Green Companies zkumparan

Grup Sambu, Terapkan Model Sustainable Social Enterprise

Dwianto Arif Wibowo, Manajer Komunikasi Korporat Grup Sambu (kanan), bersama Tim
Dwianto Arif Wibowo, Manajer Komunikasi Korporat Grup Sambu (kanan), bersama Tim

Tingginya permintaan di pasar global terhadap produk-produk berbahan dasar kelapa membuat PT Pulau Sambu (Grup Sambu) mampu bertahan selama lebih dari 50 tahun. Grup Sambu adalah perusahaan yang bergerak di industri pengolahan kelapa terpadu yang didirikan di Kuala Enok, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau pada 1967. Grup Sambu juga mendirikan pabrik di Guntung, Riau, yang juga terdapat perkebunan kelapa milik rakyat yang dikelola oleh PT Riau Sakti United Plantations.

Grup Sambu sepenuhnya bergantung pada petani kelapa karena 90% pasokan bahan baku berasal dari mereka untuk memenuhi kebutuhan 5 juta butir per hari. Namun, perusahaan ini tidak pernah membuat kontrak yang bersifat mengikat dengan petani. Pasalnya, petani memiliki kebebasan untuk menjual kelapanya kepada pihak mana pun.

Grup Sambu menerapkan model bisnis sustainable social enterprise dengan adanya pola saling ketergantungan (interdependency) antara petani sebagai penyuplai kelapa dan perusahaan dengan membangun ekosistem dan perbaikan kualitas hidup masyarakat lokal. Social enterprise yang dijalankan Grup Sambu tidak hanya fokus pada profit perusahaan, tetapi juga pada perkembangan ekosistem lingkungan. “Grup Sambu akan selalu menaruh pilar lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam pengembangan industri serta ekosistem kelapa dan seluruh pemangku kepentingan yang berada di dalamnya,” kata Dwianto Arif Wibowo, Manajer Komunikasi Korporat Grup Sambu, saat penjurian Green Company 2019.

Selama 52 tahun berdiri, Grup Sambu telah menyerap lebih dari 20 ribu tenaga kerja yang berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar. Dengan sendirinya, keberadaan Grup ini memengaruhi pertumbuhan daerah dan sosial-ekonomi di wilayah sekitar. Grup Sambu juga berhasil mengekspor produknya dengan merek Kara ke 80 negara.

Lalu, apa bentuk implementasi program green company perusahaan ini? Grup Sambu memiliki pengalaman dalam mengelola topografi lahan suboptimal yang terdiri dari dataran rendah, dataran basah yang mengandung gambut, dan tanah rata menjadi lahan produktif secara ramah lingkungan. Grup Sambu secara terus-menerus membantu kebutuhan petani, mulai dari proses penanaman hingga kebutuhan sosial dan infrastruktur di kawasan sekitar pabrik. “Hal inilah yang dapat menjaga ekosistem kelapa secara seimbang dan berkelanjutan,” ujar Dwianto.

Grup Sambu berdiri di atas pilar lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ketiga pilar tersebut ditopang oleh sistem trio tata air yang terdiri dari kanal, tanggul, dan pintu air di perkebunan Grup Sambudi Pulau Burung. Trio tata air adalah sistem tata air terpadu (integrated water management system) yang merupakan faktor kunci untuk mengontrol permukaan air tanah di lahan suboptimal, mengatur persediaan air sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga membuat lahan gambut menjadi produktif dan tidak mudah terbakar.

Dalam pengelolaan lahan suboptimal, Grup Sambu tetap mengikuti regulasi yang ada, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2014, yang kemudian diperbarui dengan PP No. 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Kegiatan ini secara reguler juga dimonitor oleh Badan Restorasi Gambut, dan telah mencapai PROPER Hijau untuk perkebunan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dwianto menjelaskan, industri pengolahan kelapa akan menghasilkan limbah, berupa limbah cair, limbah padat, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun, dan emisi gas buang. Namun, Grup Sambu berkomitmen untuk mengelola lingkungan dengan baik melalui metode waste management dan development. Grup ini sudah melakukan percobaan pembuatan biodiesel, serta liquid smoke untuk meminimalkan emisi gas buang pada cerobong-cerobong di pabrik. Kemudian, sabut kelapa dimanfaatkan sebagai tambahan bahan bakar di PLTU, dan pemanfaatan limbah tempurung kelapa menjadi briket sebagai bahan bakar alternatif batubara.

Grup Sambu dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berinovasi untuk membuat biopeat yang merupakan pupuk hayati yang dapat dimanfaatkan pada lahan gambut, tanpa dibakar, untuk pertanian dan perkebunan. Lahan gambut mengandung asam yang tinggi dan memiliki unsur pH (power of hydrogen) rendah. Pemakaian pupuk biopeat dapat meningkatkan unsur pH. Grup Sambu juga sudah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memperkenalkan dan memasarkan biopeat sehingga tidak melakukan pembakaran lahan untuk menaman. Penggunaan produk biopeat BPPT yang dikembangkan bersama Grup Sambu, selain dapat memperbaiki kualitas hasil panen, juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama.

Inovasi lainnya adalah holistic grazing management, yaitu dengan memelihara sapi di perkebunan kelapa. Sapi bergeser setiap hari di lahan perkebunan yang berguna untuk menghasilkan pupuk organik dari kotorannya. Dampaknya juga untuk mengurangi kerusakan lingkungan.

Intinya, lingkungan adalah aspek penting yang selaras dengan kegiatan usahanya. Grup Sambu pun berhasil membuktikan mampu mengembangkan budidaya kelapa di lahan suboptimal. Setiap lahan suboptimal bisa menjadi lahan produktif dengan tata kelola yang baik seperti yang diterapkannya. “Maka, Grup Sambu siap mengawal berbagai pemangku kepentingan yang berkomitmen untuk mengimplementasikan tata kelola yang sama sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pengalaman yang kami miliki,” ungkap Dwianto. (*)

Jeihan Kahfi Barlian dan Dede Suryadi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved