Business Champions SWA100 zkumparan

Grup Alfa, Fokus Kembangkan CRM melalui Analisis Big Data

Tomin Widian, Direktur Keuangan dan Sekretaris Korporat PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk.

Performa emiten ritel barang konsumsi eceran PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (Alfamart, dengan kode saham AMRT) memang istimewa. Tak gentar dengan ancaman krisis, Alfamart justru tancap gas dengan aksi-aksi korporat di tengah pandemi Covid-19 yang mengguncang.

Tomin Widian, Direktur Keuangan dan Sekretaris Korporat PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin melewatkan momentum pertumbuhan. Tahun 2019, Alfamart berhasil meroketkan laba bersih hingga 71,12%. Berdasarkan publikasi laporan keuangan untuk tahun buku 2019 di laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, perseroan mencatatkan kenaikan laba menjadi Rp 1,11 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 650,14 miliar. “Kami terus berusaha menangkap peluang-peluang baru dan tidak perlu menunggu pandemi berlalu,” kata Tomin menandaskan.

Diakui Tomin, pergerakan bisnis Alfamart akhirnya akan fokus pada bidang digital. “Tujuan akhir kami nanti di bidang digital dengan mengembangkan CRM (Customer Loyalty Management) melalui big data analysis,” katanya. Hal itu dilakukan agar tetap relevan dengan zaman. Mengapa? Pasalnya, konsumen Alfamart yang sebesar 4 juta orang per hari merupakan potensi yang luar biasa.

Dengan data yang dimilikinya, Alfamart dapat melakukan offering atau promosi yang costumized dan targeted. “Kami melihat bahwa CRM itu menjadi sangat penting. Karena dengan data yang kami miliki, kami akan tahu perilaku konsumen, terutama data belanja mereka,” Tomin menuturkan.

Bagaimana strateginya? Tetap mengacu pada cost efficiency dari produktivitas 4P: People, Product, Place, dan Process.Yang dimaksudkan efisiensi pada produktivitas people adalah terkait padat karya. Untuk diketahui, jumlah toko Alfamart saat ini sekitar 14.600 unit. Jika satu toko mempekerjakan enam karyawan, jumlah karyawan Alfamart di atas 100 orang. “Sangat penting bagi kami untuk memaksimalkan produktivitas agar lebih efisien dan bersaing dengan kompetitor,” kata Tomin.

Lalu, efisiensi cost pada produktivitas produk dimaksudkan agar keberadaan produk yang berjumlah ribuan item tetap efisien dan terjaga inventorinya. Adapun efisiensi cost produktivitas pada place dan process terkait pemilihan lokasi strategis dan proses bisnis secara umum.

Intinya, Alfamart akan tetap agresif menangkap peluang baru. Misalnya, tetap mempertahankan pertumbuhan melalui ekspansi gerai, meskipun harus dilakukan hati-hati, tidak jorjoran.

Tomin mengakui, dulu ekspansi dianggap sebagai hal penting, tetapi sekarang bottom line juga penting. “Percuma jika kami tumbuh di revenue, namun di net income mengalami penurunan,” ungkapnya. Selama 2019 Alfamart masih membuka 630 gerai baru. Adapun hingga Maret 2020, tercatat ada 230 gerai baru.

Terkait ekspansi offline, Alfamart telah menyiapkan modul pengembangan toko agar lebih efisien dalam persiapan pembukaan dan manajemen pengelolaannya. Dari hasil konsolidasi tahun 2017-2018, kini Alfamart mulai melakukan store clustering, yakni membuka toko berdasarkan kelompok konsumen. Ada residensial yang menggarap ibu rumah tangga dan keluarga, convenience yang konsepnya semacam Lawson, dan ada yang berkonsep grab and go yang lebih banyak menjual produk ready to eat and drink.

Nah, untuk ekspansi online, melalui anak perusahaan, PT Sumber Trijaya Lestari, kini Alfamart mengembangkan Alfacart. Alfacart lebih ke arah B2B, misalnya bekerjasama dengan Bomart, Blibli, dll. Selain itu, Alfamart juga mengembangkan Alfagift. “Platform itu akan menjadi wadah untuk berkomunikasi dengan member kami terkait diskon dan aktivitas promo di toko. Saat ini anggota juga bisa berbelanja di Alfagift yang ditujukan untuk B2C,” Tomin menjelaskan.

Selain memperkuat toko ritelnya yang sudah eksis, sejak beberapa waktu lalu Alfamart juga memperkenalkan gerai-gerai spesialis. Yaitu, DAN+DAN yang bergerak di beauty dan masih di wilayah Jabodetabek, serta Alfa X, jaringan ritel yang mengambil konsep kafe dan restoran.

Di dalam Alfa X ada co-working space; di sini konsumen bisa memesan makanan, duduk-duduk, dan berdiskusi. “Target kami lebih ke milenial, terkhusus mahasiswa. Ke depan, Alfa X akan banyak dibangun di sekitar kampus,” kata Tomin. Kini Alfa X ada di tiga lokasi yang dikembangkan sejak akhir tahun lalu, yakni di samping Universitas Tarumanagara, dekat Tol Kebun Jeruk dekat Universitas Esa Unggul, dan di kampus Universitas Indonesia, Depok.

Dalam enam tahun terakhir, Alfamart pun sudah melakukan ekspansi regional, yaitu ke Filipina. Bentuk kerjasamanya berupa joint venture dengan konglomerat di sana, SM Investment. Kepemilikan saham Alfamart 35%, sedangkan 65% di tangan mereka. “Kami memiliki 815-820 toko dengan brand Alfamart di Filipina dan telah memberikan kontribusi penjualan sekitar 5%,” ungkap Tomin.

Sejauh ini toko Alfamart memang masih menjadi kontributor utama pendapatan perusahaan. Namun Tomin meyakini, ke depan komposisi kontributor akan semakin berimbang, meskipun saat ini pihaknya belum berharap banyak.

“Sekarang kami sedang masa adaptasi menjaga kebersihan. Semua petugas toko dilengkapi dengan masker, face shield, dan hand sanitizer. Kami juga meminta pengunjung mencuci tangan sebelum masuk toko,” kata Tomin terkait upayanya menjalankan protokol kesehatan. (*)

Dyah Hasto Palupi/Anastasia A.S.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved