Leaders zkumparan

Arief Goenadibrata, Kata Kuncinya, Never Give Up

Arief Goenadibrata, Kata Kuncinya, Never Give Up

Arief Goenadibrata termasuk sosok leader senior yang sukses berkarier di sejumlah perusahaan besar dengan berbagai bidang bisnis. Ia pernah bekerja di perusahaan rokok terbesar di Indonesia, pernah juga memimpin perusahaan raksasa pelumas, perusahaan kimia, hingga produsen baja. Sekarang, ia memimpin PT Nojorono Tobacco International yang bisnisnya juga di bidang rokok.

Dalam perjalanan memimpin dan menjadi CEO di beberapa perusahaan, Arief sudah merasakan naik-turunnya kehidupan, bahkan pernah menghadapi beberapa situasi krusial. Ia membagi perjalanan hidupnya dalam empat fase critical moment yang punya pengaruh sangat besar dalam membentuk karakternya.

Pertama, 1994-1995, ketika ia baru saja menyelesaikan kuliah. “Itu momennya Do or Die. Saat itu baru selesai sekolah (kuliah), kemudian saya kembali ke rumah dan berharap meneruskan usaha orang tua. Tetapi ketika sampai di rumah, papi saya bilang, ‘Tidak! Ini usaha tidak saya siapkan untuk kamu. Silakan kamu cari makan di luar. Nanti kalau kamu gagal, kamu balik, baru saya tampung,” begitu kata orang tuanya saat itu.

Peristiwa itu sangat membekas di hati Arief, dan membentuk dirinya untuk menjadi pejuang. Dari situ ia mulai masuk ke dunia profesional, meniti karier di luar bisnis milik orang tua.

Sampai tahun 2007, Arief memasuki fase momen kritikal kedua, fase Out of Comfort Zone. Dari 1995 sampai 2007, ia berkarier di sebuah perusahaan multinasional besar, otomatis semuanya terfasilitasi dengan maksimal. Dari sisi materi, sudah lebih dari cukup yang ia dapatkan, bahkan sampai memperoleh fasilitas private jet untuk perjalanan bisnis yang membuatnya sangat comfortable.

Problemnya, pada 2005 perusahaan itu dijual oleh pemiliknya sehingga otomatis Arief pun keluar dari perusahaan itu. Tahun 2007, ia keluar dari perusahaan tersebut dengan perasaan takut. Karena, sudah kelamaan dalam zona nyaman, tidak siap berjuang dari nol lagi.

Arief ingat, sesaat setelah keluar dari perusahaan besar itu, ia mendapatkan pekerjaan baru tetapi dengan gaji hanya 40% dari gaji di perusahaan sebelumnya. Juga tidak ada lagi fasilitas super mewah. Bahkan, harus menyetir sendiri, dengan mobil yang biasa saja. “Nah, itulah out of comfort zone, saya belajar survival mode,” ia mengenang.

Kemudian, ia pun pernah diberi kesempatan untuk being jobless, menganggur. Setelah selesai kontrak dengan sebuah perusahaan, ia tak bisa langsung melamar ke tempat lain. Ia sempat merasa canggung. Sebagai mantan CEO, tak bisa leluasa ketok pintu satu per satu dan menanyakan butuh CEO atau tidak.

“Ya, akhirnya saya mencoba cari lewat network. Kasih tahu mereka kalau ada yang butuh CEO, saya available. Jadi, teman-teman ikut bantu menginformasikan. Jobless itu mengajarkan saya bahwa uang bukan segalanya. Dari situ membentuk saya untuk mengapresiasi segalanya setelah periode itu. Ya, akhirnya dapat kerjaan,” ungkapnya.

Dari fase momen kritikal pertama, lalu kedua dan ketiga, ia hanya berpikir bagaimana caranya promosi, promosi, dan promosi. Mempromosikan diri dan prestasi. Namun, setelah mencapai karier tertinggi hingga CEO, kemudian akhirnya jobless. “Wah, itu stres juga. Nah, sejak itu saya belajar bahwa kita tidak harus selalu ikuti arus, tetapi juga harus pandai-pandai mencari pegangan,” katanya.

Kemudian tahun 2017, bertepatan dengan banyaknya uang yang harus keluar untuk menguliahkan anaknya ke luar negeri, orang tua sakit dan butuh biaya. Itu menjadi tantangan tersendiri baginya. “Dari situ saya belajar bahwa mau seberapa banyak uang yang kamu punya, semua pasti akan habis,” katanya.

Dan, momen yang cukup menakutkan baru saja terjadi, awal 2021, Arief terkena Covid-19 yang cukup parah. “Saya sempat berpikir tidak akan selamat karena benar-benar sudah kritis. Saya bahkan antara sadar dan tidak sadar,” ungkapnya.

Justru di saat kritis itu, ketika hanya seorang diri di rumah sakit, Arief menyadari bahwa materi yang susah payah ia kumpulkan selama ini tidak akan ia bawa mati. “Sehingga, setelah saya sembuh, saya kemudian berjanji bahwa hidup kedua yang Tuhan beri ini akan saya manfaatkan untuk berbagi. Makanya, sekarang saya manfaatkan waktu luang untuk mengajar, isi webinar, kasih pelatihan, dan semua itu saya lakukan for free. Baru-baru ini saya ke Lampung untuk beri pelatihan ke para salesman, informal, bagi-bagi ilmu,” tuturnya.

Dari beberapa pengggalan perjalanan hidupnya yang penuh momen kritikal, Arief punya satu pegangan kuat. “Prinsip saya cuma satu, never give up. Apa pun situasimu, jangan pernah menyerah. Karena, kita tidak tahu, bisa saja saat kita menyerah lalu satu menit kemudian baru datang peluangnya,” katanya.

Menurutnya, kita tidak tahu kapan peluang akan datang. Jadi, saat terpuruk, jangan pernah putus asa, terus tumbuhkan harapan, dan terus katakan dalam hati, “Saya pasti bisa, pasti bisa, peluang pasti ada.” Begitu terus sampai benar-benar datang peluangnya untuk kita bangkit lagi. (*)

Sudarmadi & Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved