GCG Companies

Pegadaian, Sempurnakan GCG dan Agresif Lakukan Digitalisasi

Damar Latri Setiawan, Direktur Utama PT Pegadaian.

Banyak cara yang dilakukan pengelola korporasi agar perusahaannya makin tangguh dan sustainable. Manajemen PT Pegadaian juga termasuk pengelola perusahaan yang tertantang membangun ketangguhan korporasinya berbasiskan GCG. Mereka punya komitmen yang kuat untuk menjalankan nilai-nilai GCG dalam praktik bisnis perusahaan.

Tentu saja, bukti dari komitmen itu sangat kompleks dan institusional. Sebut contoh di Pegadaian, untuk mempermudah dalam menjalankan nilai-nilai GCG, dibuat Pedoman Good Corporate Governance, board manual, pedoman standar etika perusahaan, dll., yang bertujuan memudahkan pelaksanaan GCG. Tata kelola kebijakan perusahaan juga dirapikan, termasuk kebijakan bidang procurement dan pengelolaan aset, kebijakan pengendalian internal, kebijakan manajemen risiko, kepatuhan, dan hukum.

Sudah dibuat pula pedoman interaksi hubungan antara induk dan anak usaha, termasuk pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System). “Semua ketentuan umum sudah kami sediakan dan pedoman operasional juga kami lengkapi. Semua kebijakan ini sangat mendukung ketangguhan perusahaan. Kami juga melakukan continuous improvement agar level GRC (governance risk compliance) semakin baik,” kata Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan.

Sejak 2021 Pegadaian mengembangkan beberapa strategi agar mampu bertahan di tengah pusaran ekonomi makro yang tidak mudah. Misalnya, dengan meningkatkan nilai ekonomi sosial, mengoptimalisasi customer experience, mendiversifikasi produk dan customer, melakukan inovasi berkelanjutan, dan mengembangkan kapabilitas.

“Kami sangat menjunjung tinggi implementasi GCG di dalam seluruh lini maupun operasional perusahaan. GCG ini menjadi DNA Pegadaian. Dengan CGPI (Corporate Governance Perception Index) ini, kami harap bisa memberikan nilai tambah bagi reputasi perusahaan, meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan,” kata Damar.

Memang, perusahaan BUMN yang per 13 September 2021 resmi menjadi anak perusahaan BRI ini menghadapi tantangan bisnis yang berat. “Pegadaian tidak bisa berpikir business as usual karena 2021 adalah tahun yang sangat menantang bagi kami,” ungkapnya.

“Di tahun 2020 itu nasabah kami masih punya Tabungan Emas, sehingga berharap pandemi cepat selesai, tetapi ternyata berlanjut sampai 2021. Karenanya, di tahun 2020 Pegadaian masih sangat gagahnya, lalu di 2021 kami suffer. Namun, kami bersyukur bisa bertahan dan kinerjanya masih tumbuh,” Damar menjelaskan.

Untuk membangun ketangguhan perusahaan dalam kerangka GCG, Pegadaian melakukan strategi jangka pendek dan panjang. Maklum, lanskap persaingan industrinya memang sangat berubah.

“Lanskap persaingan industri kami ada di KUR, super mikro, bank syariah, fintech lending, dan industri pergadaian. Bank syariah makin gencar ekspansi dengan mengeluarkan produk gadai. Kemudian, pertumbuhan fintech saat ini semakin pesat,” katanya. Pegadaian kini menghadapi kompetisi yang sangat ketat dengan pergadaian swasta, perbankan syariah, multifinance, hingga fintech P2P lending.

Dalam menggarap bisnisnya, Pegadaian membangun ekosistem, di antaranya melalui perluasan jangkauan layanan dan kerjasama dengan mitra strategis. Ini meliputi perluasan titik co-location, khususnya di remote area, serta perluasan kerjasama kelembagaan, baik dengan instansi pemerintah, BUMN, swasta, maupun komunitas.

Dilakukan pula perluasan kerjasama dengan fintech/e-commerce dan mitra pembayaran untuk memastikan kemudahan transaksi di mana pun dan kapan pun.

Selain itu, Pegadaian pun terus berusaha memberikan layanan beyond expectation, di antaranya layanan prioritas, bekerjasama dengan gerai The Gade Coffee & Gold. Juga mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan nasabah dan hasil survei pelanggan satu bulan sekali, baik Grow Core (Gadai Peduli, Gadai Express, Gadai Premium, Gadai Efek, Gadai Elektronik) maupun Grab New (Digital Lending, KUR Syariah, Kartu Emas).

Di sisi internal juga ditanamkan budaya inovasi dan budaya marketer. “Kami ada Go Lower Go Better, yakni program reward internal dalam rangka menekan NPL; Pegadaian Excellence Award, sebagai ajang pemberian apresiasi bagi unit kerja dan individu terbaik; serta EGC atau Employee Get Customer, menjadikan seluruh pegawai sebagai pemasar,” Damar memaparkan.

Ya, sejak 2018 Pegadaian memang aktif mencanangkan transformasi seiring dengan adanya perubahan tantangan bisnis, untuk mengakselerasi pertumbuhan. “Kami juga telah mencanangkan transformasi untuk long term sustainability, bahkan di pertengahan 2022 ini kami reminder lagi untuk transformasi ini dengan slogan ‘Gaspol’,” katanya.

Tentunya, transformasi lebih banyak di digital, bisnis (layanan, jaringan, produk), dan supporting-nya. Semua ini untuk mencapai visi “menjadi the most valuable financial company di Indonesia dan sebagai agen inklusi keuangan pilihan utama masyarakat”.

Transformasi digital atau digitalisasi memang menjadi isu yang sangat mainstream di Pegadaian dalam tiga tahun terakhir. Perusahaan pelat merah ini berusaha mengembangkan transformasi digital dengan empat pilar.

Pilar pertama, agar lebih governance and agile, Pegadaian mengubah mindset dan cara kerja, serta meningkatkan governance di teknologi informasi (TI) dan digital. Sebab, dunia digital memang penuh risiko dan tantangan.

Pilar kedua, meningkatkan customer experience and expansion. Ujungnya adalah memperoleh nasabah baru.

Pilar ketiga, melakukan disruption and digitalization, yakni mendigitalkan produk existing agar kualitas layanan naik dan cost-nya turun. “Dengan digitalisasi, kami percaya overhead-nya akan bisa ditekan sehingga ujungnya kami bisa memberikan layanan yang lebih baik dan lebih murah,” katanya.

Pilar keempat, selalu melakukan innovation and exploration untuk menjaga sustainability perusahaan. Untuk menuju ke sana, dibangun landasannya, yakni TI dan digital, yang senjata pentingnya adalah infrastruktur, aplikasi, data analytics, dan cyber security.

Dari sisi kinerja, memang tampak bahwa Pegadaian berhasil dalam mengembangkan ketangguhan bisnisnya berbasis GCG. Perusahaan ini sukses meraih peningkatan komposisi nasabah milenial dalam empat tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa upaya regenerasi nasabah melalui transformasi layanan telah membuahkan hasil. Nasabah milenial paling suka menggunakan produk Tabungan Emas.

Di masa pandemi Covid-19 sepanjang 2021, Pegadaian sanggup tumbuh dua digit. Pada tahun 2020, membukukan laba sebesar Rp 2,02 triliun, lalu naik 20% menjadi Rp 2,43 triliun pada tahun 2021. Beban usaha yang pada tahun 2020 mencapai Rp 19,17 triliun pada tahun 2021 dapat ditekan menjadi Rp 17,40 triliun.

Sepanjang 2021, Pegadaian aktif dengan program-program pemberdayaan masyarakat melalui restrukturisasi, relaksasi, diskon bunga, dan kegiatan sosial. Juga meluncurkan produk Gadai Peduli atau gadai tanpa bunga untuk pinjaman maksimal Rp 1 juta.

Selama tahun 2021 transaksi digital yang dilakukan nasabah mengalami pertumbuhan cukup tinggi. Tercatat sepanjang 2020 ada 3,40 juta transaksi melalui aplikasi Pegadaian Digital, dan pada 2021 menjadi 5,09 juta transaksi, naik 49,24%. “Nilai transaksi pun meningkat dari tahun 2020 sebesar Rp 5,09 triliun menjadi Rp 6,91 triliun pada tahun 2021, naik 35,73%,” kata Damar. (*)

Sudarmadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved