GCG Companies

Mandiri Inhealth, Perkuat Diri dengan Inovasi dan Teknologi Digital

Mandiri Inhealth, Perkuat Diri dengan Inovasi dan Teknologi Digital

Tahun 2020 merupakan tahun berat bagi dunia usaha. Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal 2020 telah meluluhlantakkan aktivitas perekonomian di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Budi Tampubolon, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth).
Budi Tampubolon, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth).

Sebagai perusahaan asuransi jiwa bagian dari Mandiri Group, Mandiri Inhealth menyadari situasi yang terjadi. Covid-19 yang mengancam kesehatan dan keselamatan manusia ini memang tidak bisa diingkari. Dampak lanjutannya yang akan berlangsung lama pun sudah diduga. Sehingga, Mandiri Inhealth sejak awal telah melakukan penyesuaian yang signifikan terkait dengan pola kerja seluruh karyawan hingga proses bisnis perusahaan yang disesuaikan dengan optimalisasi inovasi dan teknologi digital.

Hal itu diungkapkan Budi Tampubolon, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth), sebagai salah satu peserta pemeringkatan Good Corporate Governance (GCG) yang dilakukan Majalah SWA dan IICG. Dalam pernyataannya, Budi menegaskan komitmennya untuk terus melakukan pengembangan dan inovasi digital.

“Inovasi digital menjadi salah satu hal yang membuat kami bertahan di masa pandemi,” ujar Budi. Pihaknya bertekad meningkatkannya secara berkelanjutan guna memberikan kemudahan bagi peserta (nasabah).

Selain itu, sejumlah strategi dan terobosan telah disiapkan Mandiri Inhealth untuk mengantisipasi pandemi Covid-19. Di antaranya, membuat variasi produk baru serta mengembangkan produk existing dengan perbaikan pada fitur benefit dan kualitas pelayanan hingga periode tiga tahun ke depan.

Selanjutnya, mengamankan jalur distribusi yang masih tetap fokus pada direct distribution, broker, dan bancassurance melalui kanal pemasaran internal. “Kami menyadari yang harus digarisbawahi adalah jalur distribusi sangat tergantung pada hubungan yang terjalin baik antara badan usaha (konsumen) dan perseroan asuransi (Mandiri Inhealth),” ungkap Budi. Sehingga, menurutnya, sentuhan humanis, kedekatan emosional, dan kecepatan pelayanan tetap menjadi salah satu kelebihan Mandiri Inhealth dibandingkan kompetitor dalam menjalankan jalur distribusi.

Upaya meningkatkan penetrasi pasar, baik dalam produk asuransi kesehatan maupun asuransi jiwa, tidak hanya melalui pengembangan produk baru, melainkan juga dengan produk lama yang dikemas ulang atau direvitalisasi kembali. “Hasilnya sangat baik, berdampak pada pendapatan premi kami di tahun 2020 yang tercatat meningkat Rp 2.445,58 miliar atau mencapai 110,78% terhadap target sebesar Rp 2.207,66 miliar,” kata Budi, bangga.

Saat ini Mandiri Inhealth memperoleh 19% pangsa pasar di pasar asuransi jiwa & umum (kuartal II/2021). Ini meningkat dari kuartal II/2020 yang sebesar 18%. Peningkatan pangsa pasar pada kuartal II/2021 lebih besar dibandingkan industri secara keseluruhan.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar, Mandiri Inhealth membangun Mandiri Inhealth Contact Center (MICC). Ini untuk memperkuat layanan dalam memenuhi kebutuhan seluruh peserta dan provider rekanan.

Mandiri Inhealth juga mempunyai Administration Service Only (ASO), yaitu perluasan usaha yang telah mendapat persetujuan dari OJK, dalam rangka pengelolaan employee benefit. Layanan ASO bertujuan memperkenalkan asuransi kepada badan usaha, yang masih melakukan self-insured (swakelola). Dengan produk ini, badan usaha dapat menggunakan layanan ASO dari Mandiri Inhealth untuk mengurus administrasi kesehatannya, dan ketika mencapai titik tertentu perlindungan asuransinya dapat diaktifkan.

Budi Tampubolon mengatakan, tantangan industri asuransi jiwa selama 2020 sangat besar. Cara pemasaran industri asuransi jiwa yang dominan secara face to face jelas terganggu karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, dsb.

“Namun, kami tidak gentar. Berkat tata kelola yang baik dan penerapan manajemen risiko yang baik, kami bisa melaluinya dengan baik,” kata Budi yang secara konsisten mengikuti praktik GCG.

Ia mengakui, dengan menjalankan praktik GCG, semuanya menjadi lebih baik. Misalnya, untuk menguatkan penerapan tata kelola, risk & culture, telah dilakukan inisiatif menerapkan integrasi Governance, Risk, and Compliance (GRC) dengan melakukan pemantauan indikator yang bersifat high risk.

Monitoring risk event dilakukan secara periodik oleh unit manajemen risiko. Selain monitoring internal, monitoring terhadap risk juga dilakukan dalam skala grup oleh Bank Mandiri secara periodik.

Lalu, perbaikan proses, terutama pada proses inti, berjalan baik. Perbaikan proses dilakukan melalui update service blue print yang telah dilakukan pada semester 1/2020. Update proses inti yang dilakukan meliputi proses penjualan, proses penetapan premi, proses closing badan usaha, dan proses klaim.

Penguatan culture, competencies, and capabilities secara berkelanjutan juga berjalan lancar. Di masa pandemi tahun 2020, penguatan culture terus dilakukan, terutama untuk kegiatan di era new normal. Misalnya, Mandiri Inhealth mengeluarkan jargon “MI Cuma 1” (Memakai masker, Cuci tangan, dan Jaga jarak 1 meter), yaitu program peningkatan awareness untuk menghadapi era new normal. Adapun peningkatan competencies and capabilities dilakukan secara berkelanjutan melalui training-training online dan e-learning.

Bagi Mandiri Inhealth, hasilnya cukup membanggakan. Mandiri Inhealth berhasil menjadi perusahaan asuransi jiwa nomor satu untuk asuransi kesehatan kumpulan, dengan pencapaian pendapatan premi ataupun market share di antara 60 perusahaan asuransi jiwa lainnya. Data Per September 2021, Mandiri Inhealth memilik satu kantor pusat, 14 kanal distribusi, 10 kantor operasional, 47 kantor layanan, 1.654 mitra kerja/badan usaha, 6.600 provider, 1,8 juta peserta, dan 1.387 pegawai.

Bagi Budi, dalam perencanaan bisnis ke depan, yang paling penting adalah membangun ketahanan untuk memastikan sustainabilitas perusahaan. Mandiri Inhealth memiliki strategi dan inisiatif yang digunakan untuk membesarkan margin dan mengendalikan biaya.

Ada lima cara yang dilakukan. Pertama, mengupayakan fokus pada produk-produk individu atau disebut Instividual. Kedua, bergeser ke segmentasi baru (termasuk small medium enterprise/SME + individual) melalui kerjasama dengan Axa Mandiri Financial Services.

“Kami masuk ke perusahaan yang skalanya SME untuk menyeimbangkan portofolio kami agar jangan hanya terdiri dari badan usaha besar, tetapi juga diimbangi dengan badan usaha yang menengah,” ungkap Budi. Tujuannya adalah memberikan manfaat bukan hanya kepada kedua belah pihak, tetapi juga masyarakat, yaitu mendapat lebih banyak pilihan produk.

Ketiga, claim management (termasuk swakelola TPA, fraud mitigation). Keempat, mengoptimalisasi inisiatif promotif dan preventif. Dan kelima, memperbaiki kebijakan underwriting, termasuk multiyear contract, terminasi high loss ratio badan usaha, fokus eksposur AJK hanya di kategori 1-3 di Bank Mandiri.

Intinya, Mandiri Inhealth meyakini bahwa krisis yang terjadi sekarang berbeda dengan krisis ekonomi yang terjadi tahun-tahun sebelumnya. Krisis kali ini merupakan krisis terberat yang menimpa seluruh dunia. Hal ini menyebabkan Mandiri Inhealth perlu menyesuaikan strategi dan rencana bisnis perusahaan untuk tetap bertahan dan mengantisipasi krisis di tengah kondisi ekonomi Indonesia dan dunia yang sedang tidak menentu, melalui inovasi produk dan layanan, serta monitoring likuiditas.

Di antaranya, meningkatkan layanan peserta melalui optimalisasi jaringan provider untuk memastikan peserta mendapatkan kenyamanan dan prioritas dalam layanan kesehatan, memonitor klaim rasio dan kolektibilitas premi, serta memberikan relaksasi/restrukturisasi premi secara prudent sesuai dengan regulasi.

Terobosan lainnya adalah Transformasi Mandiri Inhealth Mobile (MIMO) menjadi FitAja! Ini merupakan digital healthcare super app, yaitu platform yang dikembangkan dengan menawarkan berbagai macam layanan dalam satu aplikasi.

“Ini di-buy-in oleh Kementerian BUMN untuk menjadi super app ekosistem kesehatan, mulai dari rumah sakit, dokter, klinik, asuransi, dsb,” papar Budi. Ia berharap Mandiri Inhealth akan menjadi unicorn karena peserta asuransinya hampir 1 juta dan sudah diunduh oleh 200 ribu pengguna.

Suatu optimisme yang tidak berlebihan. Bagaimana tidak. Hingga kuartal III/2021, kinerja keuangan perusahaan ⸺seperti pencapaian gross written premium (GWP), pendapatan investasi, laba underwriting, dan laba bersih⸺ masih menunjukkan hasil yang baik. Total aset Rp 2,76 triliun (naik dari Rp 2,53 triliun di kuartal III/2020), ekuitas Rp 1,33 triliun (dari Rp 1,27 triliun), GWP Rp 2,21 triliun (dari Rp 2,08 triliun), dan laba bersih setelah pajak/NPAT Rp 104 miliar (dari Rp 41 miliar).

Adapun jumlah aset perseroan meningkat 2,48%, dari Rp 2,20 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 2,25 triliun di tahun 2020. Total pendapatan meningkat 5,14%, dari Rp 2,14 triliun menjadi Rp 2,25 triliun. Pendapatan premi bruto meningkat 3,02%, dari Rp 2,37 triliun menjadi Rp 2,45 triliun. Dan, pendapatan premi neto meningkat 5,68%, dari Rp 1,90 triliun menjadi Rp 2,10 triliun. (*)

Dyah Hasto Palupi/Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved