Best CEO

Hamdhani Dzulkarnaen Salim, Gesit Menavigasi Korporasi dalam Tantangan Multidisrupsi

Hamdhani Dzulkarnaen Salim, CEO PT Astra Otoparts Tbk.
Hamdhani Dzulkarnaen Salim, CEO PT Astra Otoparts Tbk.

Pandemi Covid-19 benar-benar menjadi pukulan telak bagi PT Astra Otoparts Tbk. (AOP), subholding di Grup Astra yang selama ini menangani bisnis suku cadang otomotif. Pandemi membuat berbagai strategi yang sebelumnya sudah dirancang dengan rapi oleh tim manajemen menjadi tak berlaku. Tidak bisa efektif berjalan. Bak roda kendaraan yang harus berhenti.

Padahal, tim AOP sebenarnya selalu mengantisipasi semua risiko dan memitigasinya. Namun, Covid-19 datang tanpa permisi dan langsung memukul dengan telak.

Itulah tantangan bisnis yang dihadapi Hamdhani Dzulkarnaen Salim, CEO PT Astra Otoparts Tbk. pada masa pandemi Covid-19. Terpaan dampak Covid melengkapi pukulan disrupsi yang sebelumnya sudah menerjang bisnis AOP, seperti adanya tren teknologi elektrifikasi otomotif, digitalisasi, isu geopolitik Ukraina-Rusia, dan isu lingkungan.

“Masa pandemi Covid buat kami di Astra Otoparts sangat berat. Karena, tidak pernah membayangkan bahwa ada situasi yang seperti pandemi Covid-19,” ungkap tamatan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung yang menjadi CEO Astra Otoparts sejak 2013 ini.

Padahal, Hamdhani dan tim sudah selalu berusaha berpikir secara strategis untuk memitigasi semua risiko di dalam bisnis. Misalnya, dari sisi portofolio produk, tak hanya membuat komponen roda empat, tapi juga kendaraan roda dua, sehingga bisa saling back up kalau ada salah satu pasar yang lesu.

Dari segmen produk pun, ada yang masuk ke target pasar original equipment manufacturer (OEM), tapi juga ada yang ke segmen after market. Agar, bila ada salah satu yang pasarnya stagnan, masih bisa ditolong segmen lain.

Begitu pun secara geografis, tak hanya menggarap pasar domestik, tapi juga ekspor, supaya balancing dari sisi risiko. “Tetapi ketika pandemi Covid-19 lalu, semua strategi itu menjadi tidak berlaku, tidak ada yang bisa menolong atau saling back up. Pandemi melanda secara global, tidak ada yang luput,” ungkapnya.

Namun, semua itu menjadi tantangan bagi Hamdhani sebagai CEO. Dan, karena prestasinya yang mampu mengatasi hal itu, wajarlah bila dalam ajang Best CEO tahun ini nilainya sangat bagus, dengan predikat “The Best CEO with Distinction”.

Dalam kondisi yang menantang seperti itu, peran dan kemampuan Hamdhani dalam mendorong dan menginspirasi karyawannya sangat penting, termasuk dengan menegaskan visi yang harus dicapai agar bisa tetap survive dan berkembang. Selain itu, dalam eksekusi strategi dia juga terus mengawal bersama tim manajemen senior lainnya.

Hal pertama yang fundamental dan dikerjakan oleh Hamdhani ialah membangun komunikasi dengan semua level, dari level manajemen ke layer-layer, untuk duduk bersama melihat apa yang terjadi dan bagaimana mengambil sikap.

Pada awal pandemi, pihaknya mengomunikasikan untuk melakukan langkah-langkah pengamanan bagi karyawan ―misalnya, sekian persen work from home dan sekian persen work from office― serta memberikan arahan bagaimana harus tetap bekerja. Komunikasi ini sangat penting mengingat AOP punya 55 unit bisnis dan lebih dari 30.000 karyawan.

“Kami terus berusaha untuk terus tekun dan percaya bahwa kami akan survive. Saya suka bilang ke mereka bahwa kami harus menjadi the last man standing,” kata Hamdhani. Dia mengenang, pertengahan 2020 merupakan titik terendah AOP karena saat itu sempat berhenti operasi sekitar satu bulan tanpa aktivitas.

Pada saat yang sama, di level manajemen puncak Hamdhani dan timnya juga secara paralel mulai berpikir bagaimana menghadapi situasi tersebut. Mereka mencari serta mengumpulkan data dan informasi tentang bisnis apa yang bisa dimasuki untuk memperkuat kinerja. Pihaknya mencari sektor-sektor yang resilient dan potensinya tetap ada di masa pandemi.

“Dari situ kami melakukan seleksi dari sekian sektor yang ada, dan akhirnya sepakat untuk produksi alat kesehatan,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Alat-Alat Motor dan Mobil (GIAMM) 2018-2022 ini.

Pihaknya pun masuk ke sektor kesehatan. Sebab, dari sisi kemampuan, kapabilitas, dan skill untuk proses produksi hingga distribusi, tidak terlalu jauh beda dengan kompetensi yang sudah dimiliki AOP.

“Karena, alat kesehatan ini masih dalam bidang suku cadang/sparepart juga. Ada beberapa sektor lain, misalnya farmasi, tetapi buat kami untuk masuk ke sana itu kayaknya nyeberang jauh dan kami tidak punya modal, baik dari segi pengetahuan, teknologi, maupun SDM,” katanya. Karena itu, pihaknya lalu mengeksekusi masuk ke bisnis alat kesehatan dengan tetap menjalankan sektor otomotif yang selama ini menjadi tulang punggung.

Hamdhani kemudian mendorong timnya untuk bergerak pelan-pelan, mulai dengan mencoba memproduksi alat pelindung diri, face shield, masker, UV box, dan alat-alat yang terkait dengan kesehatan lainnya untuk menghadapi Covid-19 saat itu. “Sampai sekarang terus kami lanjutkan sehingga melahirkan bisnis baru alat kesehatan. Yang terakhir, kami sudah launching produk terbaru kami, yaitu alat USG (ultrasonografi). Baru bulan lalu kami luncurkan,” ungkapnya.

Bisnis baru yang dikreasikan AOP di bawah arahan Hamdhani bukan hanya bisnis alat kesehatan, tapi juga eletrifikasi. AOP juga mempersiapkan diri untuk menghadapi disrupsi karena elektrifikasi. Sebab, kini berbagai wacana kendaraan listrik, baik mobil maupun motor, semakin kuat.

“Kami cari peluang bisnis yang kira-kira akan eksis pada saat elektrifikasi sudah tumbuh masif di Indonesia nanti. Kami sudah luncurkan charging station untuk kendaraan listrik. Selama ini produk charging station ini di Indonesia masih impor, maka kami produksi sendiri dengan beberapa variasi, mulai dari charger untuk pemakaian di rumah sampai yang ultra fast charger yang dipasang di charging station di jalan dan seperti SPBU,” Hamdhani menjelaskan.

Charging station ini antara lain sudah dipasok ke Toyota pada acara G20 di Bali beberapa waktu lalu, juga sudah dipasang di beberapa titik di Jakarta dan beberapa rest area. Namanya, Astra Otopower. Manajemen AOP akan terus mengembangkannya dan mencari model bisnis yang paling tepat untuk bisnis charging station ini. Bukan tidak mungkin nanti akan menjadi jaringan, seperti Pertamina dengan SPBU-nya.

Di luar itu, untuk pengembangan bisnis baru, Hamdhani pun mulai memperkuat produksi untuk segmen B2B atau industri dari non-otomotif. Misalnya, akan memasok baterai untuk menara BTS untuk telekomunikasi dan pabrik-pabrik. “Itu menjadi bagian dari strategi diversifikasi bisnis kami yang menjadi potensi di masa depan dan masih relevan dengan kapabilitas kami,” katanya.

Sejauh ini, dalam kurun waktu dua tahun membangun bisnis-bisnis baru, hasilnya sudah on the track. “Cukup bagus untuk sebuah bisnis yang dimulai dari nol. Kami sudah dapat repeat order untuk alat-alat kesehatan. Untuk produk industrial juga cukup oke, itu juga berjalan dengan baik, mulai menyuplai ke pabrik-pabrik. Juga kerjasama dengan beberapa bidang lain, misalnya alat berat, kami berusaha masuk ke sana, termasuk ke pertambangan,” paparnya.

Namun, itu semua bukan berarti AOP akan meninggalkan dunia otomotif. “Kami tetap akan support dan mempertahankan sektor otomotif, namun kami me-leverage semaksimal mungkin, sambil mempersiapkan diri ke arah perubahan-perubahan,” Hamdhani menegaskan.

Menurutnya, salah satu kunci leadership-nya di AOP ialah komunikasi. Dia terus berusaha menjaga komunikasi dengan semua lapisan karyawan.

“Apa yang terjadi dengan bisnis perusahaan, tantangannya, kesulitannya, dan rencananya, kami komunikasikan secara terbuka ke karyawan,” ungkapnya. Ia mengilas balik, ketika pandemi masih di puncak tapi dia harus menggerakkan karyawan untuk mendesain peralatan dan produk baru serta mengeksekusinya, hal itu sangat sulit tanpa ada trust dari karyawan. Apalagi, semua komunikasi dilakukan online dan koordinasinya lintas divisi.

Sebab itu, Hamdhani sangat antusias melihat dukungan karyawan. Terlebih, shareholders AOP juga sangat mengapresiasi berbagai inisiatif tersebut. “Kami bisa rancang, produksi, dan jual ke pasar. Tim berjuang luar biasa untuk terus bertahan dan semua tim punya komitmen tinggi,” katanya.

Di sisi lain, pandemi membawa blessing in disguise: AOP kemudian berani mendefinisikan kembali visi-misinya. Dulu yang ditonjolkan ingin menjadi “world class oto supplier”, sedangkan kini ingin menjadi “world class parts manufacturing”. Artinya, AOP memang mulai mendiversifikasi bisnis ke non-otomotif.

Tentu saja, dalam upaya diversifikasi ini pihaknya tetap terbuka untuk melakukan sinergi dan patungan bisnis (joint venture) dengan investor lain, sebagaimana sudah dilakukan pada era sebelumnya. Dari puluhan anak usaha AOP saat ini, di antaranya memang hasil patungan dengan perusahaan Jepang, Eropa, Amerika Serikat, China, dan pemain lokal.

“Mereka semua juga kami infokan bahwa AOP sekarang sedang mendiversifikasi bisnis dan kami memerlukan dukungan dari semua unit bisnis di bawah AOP, termasuk mereka,” Hamdhani menjelaskan strateginya.

Yang pasti, upaya dan strategi AOP dalam mencoba bertahan dalam tekanan era pandemi memang tampak dari kinerjanya yang rebound dengan baik. Pada tiga kuartal 2022, kinerjanya sangat positif: mencetak laba bersih Rp 831,69 miliar. Pendapatan bersihnya juga tumbuh baik, menjadi Rp 13,49 triliun dari Rp 11,04 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya (2021).

Karier Hamdhani yang lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia ini di Grup Astra memang sangat baik. Memulai karier di Grup Astra sejak 1989, yaitu di PT Honda Astra Engine Manufacturing, kemudian dia menjabat sebagai Engineering Division Head PT Honda Federal pada 1999.

Dia pernah pula ditugaskan mengelola divisi bisnis kayu Grup Astra, sebagai Chief Executive Plywood Industry PT Sumalindo Lestari Jaya (2001-2002). Lalu, menjabat sebagai Production Director PT FSCM Manufacturing Indonesia (2002-2004), juga sebagai Production, Engineering, and Procurement Director PT Astra Honda Motor (2008-2013), sebelum akhirnya diangkat menjadi Presiden Direktur PT Astra Otoparts Tbk. pada 2013.

Menghadapi isu resesi 2023, Hamdhani tampak kalem walaupun kondisi tersebut memang dirasa cukup sulit bagi kebanyakan pebisnis lain. Pihaknya tetap yakin revenue perusahaan di 2023 tetap bisa tumbuh walaupun mungkin hanya satu digit.

“Kami berusaha agar bottom-line net profit kami juga tumbuh, tapi target kami konservatif. Kami yakin bisa mencapai target yang sudah kami canangkan,” katanya tandas. Faktor penting yang mendorong keyakinan Hamdhani tentu saja komitmen dan kekompakan karyawan dalam arahan kepemimpinannya yang sejauh ini sangat solid dalam melihat masa depan. (*)

Sudarmadi & Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved