulai perjalanan kariernya sebagai character animator di Infinite Frameworks Studios, Batam, pada 2006. Kemudian, ia melanjutkan ke Sparky Animation Singapura untuk mengerjakan proyek animasi Veggie Tales: Big River Rescue.

Hingga pada 2008, Ronny bergabung dengan Lucas Film Animation dan selanjutnya ia ditransfer ke ILM sebagai animator senior hingga sekarang. “Saya merasa menjadi animator lebih ke panggilan. Dari dulu memang saya suka art-related stuff, gambar, sculpture, dll. Jadi, kayanya core saya memang sudah ke art,” kata Ronny yang mengaku belajar animasi secara otodidak.

Lalu, bagaimana pengalaman jatuh-bangunnya berkarier di dunia animasi? “Pasti ada up and down. But no matter what, tetap harus usaha secara maksimal, karena kesempatan pasti akan datang. Tinggal masalah kita siap dan berada di tempat dan waktu yang tepat saat dia datang atau tidak,” katanya.

Maka, rahasianya adalah kompetensi diri harus terus ditingkatkan dengan cara terus membuka wawasan tentang perkembangan yang terjadi di dunia entertainment dan teknologi yang mendukungnya. Selain itu, harus banyak melihat produk orang lain sebagai barometer untuk tahu di mana posisi kita sendiri. Namun, untuk menambah kompetensinya, Ronny lebih banyak belajar mandiri sambil mengikuti perkembangan, terutama dari aspek software dan teknologi.

Sebagai animator, tantangannya adalah bagaimana menghasilkan karya sebaik mungkin untuk mewujudkan visi atau arahan film-maker (director), karena Ronny tahu karyanya akan dilihat oleh jutaan penonton di seluruh dunia. Karena animasi adalah proses kreatif, workflow-nya tidak linier. Perubahan sangat mungkin dan sering terjadi, tetapi semua pasti ke arah bagaimana membuat produk yang semenarik mungkin dari sisi story telling.

Bekerja di ILM sebagai perusahaan internasional pada prinsipnya sama seperti bekerja di tempat lain. Namun di ILM, kesimbangan dalam bekerja (work-life balance) sangat diperhatikan. “Dalam kondisi normal, jam kerja saya seperti jam kerja pada umumnya. Namun, harus dipahami bahwa ini bidang kreatif, di mana menjelang deadline kemungkinan besar pasti ada overtime,” ungkap Ronny menjelaskan.

Lalu, apa target dan cita-citanya? “Saya ingin terus melakukan knowledge sharing tentang animasi melalui kursus online melalui www.bengkelanimasi.com, yang saya dirikan pada 2014. Harapan saya adalah mampu membantu mereka yang ingin serius berkarier di animasi, dan menciptakan rockstar animator untuk generasi selanjutnya,” kata Ronny.

Bengkel Animasi (www.bengkelanimasi.com) adalah kursus online yang mengajarkan animasi karakter kepada animator-animator muda Indonesia, baik yang baru memulai atau bahkan yg sudah mulai beken. “Berangkat dari pengalaman saya tentang kurang memadainya sarana untuk belajar animasi di Indonesia, saya berinisiatif mendirikan Bengkel Animasi,” ujarnya.

Awalnya, ia memulai sendiri, tetapi sekarang sudah dibantu oleh tim pengajar yang terdiri dari para animation supervisor yang masih aktif bekerja di industri animasi Indonesia. Kursus ini dibuat online supaya bisa diakses oleh siapa saja dan dari mana saja di Indonesia, dan pengajar pun lebih leluasa untuk mengajar di kota masing-masing. Kurikulumnya diciptakan mengikuti standar kebutuhan animasi di lapangan, dan tim pengajarnya memiliki pengalaman yang panjang di industri animasi Tanah Air, yang rata-rata berposisi sebagai animation supervisor atau head of animation department.

Bengkel Animasi juga membuat seminar dan on-site workshop ke berbagai kota di Indonesia, untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman sekaligus meningkatkan minat masyarakat secara umum terhadap industri animasi.(*)

Dede Suryadi dan Anastasia Anggoro Suksmonowati

Riset: Hendi Pradika


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved