Youngster Inc. StartUp

Liku-Liku Daniel Hermansyah Orbitkan Kopi Chuseyo

Liku-Liku Daniel Hermansyah Orbitkan Kopi Chuseyo

Menjadi penggemar K-pop tak semata-mata bisa bermanfaat sebagai hobi, tetapi bisa pula menjadi pendorong untuk punya bisnis yang aduhai. Itulah yang terjadi pada Daniel Hermansyah, penyuka K-pop yang juga fans berat Lee Ji Eun (UI) sejak 2008.

Karena perhatian dan kesukaannya pada K-pop yang memang teramat sangat, Daniel kemudian mendirikan kedai kopi yang menarget pasar para pencinta K-pop dengan nama Kopi Chuseyo. Jangan salah, kedai kopinya yang baru mulai pada 2019, kini sudah punya 77 gerai yang sebagian besar dikembangkan dengan pola waralaba.

Sebelum punya bisnis sendiri, Daniel sempat bekerja di Dreambox sebagai branding consultant, tepatnya sejak 2012. Lulusan S-1 Ekonomi Akuntansi Universitas Multimedia Nusantara ini sudah terbiasa menangani marketing campaign berbagai brand. Di Dreambox, ia menimba banyak ilmu pemasaran, branding, dan bisnis.

Bisnis kopi dipilih karena ia pernah menimba ilmu di sekolah perkopian. “Jadi, saya memang memulai dari sesuatu yang saya sudah tahu,” ujarnya. Adapun konsep bisnis kopi dengan positioning K-pop karena memang suka K-pop sejak SMA (2006).

Kebetulan pula, saat itu, tahun 2019, kantornya pindah ke lokasi baru yang di bawahnya ada ruang kosong. Lalu, ia membuat kafe. Ia sengaja menyasar pencinta K-pop karena yakin, jumlah penyuka K-pop di Indonesia mencapai jutaan. Maka, produknya pun dibuat tak lepas dari nuansa K-pop.

“Walaupun klaim produknya K-pop, kalau founder-nya tidak mengerti K-pop, fans akan tahu. Chuseyo ini bukan kafe K-pop pertama di Indonesia, tapi kami sangat ngerti,” katanya. Tak mengherankan, dengan keyakinannya itu, ia cepat melakukan ekspansi cabang setelah merapikan SOP dan menata internalnya.

Daniel mengakui, pada awal memulai bisnis, ia sempat mengalami kesulitan melakukan transisi diri, dari konsultan ke bidang operasional. Karena, dua hal itu sangat berbeda.

“Ini juga jadi pelajaran. Kalau ingin buat sesuatu, tidak bisa sampingan, harus fokus. Ketika bangun Chuseyo dan masih kerja di consulting, saya capek dan dua-duanya hasilnya tidak maksimal. Makanya, kemudian resign dan fokus di Chuseyo saja,” kata mantan Managing Director Dreambox ini.

Dalam mengembangkan bisnis kafe yang kini sudah punya 77 gerai itu, ia tidak menggunakan dana sendiri. “Simply I’m not that rich untuk buat cabang sendiri. Saya tidak punya privilege, hanya modal dengkul,” ungkapnya.

Sempat bertemu tiga investor untuk mengajukan pendanaan, ia harusbertepuk sebelah tangan. Investor justru bersikap skeptis dengan prospek pasarnya. Bahkan, ada investor yang meminta mesti sudah punya enam cabang yang terbukti profit dulu, baru bisa memberi funding.

Namun, Daniel tak mau dengan cara itu. “Itu mah keburu disalip orang. Kami putuskan untuk menggunakan pola franchise agar bisa cepat ekspansi,” katanya. Ia punya kesan pendanaan modal ventura terlalu ribet.

Terkait kerjasama kemitraan, Daniel menawarkan paket yang cukup lengkap. Dengan Rp 180 juta, sudah mendapat peralatan lengkap, bahan baku untuk awal grand opening, termasuk training seminggu karena SKU-nya banyak, dan dua trainer pasti akan dikirim ke kota tersebut. Untuk tempat usaha, mitra waralaba yang menyediakan.

Pihaknya membuka kemitraan setelah membereskan operasional dan penataan internal. “Kalau operasional internal saja belum beres tapi sudah buka cabang, namanya melipatgandakan masalah,” ujarnya tandas.

Di bisnis ini, Daniel sangat mengandalkan produk dan terus membuat produk yang diminati konsumen penyuka K-pop. “Kami terus menciptakan produk baru setiap season, sama seperti di Korea. Misalnya, ketika musim spring, kami buat menu Spring Series, yaitu Spring Day dan Red Flavor,” ia menjelaskan.

Kemudian, ketika summer, kafenya juga menyediakan menu yang sedang in di Korea. “Dalam satu tahun, kami melakukan empat kali rilis. Setiap season sekitar dua menu yang dirilis,” kata CEO PT Kopi Opa Korea (Chuseyo) ini bersemangat.

Untuk mempromosikan kafe Chuseyo, sejak baru punya satu gerai, Daniel sudah menggunakan jasa influencer untuk membantu viral. Namun, menurutnya, yang paling penting, selalu menjaga hubungan baik dengan customer. Untuk itu, pihaknya bahkan membentuk grup di Telegram yang beranggotakan konsumen yang disebutnya “Fandom”, total mencapai 7.000 anggota.

“Kami ngobrol dengan mereka. Kalau mereka punya komplain, feel free ngomong di Telegram. Kami ingin menciptakan kebersamaan antara Chuseyo dan customer,” kata Daniel.

Selama masa pandemi, semua gerai Chuseyo masih tetap buka. “Awal pandemi ada penurunan omzet 70%. Tapi, Juni sudah naik lagi, dropnya kurang-lebih hanya tiga bulan,” katanya. Setelah itu, penjualan kembali naik bagus dan ketika PPKM drop kembali 70%.

“Kuncinya hanya cash management. Meski drop, mitra waralaba belum pernah nombok, karena cash di bulan-bulan sebelumnya masih bisa menutupi minus,” ujar Daniel seraya menyebutkan, kini bisnis kembali bergairah dan profit.

Ia juga menekankan ke mitra cabang agar selalu berhemat, misalnya dalam hal efisiensi shift barista, jam operasional, dan jumlah stok. Selama pandemi ia juga memberikan keringanan kepada cabang dalam membayar fee. “Yang penting, mereka tetap hidup,” Daniel menjelaskan prinsip bisnisnya.

Walau Chuseyo kini telah sukses berkembang hingga punya 77 cabang —di akhir 2021 ditarget punya 100 cabang— Daniel tak mau hidup foya-foya atau pindah ke gedung kantor yang lebih bagus. “Profit lebih baik dipakai untuk improve perusahaan,” ujarnya tandas.

Ia sangat tertantang untuk membuktikan bahwa segmen pasar penyuka K-pop memang besar, tidak seperti kata para investor yang ditemuinya yang skeptis. “Kami ingin menjadi the only K-pop hub in the nation, satu-satunya tempat kumpul anak K-pop,” Daniel menegaskan positioning kedai kopinya. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved