Youngster Inc. StartUp

Pergulatan Dendy Reynando di Bisnis Kreatif

Oleh wiend
Pergulatan Dendy Reynando di Bisnis Kreatif

Meski berkuliah di Program D-3 Elektronika Instrumentasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Dendy Reynando tak gentar berbisnis di dunia kreatif. Malah, pilihan bisnisnya sukses mengantarkannya menjadi pengusaha manajemen artis, publishing dan rumah produksi di bawah bendera Mahakarya Inc. dengan omset miliaran rupiah per tahun.

Mahakarya Inc.

Dari pembicaraan itu, Dendy justru yang diajak bergabung ke manajemen band Seventeen. Gayung bersambut. Tahun 2005, Dendy mengangguk setuju. Demi totalitas, Dendy melepas bisnis clothing-nya. Band Seventeen yang berdiri pada 1999 sebenarnya telah merilis album pertama, Bintang Terpilih, di bawah label Universal Music Indonesia. Namun, kemudian Universal global menutup label lokalnya di Indonesia, sehingga otomatis hubungannya dengan Seventeen terputus. “Nah, ketika Universal melepas band ini, saya diminta membantu membuat business plan sebagai bahan untuk mencari investor. Mereka sempat kembali ke Yogya karena kejadian gempa, tetapi saya tetap di Jakarta hingga mendapat investor baru,” katanya.

Bukan tanpa tantangan dia menapaki jalan menjadi manajer artis. Bahkan, orang tuanya sempat meragukan pilihan kariernya. “Bagi orang kampung seperti kami, kerja seperti saya tidak keren, karena semacam pengelola organ tunggal yang dipanggil dari hajatan satu ke hajatan lain. Maklum, kami belum akrab dengan ini,” Dandy mengenang masa lalunya sambil tersenyum.

Kondisi mulai membaik kala band binaannya dengan formasi baru mengeluarkan album anyar, Lelaki Hebat, pada 2008 di bawah label baru MI Tune Music Production. Perusahaan ini milik seorang konsultan pajak yang hobi musik dan memercayakan pengelolaan labelnya kepada Dendy.

Formasi dan label yang baru membawa konsekuensi tak ringan: Seventeen dianggap layaknya pendatang baru. Alhasil, dia harus berjibaku meyakinkan 600 stasiun radio di Indonesia untuk memutar lagunya. “Kami kirim satu per satu CD fisik ke radio-radio. Saya berjuang ke seluruh radio di Indonesia, ada 600 radio, saya telepon satu per satu supaya bisa masuk di playlist,” ujarnya. Upayanya selama 2-3 bulan ini berbuah manis. Masyarakat mulai merespons positif band Seventeen. “Bulan ketiga responsnya naik,” katanya. Band Seventeen pun mulai diminta manggung di berbagai stasiun televisi, juga di berbagai daerah.

Dendy yang meneruskan kuliahnya di S-1 Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Jakarta dan MBA IPMI pun kian mantap menggeluti pilihan kariernya. Bahkan, pada 2009 dia memilih berdiri sendiri. “Saya mulai berpikir membuat bisnis sendiri di manajemen artis, record label, pokoknya entertainment business. Maka, saya set up Mahakarya Inc. pada 2009,” paparnya.

Dengan dana seadanya, bahkan kantor yang menumpang di markas band Seventeen, dia mengawali Mahakarya Inc. Dari sana, jalan bisnisnya ternyata terus terbentang lebar. Dendy pun menularkan semangat bisnisnya ke timnya. Salah satunya ke para personel Seventeen yang didorongnya turut berbisnis dengan memproduseri sendiri band-band indie.

Belakangan, bisnis rumah produksi juga dirambah Dendy dengan titel Sarugo Visual Motion. Awalnya, Mahakarya membuatkan video klip untuk band Seventeen pada 2010, selanjutnya untuk band Lila, lalu band-band lain. Bahkan, Nestle pun memercayakan salah satu proyeknya ke Sarugo. Kini, total sudah puluhan video klip yang diproduksi Sarugo. “Ke depan, Sarugo akan saya kembangkan ke program teve dan film. Program teve sedang bicara dengan dua stasiun teve, sedangkan film ada satu skrip yang sedang kami ulas,” kata Dendy, antusias.

Bisnis manajemen artisnya kini menaungi delapan artis dan band, di antaranya Seventeen, Captain Jack, Gilang Dirga, Komo Ricky dan Ilvie Rahmi.

Pengembangan bisnis Mahakarya mengikuti alur kemajuan dunia digital, antara lain kelahiran Departemen Pengembangan Bisnis & Publishing. Bidang itu digarapnya karena para artisnya butuh penanganan di ranah media dan distribusi digital seperti ring back tone, iTune, YouTube, Facebook, Twitter, serta menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan telekomunikasi. “Misal promotion services, kami pernah berhasil memegang media placement beberapa artis,” katanya.

Mahakarya juga pernah membantu media placement buat BPJS Kesehatan. “Karena Mahakarya dekat dengan radio, teve lokal dan media lain, digunakanlah layanan ini untuk sosialisasi tentang BPJS Kesehatan,” ungkapnya.

Saat ini Mahakarya diawaki 15 karyawan tetap dan belasan pekerja paruh waktu. Hebatnya lagi, dua karyawannya kini sedang disekolahkan S-2 di Universitas Bina Nusantara dan Universitas Trisakti. “Saya mau karyawan saya terus belajar. Seperti saya, yang awalnya tidak tahu apa-apa tetapi mau terus belajar,” ujarnya. Bahkan, saat ini dia juga mempekerjakan tiga manajemen artis yang sesungguhnya berbekal nol pengalaman.

Omset Mahakarya tahun ini meningkat tiga kali lipat dari tahun lalu. “Saya tidak bisa sebut angka pasti, setiap tahun gross income naik tiga kali,” ujar Dendy yang menargetkan pencapaian tahun ini Rp 15 miliar.

Dendy bersyukur, berkat usahanya, dia sudah membawa kedua orang tuanya pergi umroh ke Tanah Suci, bahkan mendaftarkan haji buat mereka juga. Pengendara Mitsubishi Pajero Sport ini pun semakin yakin menggeluti bisnisnya. “Saya yakin potensinya sangat besar. Apalagi, industri kreatif disadari pemerintah bisa mendukung banyak hal. Bisnis digital dan media sosial juga makin berkembang. Untuk digital music kami sebelumnya titip distribusi, tetapi mulai tahun ini kami sudah langsung deal dengan operator selulernya, ada 100 lebih konten yang kami distribusikan,” ujar Dendy.

Saat ini Dendy juga sibuk dengan kegiatan sosial. Melalui Mahakarya Foundation yang didirikan pada 2012, dia menyalurkan zakat karyawan dan artis ataupun sumbangan lainnya untuk anak-anak tidak mampu yang berprestasi. Saat ini MF memiliki 20 anak asuh yang tersebar di seluruh Indonesia. Anak asuh pertama yang dibantu biayanya saat ini bahkan ada yang sudah selesai kuliah dan bekerja di Pertamina.

Untuk bisnisnya, Dendy berencana go regional dalam satu dekade ke depan. “Mahakarya punya mimpi bisa merajai pasar Asia untuk 10-15 tahun ke depan dan bisa berkembang seperti Sony, Universal, Warner, SM Ent dan perusahaan multinasional lainnya yang bergerak di industri kreatif,” cetus pria yang berambisi kuliah lagi mengambil gelar MBA di Harvard Business School ini.(*)

Herning Banirestu dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: M. Khoirul Umam


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved