Youngster Inc. StartUp

Jurus Dua Kaki Inas Luthfi dkk. di Bisnis Game

Jurus Dua Kaki Inas Luthfi dkk. di Bisnis Game

Internet memang telah menghilangkan sekat-sekat negara. Namun, hanya orang kreatif yang mampu memanfaatkan momentum ini. Salah satunya Inas Luthfi, anak muda dari Bandung yang sukses merebut proyek game dari berbagai perusahaan multinasional di mancanegara. Alhasil, perusahaan yang dibesutnya, PT Nightspade Multi Kreasi, mampu meraup omset miliaran rupiah per tahun.

Nightspade Multi Kreasi

Team Nightspade Multi Kreasi

Pemuda 26 tahun asli Solo, Jawa Tengah itu sejak kecil memang hobi bermain game di perangkat Playstation miliknya. Sewaktu masih SMP, ia mulai menjajal membuat program game sendiri menggunakan program Quick Basic. Namun, barulah ketika kuliah di Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, ia mulai serius mengomersialkan keahliannya dalam pembuatan aneka program komputer, termasuk program game untuk perangkat bergerak seperti tablet dan ponsel pintar.

Persinggungan Inas dengan dunia bisnis diawali dari sebuah tugas kuliah pemrograman berorientasi objek yang digarapnya bersama 6 teman satu jurusan pada 2008. Saat itu, ketujuh anak muda itu sepakat membuat game. Tak dinyana, tugas yang membuahkan nilai A itu juga memenangi lomba Digital Media Festival di Jurusan Desain Komunikasi Visual ITB pada 2009. Kebetulan, salah seorang pejabat Departemen Komunikasi dan Informatika turut menjadi juri lomba tersebut. Semakin kebetulan lagi, pejabat itu tengah membuat program percontohan inkubasi bisnis di departemennya. Inas dkk. yang menjuarai lomba itu langsung saja ditawari menjadi peserta program bertajuk Inkubator Inovasi Telematika Bandung periode 2009-2011.

Sejak itulah Inas dkk. kian serius menekuni bisnis yang awalnya dinamakan Night Club Coder, nama yang dipilih karena mereka sering mengerjakan pemrograman di malam hari selepas jam kuliah. Namun, dalam perjalanannya, setelah lulus, hanya lima orang yang bertahan meneruskan usaha mereka, yakni Inas sendiri yang kini menjabat sebagai CEO sekaligus Chief Technology Officer, Dody Dharma menjabat Chief Operating Officer, Garibaldy W. Mukti sebagai Chief Marketing Officer, Teddy Pandu Wirawan sebagai Chief Financial Officer, dan Andina Tarina yang menduduki kursi Komisaris. Tahun 2010 menjadi titik metamorfosis bisnis dengan membentuk badan hukum sekaligus mengubah namanya menjadi PT Nightspade Multi Kreasi. Fokus bisnis dipertajam, dari palugada (apa lu mau gua ada) ke program enterprise resource planning (ERP).

Ketika boominggame berbasis iOS dan Android tiba, mereka pun tertarik menunggangi gelombangnya. Belakangan, semangat mereka di bisnis game kian terpacu ketika salah satu game pertama mereka dibeli pengembang game asal Amerika Serikat seharga US$ 8.500. Salah satu game awal Stack The Stuff untuk App Store, Google Play dan Windows juga sukses diunduh hingga 250 ribu dengan mayoritas pengunduh dari AS, Eropa dan Australia.

Karena itu, pada 2011 Nightspade, yang mendapatkan investasi dari East Ventures di tahun yang sama, memutuskan lebih fokus pada pembuatan game dan program untuk platform mobile. Mereka bermain dengan dua kaki sekaligus. Kaki pertama menyasar pemain game langsung (B2C), kaki kedua menargetkan kalangan korporasi (B2B). Pengguna langsung disasar dengan memasukkan game-nya ke App Store, Google Play dan Windows Store. Pendapatan diraih jika pengguna membeli game berbayar atau dari iklan yang tayang di game-nya.

Adapun layanan korporasi atau alih daya ditargetkan melayani sesama perusahaan pengembang game yang berminat dibantu dalam pembuatan konsep game, programming, animasi, musik, dan sebagainya. Atau, perusahaan yang berminat menjadikan game sebagai sarana pemasaran produknya. “Di luar negeri, rata-rata pengembangan game membutuhkan waktu yang lama, sumber daya manusia yang banyak, dan dana yang besar. Nah, kami coba tawarkan para pekerja ahli kami ke perusahaan tersebut dengan harga yang bersaing,” tutur Inas.

Langkah itu rupanya mujarab menggenjot kinerja Nightspade. Model alih daya bahkan menjadi tulang punggung perusahaannya. Hingga kini, banyak studio game dari AS, Jepang dan China menjadi pelanggan Nightspade. Inas mengaku, meski bersaing dalam harga, faktor kualitas tak bisa ditawar. “Orang luar negeri itu, semurah apa pun harganya, kalau kualitasnya jelek, ya tidak akan diambil,” ungkapnya.

Mengandalkan kualitas mumpuni, Nightspade pun kerap memenangi order yang sering kali ditenderkan lebih dulu. “Jadi, kami sebenarnya harus bersaing secara kreatif dengan studio yang sudah jadi langganan mereka. Kami harus bersaing dalam pembuatan konsep game, proposalnya harus bagus, cocok atau nggak dengan bujetnya,” ia menguraikan. Faktor kualitas pula yang membuat Inas fokus ke pasar luar negeri, karena harga yang ditawarkan pihak dalam negeri acap tidak masuk dengan “hitungan” Nightspade. Saat ini, Nightspade bergerak dengan 15 orang kru karyawan tetap, termasuk Inas dan 7 orang tenaga paruh waktu.

Nightspade kerap memenangi order bernilai ratusan ribu US$, jumlah yang disebut Inas masih terbilang kecil di industri game. “Di game, ratusan ribu dolar itu ya relatif menengah-bawah,” ujarnya.

Salah satu jurus Inas agar terus menghasilkan karya terbaik adalah dengan merasa bodoh. Maksudnya, selalu haus terhadap pengetahuan baru. Dengan begitu, Inas dan timnya mampu terus menggali peluang di berbagai lini. Nightspade menargetkan dapat menghasilkan hingga 6 game per kuartal. “Jadi, kami mencoba strategi kuantitas, game kecil-kecil tapi jumlahnya banyak dan fun untuk dimainkan,” tuturnya.

Beberapa game yang pernah dibesutnya selain Stack The Stuff, yakni Mad Warrior, Don Gravity, Taby The LittleMouse, Air Heroes, Nuclear Outrun dan Animal Pirates. Sementara perusahaan yang pernah menjadi kliennya adalah Intel India, Mig33, Chupa Chups, serta perusahaan dari AS, Jepang, China dan Singapura.

Tak cuma itu. Kinerja Inas dkk. yang moncer di mancanegara rupanya menarik perhatian banyak pihak hingga mengganjarnya dengan berbagai anugerah seperti APICTA 2011, Sparx Up 2011, INAICTA 2011 dan 2013, juara satu Indigo Apprentice Award 2015. Teranyar, mereka sukses merebut juara dua dunia Intel RealSense App Challenge 2015. “Sekarang sudah lima tahun kami berjalan dan sampai sekarang pun kami tetap berusaha membuat game yang menyenangkan untuk dimainkan, cocok untuk pasarnya dan menghasilkan keuntungan supaya kami bisa terus membuat game lagi,” tutur Inas, semringah.

Adam Ardisasmita, CEO dan Co-Founder Arsanesia, pengembang game yang berciri budaya khas Indonesia, menguraikan, jurus dua kaki Nightspade lazim digunakan pengembang game lokal. “Banyak game developer di Indonesia yang menggunakan cara ini karena memang rumus untuk menciptakan game yang sukses tidaklah mudah untuk didapatkan. Perlu experience, trial and error, juga kualitas yang baik. Untuk bisa mendapatkan hal itu, butuh investasi yang tidak sedikit. Supaya game developer bisa running, perlu ada sumber pendanaan, bisa dari investor atau dari model bisnis lain seperti outsourcing,” ungkapnya.

Adam memuji Nightspade sebagai salah satu studio game senior yang memiliki pengalaman yang tinggi, kualitas game yang baik, dan perusahaan yang berkembang secara positif. “Semoga Nightspade bisa terus berkembang memiliki karya yang sukses, dan bisa menjadi motor majunya industri game di Indonesia,” ujarnya penuh harap.

Eddy Dwinanto Iskandar

Reportase: Raden Dibi Irnawan

Riset: Armiadi Murdiansah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved