Automotive

Akademisi: UMKM Tidak Butuh Motor Listrik, Tapi Tambahan Modal

Rencana kebijakan subsidi atau intensif motor listrik untuk UMKM menuai pro kontra di masyarakat. (Foto Ubaidillah/SWA)

Kebijakan pemberian intensif atau subsidi motor listrik yang akan mulai pada 20 Maret 2023 mendatang menuai pro dan kontra. Salah satunya datang dari pengamat transportasi dan juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno.

Djoko mengkritik kebijakan pemerintah yang ingin memberikan subsidi motor listrik sebesar Rp7 juta kepada UMKM. Menurut Djoko kepada SWA Online, UMKM tidak butuh motor listrik tetapi butuh tambahan modal untuk usaha. “Kondisi sekarang, setiap UMKM sudah punya motor, bahkan lebih dari satu motor dalam rumah tangganya. Bahkan orang yang hidup di kolong jembatan bisa punya motor,” kata Djoko di Jakarta, Rabu (9/3/2023).

Indonesia belajar dari luar negeri hanya sepenggal-sepenggal, tidak menyeluruh. Di luar negeri, angkutan umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi. Bukan membuat target motor listrik.

“Dan tidak ada kebijakan motor listrik seperti di Indonesia, karena mereka paham sekali risiko motor lebih tinggi ketimbang mobil. Transportasi umum di luar negeri bagus dan seharusnya ini yang dicontoh,” kata Djoko yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.

Mengenai risiko keselamatan, tambah Djoko, 75 % – 80 % kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor. Usia produktif (15-30 tahun) memberikan kontribusi terbesar korban kecelakaan lalu lintas. Pemerintah harus mampu mengurangi penggunaan sepeda motor yang berlebihan dan dampaknya sudah seperti sekarang. “Jika memilih ekonomi atau keselamatan, maka harus bisa menyandingkan keduanya,” ujarnya.

Menurut Djoko, saat ini Indonesia krisis transportasi umum dan keselamatan lalu lintas. Sehingga sudah seharusnya pemerintah pusat maupun daerah terus menyediakan transportasi umum yang memadai, nyaman, dan aman bagi masyarakat.

“Membenahi transportasi umum dengan kendaraan listrik akan didapat menekan emisi udara, mereduksi kemacetan lalu lintas, menurunkan angka kecelakaan dan menurunkan angka inflasi di daerah. Jadi transportasi umum menggunakan kendaraan listrik,” katanya.

Membenahi angkutan umum, sehingga bisa menindahkan pemilik motor untuk menggunakan angkutan umum. Program Teman Bus di 11 kota dapat menjadi contoh, di mana sebanyak 62% pemilik motor beralih menggunakan bus umum. 45% digunakan pelajar, kemudian 38,5% masyarakat umum, 15,5% lansia dan 1% disabilitas.

Djoko mengingatkan bahwa program intensif kendaran listrik rawan penyalahgunaan. Oleh sebab itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi sejak awal program digulirkan.

“Rp 1,4 triliun bisa digunakan untuk membenahi angkutan perkotaan di 20 kota. Subsidi atau insentif diberikan untuk warga tidak mampu. Warga yang bisa beli motor dan mobil adalah kelompok orang mampu, sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif,” kata Djoko dengan tegas.

Menutup keterangannya, Djoko mengungkapkan di Indonesia banyak orang pintar, jauh lebih pintar dari beberapa negara di Asia Tenggara, tetapi Indonesia tidak pernah bisa buat kebijakan yang cerdas. “Secara individu, rakyat Indonesia unggul tapi secara negara Indonesia mandul,” ucapnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved