Youngster Inc. StartUp zkumparan

Mendulang Untung dari Limbah Plastik

Mendulang Untung dari Limbah Plastik

Deasy Esterina memproduksi tas bermerek Kreskros yang terbuat dari limbah plastik kresek. Kreskros mengusung konsep tas dari bahan daur ulang yang berdesain modern. Deasy menggunakan sisa-sisa plastik dari pabrik benang dan pakaian wanita. Tas yang diproduksi rumah produksi Kreskros di Ambarawa, Jawa Tengah, ini menggunakan limbah plastik yang bersih dan tidak terkena sampah. “Plastik yang kami gunakan saat ini plastik HD nomor 4 yang biasanya dipakai untuk plastik kresek,” Deasy menjelaskan.

Deasy Esterina

Pengerjaan tas ditangani Deasy bersama 10 pegawai Kreskros. Kapasitas produksi tas mencapai 60-120 buah per bulan. Deasy mendesain sendiri tas yang akan diproduksinya untuk diolah lebih lanjut oleh pegawainya menjadi tas yang sarat nilai artistik, berdesain kontemporer, serta elegan. Kreskos memproduksi tas monokrom ransel, tote bag, dan clutch. Ke depan, ia berencana membuat tas warna-warni. Tas Kreskros dipromosikan di media sosial dan situs Kreskros.com.

Akun Kreskros di medsos, seperti Facebook, dijadikan saluran mengedukasi konsumen. “Memperbanyak engagement dan berinteraksi dengan konsumen. Website Kreskos berfungsi sebagai toko, Instagram untuk merangkum daily life dan meningkatkan brand awareness, Facebook untuk membagikan tutorial dan artikel, serta Pinterest untuk membagikan craft tutorial,” tutur Deasy. Adapun promosi di media konvesional adalah mengikuti acara dan workshop.

Pembeli tas Kreskros paling banyak adalah konsumen yang berdomisili di Jakarta dan Singapura. Segelintir konsumen di Australia, Amerika Serikat, dan Belanda juga memesan tas Kreskros. Deasy menyebutkan, karakter konsumen di Jakarta cenderung menggemari aspek desain yang artistik. Adapun konsumen di kota lain di Indonesia mengutamakan aspek fungsional.

Daya saing tas Kreskros cukup tinggi untuk berkompetisi dengan kompetitor yang memproduksi tas sejenis. Alih-alih bersaing sengit, Deasy menginisiasi kolaborasi dengan kompetitor. “Saya pernah bekerjasama dengan teman yang mengolah limbah dari ban truk. Kami malah jadi saling membantu karena masing-masing memiliki karakter tersendiri,” ia menguraikan. Metode ini memicu produsen lainnya untuk berkolaborasi.

Cikal bakal bisnis tas yang digeluti lulusan S-1 Arsitektur Interior dari Universitas Ciputra, Surabaya, ini berawal pada Oktober 2014. Kala itu, Deasy memproduksi tas dari sisa-sisa limbah menjadi produk bernilai ekonomi tatkala berpartisipasi di acara Surabaya Design It Yourself. Ia membuka booth untuk menjajakan tas berbahan plastik kresek. Dagangannya laris manis dibeli pengunjung di acara itu.

Lalu, pada pertengahan 2016 Deasy mencanangkan bisnis tas dengan gerakan sosial agar bisnisnya berkesinambungan dan berdampak sosial bagi publik. “Saya memutuskan Kreskros bukan hanya bisnis, tapi juga social movement untuk peduli lingkungan. Kami fokus pada plastic waste management,” ujar lajang kelahiran Ambarawa, 7 Desember 1990 ini. Kala itu, ia menggelontorkan modal usaha Rp 10 juta.

Ia mempelajari tata kelola limbah, menelusuri seluk-beluk produksi plastik, menulis opini tentang manajemen limbah dan kelestarian lingkungan hidup, juga memberikan lokakarya (workshop) membuat kerajinan dari limbah plastik. Lokakarya ini ada yang gratis, ada juga yang komersial. “Salah satu workshop gratis adalah saat kami mengunjungi SD di pelosok. Ini salah satu bentuk tanggung jawab sosial,” kata Deasy. Ia juga menyisihkan 50% keuntungan Kreskos untuk program penghijauan. Rencana bisnis ke depan, ia ingin membuat gerai pajang (showroom), mengolah semua jenis plastik, serta merambah bisnis produk interior. Selain tas, ia pun ingin membuat produk interior. “Kami berharap prinsip mengolah sampah sendiri bisa mendarah daging untuk masyarakat,” katanya menandaskan.

Reportase: Nisrina Salma

Riset: Elsi Anismar


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved