Business Research Trends zkumparan

SBM ITB: Transportasi Daring Integrasikan Sistem Transportasi Massal

Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) menyatakan layanan transportasi daring merupakan alat integrasi untuk mendukung sistem transportasi massal.

Tim peneliti SBM ITB merekomendasikan adanya kolaborasi antara regulator, layanan transportasi massal, dan layanan transportasi daring untuk mendorong peningkatan jumlah penumpang transportasi massal. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa 48% penumpang Komuter Jabodetabek menggunakan transportasi daring sebagai salah satu transportasi dalam multimoda harian mereka.

Dr. Yos Sunitiyoso, pemimpin riset SBM ITB, menjelaskan, telah terjadi perubahan dalam perilaku komuter warga Jabodetabek sejak munculnya transportasi daring. “Alih-alih mengganti transportasi massal, layanan transportasi daring mendorong lebih banyak orang untuk beralih menggunakan transportasi massal, karena transportasi daring mempermudah perjalanan komuter dari dan menuju stasiun/halte transportasi massal,” kata dia.

Perilaku ini, menurutnya, membantu mengatasi kemacetan lalu lintas di Jabodetabek dan mengurangi tingkat polusi udara. Data riset juga menyebutkan, salah satu yang menghambat masyarakat tidak menggunakan transportasi masal adalah sulitnya akses.

Biasanya, lokasi stasiun/halte terlalu jauh untuk dicapai dengan berjalan kaki. Transportasi daring dianggap dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena dapat menyesuaikan permintaan, keterjangakauna biaya, dan memiliki titik penjemputan yang jelas.

Sebanyak 74% responden mengaku menggunakan transportasi Grab, sementara 49% mengunakan layanan Gojek. Layanan transportasi daring berbasis sepeda motor menjadi layanan yang paling sering digunakan oleh 96% pengguna, dengan GrabBike paling sering digunakan oleh 61% pengguna dan Go-Ride paling sering digunakan oleh 35% pengguna.

Temuan lain menunjukan, 31% komuter beralih ke transportasi massal karena adanya layanan transportasi daring, sehingga mempermudah mereka menjangkau stasiun/halte. Di sisi lain, perubahan ini juga berdampak pada menurunnya emisi gas rumah kaca (GRK).”Dengan mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum, emisi dapat dikurangi,” kata Yos Sunitiyoso.

Studi ini menyebutkan, pilihan ini telah mengurangi emisi karbon sebesar 11% (secara agregat) dibandingkan sebelumnya. Dengan mengkonversi dari kendaraan pribadi (mobil dan motor) ke perjalanan multimoda, 44,37% dari semua responden telah berhasil mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (CO2, N20, CH4) mereka.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved