Best CEO zkumparan

Maryono, Dirut BTN, Hadapi Perubahan dengan Pemikiran yang Lebih Maju

Maryono, Dirut BTN, Hadapi Perubahan dengan Pemikiran yang Lebih Maju

Gelombang volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA) yang menerpa Indonesia dan negara-negara lain di dunia tidak bisa dihindari. Siapa pun harus siap siaga menghadapi, karena di balik era ketidakpastian pasti ada keberhasilan yang menanti.

Maryono, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk.

Keyakinan itu dimiliki Maryono, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN). Dia optimistis, berbagai perubahan pasti akan membawa kemajuan asalkan seluruh elemen di dalam organisasi siap mengolah berbagai persoalan yang kompleks dengan pemikiran yang maju.

“Bagaimanapun, untuk menghadapi perubahan, kita harus lebih maju berpikirnya dan yang paling penting adalah dengan menggunakan teknologi,” kata Maryono menegaskan. “Perubahan ini juga menuntut adanya suatu keaktifan dari seluruh personalia dan masyarakat, bagaimana agar semua ikut berkontribusi membawa bisnis ini terus berlanjut,” tambah Dirut BTN sejak Desember 2012 ini.

Untuk BTN sendiri, Maryono mengaku beruntung memiliki 60% lebih SDM milenial. Artinya, mereka relatif lebih mudah memahami situasi yang sedang bergejolak dan mencari solusi yang harus dilakukan bersama. “Inilah yang kami manfaatkan. Kami beri mereka peningkatan skill lewat training, yang mengedepankan sinergi karena ujungnya adalah efisiensi,” katanya. Menurut dia, perilaku dengan sinergi seperti yang dilakukan BTN dengan BUMN lain dapat menumbuhkan budaya kerjasama, gotong royong, dan teamwork yang solid.

Pria kelahiran Rembang, 16 September 1955, ini mengungkapkan bahwa dalam mengambil keputusan, pemimpin tidak bisa mengutamakan pemikirannya sendiri dan tidak bisa egois atau arogan. Segala keputusan yang diambil harus merupakan keputusan bersama supaya betul-betul menjadi milik bersama. “Kalau di dalam perjalanan pengambilan keputusan itu ada perbedaan, saya memang perlu itu, dan saya memang sengaja mengajak orang-orang saya untuk selalu beri pendapat, cara pandang yang berbeda-beda,” ungkapnya.

Sebagai seorang pemimpin, dia selalu mengoordinasi, selalu mengambil suatu keputusan walaupun tetap akan ada perbedaan. Dia harus berani mengambil satu keputusan menjadi keputusan yang bulat. Tidak bisa karena ada perbedaan kemudian seorang pemimpin mengambangkan dan tidak mengambil keputusan apa pun. “Jadi, keputusan tidak boleh yang mengambang, harus keputusan yang bulat,” ia menegaskan. Pemimpin juga harus bisa mengatasi hal yang pro dan kontra itu menjadi bulat. Kuncinya adalah penjelasan, akomodasi, dan komunikasi. “Dalam penjelasan, kita bicara plus dan minus, untung dan rugi,” kata mantan Dirut PT Bank Mutiara Tbk. (2008-12) ini.

Saat ditanya bagaimana menjalankan konsep four roles of leadership (perintis, penyelaras, pemberdaya, dan panutan) di BTN, Maryono mengatakan, “Keempat-empatnya kami lakukan.” Pertama, memang bisnis utama BTN adalah pembiayaan perumahan, tetapi pihaknya tetap mencoba membuat perintisan demi kemajuan bank ini. Misalnya, dulu sebelum Kementerian BUMN menginstruksikan sinergi BUMN, BTN sudah mencoba menjalankannya. Saat itu, BTN bersinergi dengan Telkom untuk memanfaatkan kemajuan teknologi informasi Telkom demi kemajuan layanan BTN. “Dengan komsep sinergi ini, kami bisa meningkatkan kualitas layanan tanpa mengeluarkan biaya yang besar,” ujarnya.

Kemudian, di bidang pembiayaan perumahaan. Pada saat Presiden Joko Widodo mengeluarkan program Satu Juta Rumah, sebelumnya BTN juga sudah lebih dulu masuk ke pembiayaan rumah bersubsidi sehingga realisasi program Jokowi itu hampir 95% dieksekusi oleh BTN. “Jadi, banyak hal, juga perubahan, yang kami lakukan seperti dalam budaya kerja, perilaku, SDM, yang semua itu membutuhkan perintisan,” ia menyimpulkan.

Menurut Maryono, segala hal yang direncanakan itu memiliki suatu asumsi. Kalau dalam perjalanannya ada yang tidak sesuai, harus cepat dilakukan penyelarasan. Itulah tugas pemimpin. Seorang pemimpin tidak bisa mempertahankan pemikirannya dan merasa yang paling benar, tetapi harus mendengar masukan, melihat pasar, dan melihat lingkungan. Lalu, menilai apakah yang dilakukanya itu sudah sesuai dengan kondisi yang ada.

Sebagai contoh, ketika akan terjadi peningkatan suku bunga yang begitu cepat, pihaknya harus lebih cepat menyesuaikan. “Menyesuaikan bagaimana? Kami melakukan efisiensi dengan cepat. Kami juga kemudian mengevaluasi dan memilah-milah lagi produk mana saja yang ternyata memberi beban karena cost of fund-nya mahal. Kemudian, mana kredit yang berpotensi kemacetan yang besar. Ini yang kami kaji lagi. Inilah yang kami sebut dengan penyelarasan,” kata mantan Komisaris Utama PT Mandiri Investama ini.

Bicara pemberdayaan, saat ini BTN memiliki 60% lebih SDM dari kalangan generasi muda. Itu sebabnya, pihaknya harus memiliki keberanian untuk memberdayakan anak-anak muda ini agar melangkah ke depan. Pemberdayaan ini dilakukannya secara bertahap dan selektif. Diakuinya, saat ini pimpinan di cabang sampai dengan kepala divisi di pusat dipegang anak-anak muda. Hal ini juga merupakan pemberdayaan SDM.

Bicara tentang peran panutan, dijelaskan Maryono, pihaknya tidak hanya memberdayakan anak-anak muda kemudian membuat perintisan. Namun, dia juga menunjukkan bahwa yang dicanangkannya itu tidak hanya diperintahkan ke anak-anak di bawah. Sebagai pemimpin, dia bersama direksi, kepala divisi, dan kepala cabang harus menjadi panutan di bawahnya. “Jadi, pemimpin itu harus bisa melaksanakan dan harus menjadi eksekutor. Bukan hanya menjadi juragan, bukan hanya pengawas untuk memerintah, tapi bagaimana dia bisa memberikan contoh dan bagaimana mengeksekusi dengan benar dan baik,” kata Executive Vice President/Group Head Jakarta Network Group PT Bank Mandiri 2004-08 ini

Bagi Maryono, setiap posisi yang diembannya harus dilihat sebagai amanah. Selama amanah itu diberikan, harus dilaksanakan dengan baik. Dia pun menyadari sewaktu-waktu akan dipindahtugaskan ke mana pun. Namun, di mana pun bekerja, dia harus bekerja dengan totalitas untuk kepentingan perusahaan dan bangsa. Sehingga, kapan pun berhenti dan meninggalkan tempat itu, dia harus pergi dengan meninggalkan sejarah yang baik. “Saya selalu memegang prinsip: selama jadi leader, buatlah sejarah baru dan jadikan sebagai momentum, sebagai pembelajaran untuk generasi yang akan datang. Kalau kita berpikirnya soal jabatan, kita tidak akan bisa bikin sejarah dan kita akan membuat segala sesuatu dengan prinsip: yang penting jabatan aman, kan begitu,” tuturnya.

Saat ini BTN yang memiliki visi “Terdepan dan terpercaya dalam memfasilitasi sektor perumahan dan jasa layanan keuangan keluarga” kinerjanya terus tumbuh. Per Juni 2018, kredit dan pembiayaan BTN tumbuh 19,14% (YoY), jauh di atas pertumbuhan kredit perbankan nasional yang tercatat sebesar 10,8% (YoY). Pertumbuhan yang tinggi ini didukung oleh pertumbuhan KPR subsidi.

Dana pihak ketiga (DPK) BTN juga meningkat, sebesar 19,17% (YoY) pada Juni 2018. Adapun DPK perbankan nasional tumbuh 7% YoY. Dukungan BTN dalam program Satu Juta Rumah, data per Juni 2018, target unit yang dibiayai 750 ribu unit, hingga Juni 2018 sudah tercapai 423.303 unit atau senilai Rp 383 miliar. Pangsa pasar KPR BTN per 30 Juni 2018 sebesar 37,73%. BTN sangat dominan pada pasar KPR subdisi dengan pangsa pasar 94,12% (per 30 Juni 2018) dari total realisasi KPR subsidi nasional.

Kendati kinerja BTN terus moncer, bagi Maryono yang paling menantang saat ini adalah terus menciptakan inovasi. “Karena, inovasi akan bisa mendorong peningkatan bisnis, termasuk SDM dan sistemnya. Kalau inovasinya tidak ada, bisnis terancam tidak bisa sustain,” kata Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Diponegoro, Semarang (1981) dan Magister Manajemen STIE IPWI Jakarta (1997) ini.

Faktor lainnya adalah program kaderisasi untuk menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan. “Tapi, saya tidak ingin hanya menyiapkan pemimpin untuk BTN. Saya harapkan, anak-anak dari BTN ini kelak bisa jadi pemimpin di mana saja,” ungkap Maryono tentang obsesinya.(*)

Dede Suryadi dan Arie Liliyah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved