Best CEO

Stanley Setia Atmadja, “Kepemimpinan Bukanlah Managing People, tapi Managing Mindset”

Stanley Setia Atmadja, “Kepemimpinan Bukanlah Managing People, tapi Managing Mindset”
Stanley Setia Atmadja, CEO PT Mandiri Utama Finance (MUF).

Di industri keuangan, khususnya di bidang pembiayaan (multifinance), nama Stanley Setia Atmadja tentulah tak asing lagi. Pria kelahiran 24 Agustus 1956 ini sukses membesarkan Adira Finance (PT Adira Dinamika Multifinance Tbk.), hingga menjadi salah satu perusahaan pembiayaan terkemuka di Indonesia. Adira Finance kemudian diakuisisi oleh Bank Danamon pada 2004 dengan membeli 75% saham perusahaan yang didirikan Stanley pada 1990 bersama Linda Rachmat, Yus Winata, dan Raphael Adi Rachmat itu.

Kemudian, ketika Bank Mandiri mendirikan PT Mandiri Utama Finance (MUF) pada 2015, Stanley dipercaya untuk memimpin perusahaan ini. Di tangan lelaki yang pernah berkarier di Citibank ini, MUF menunjukkan kinerja yang kinclong, meski harus menghadapi kondisi bisnis yang berat akibat pandemi Covid-19.

Stanley mengungkapkan, kinerja MUF di tahun 2021, baik top line maupun bottom line, sangat luar biasa. Profitabilitas tahun 2021 tercapai 130% dari target, sedangkan secara volume sebesar 125%, sehingga kondisi tahun lalu bisa menutup kondisi tahun 2020 yang tidak bagus.

“Momentum ini tidak boleh hilang, mengingat MUF memasuki usia enam tahun dengan pembiayaan total Rp 1,5 triliun di tahun 2021,” katanya tegas. Tahun ini ia menantang tim bisa mencapai Rp 2 triliun total pembiayaan. “Di saat bersamaan, selain tantangan, kami juga memberikan reward, yang bisa membuat mereka bersemangat lagi mencapai target,” tambahnya.

Stanley membangun Adira Finance dan MUF dari nol. Dalam setiap kepemimpinannya, ia selalu menerapkan kultur “Everyone is important”. Kultur ini membuat orang dalam timnya memiliki rasa bangga. Ia memandang ini sangat penting dalam membangun kepercayaan tim. Setiap orang di perusahaan turut dilibatkan dalam membangun perusahaan.

“Saya tidak dapat mengerjakan pekerjaan sekecil apa pun tanpa melibatkan setiap orang dalam perusahaan dan menghayatinya,” ujarnya saat ditemui di kantor MUF, Plaza Mandiri, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Ia menganalogikan orang dalam perusahaan yang harus menghayati yang dia kerjakan seperti anak kecil yang belajar dengan kesadaran, bukan paksaan. Belajar karena kesadaran bahwa yang dikerjakannya adalah untuk masa depannya. Anak yang mau belajar karena kesadaran, lanjutnya, itu karena dia sudah memiliki mindset yang benar, paham kapan waktu main, kapan waktu bekerja. Tanpa disuruh-suruh, dia akan belajar dengan baik.

“Maka, dalam kepemimpinan saya, bukanlah managing people, tapi managing mindset,” ia menegaskan. Sebab, ketika mindset semua orang dalam perusahaan sudah sama, itu merupakan kekuatan besar untuk menggerakkan perusahaan.

Dalam managing mindset, Stanley rutin melakukan genba atau turun ke bawah, bertemu dengan seluruh jajaran di mana pun. Tujuannya, menyosialisasi kultur dan mengirim pesan untuk menyamakan mindset.

“Tidak bisa lagi kita menerapkan managing people ketika karyawan sudah banyak, seperti MUF yang sudah mencapai 5.500 orang lebih,” ungkapnya.

Di samping itu, menurutnya, membangun top team yang tepat juga sangat penting, demi menjaga kinerja yang berkesinambungan. Karena, top team yang cepat berganti akan mengganggu, membuat perusahaan naik-turun.

Kultur yang bagus juga harus dibangun dalam perusahaan untuk mewujudkan teamwork dan bonding team. Membangun kultur yang bagus diawali dari top management.

“Saya sendiri turun langsung, bersama orang-orang HR (human resources), membangun kultur dan membantu menyosialisasikannya. Dan, kultur seperti apa yang ingin dibangun saya jelaskan dengan detail,” katanya. Ia menambahkan, kultur yang baik juga akan menghindari office politics, sesuatu yang tidak ia sukai dalam organisasinya.

Dalam memimpin perusahaan, ada tiga prinsip penting yang selalu diterapkan Stanley pada timnya. Yaitu, membangun rasa percaya (trust), baik secara pribadi maupun pekerjaan; memberikan respect; dan melakukan empowerment.

Ketiga prinsip itu juga harus diterapkan para leader di MUF pada anak buahnya. “Bayangkan jika kita sebagai pemimpin sudah memberikan trust dan anak buah juga percaya pada kita, lalu respect, dan kita memberikan empowerment, ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa dalam menggerakkan perusahaan,” tuturnya.

Di samping itu, dalam pandangan Stanley, pemimpin harus memiliki pula abundant mentality, artinya tidak ada ketakutan kalau anak buah pintar. “Kalau punya anak buah yang pintar, kita justru akan lebih terbantu. Makanya, prinsip trust, respect, dan empowerment harus dijalankan dengan baik, di mana pun kita berada,” ia menegaskan.

Ketika ketiga prinsip itu dijalankan, tim akan berupaya yang terbaik dan bertanggung jawab. “Result satu hal, yang terpenting adalah best effort,” ujarnya tandas. Maka, ia pun sangat percaya pada komitmen dan mindset yang benar.

Selain itu, pemimpin pun harus memiliki servant mentality. “Jangan asal marah-marah kalau ada masalah, gebrak-gebrak meja. Kita tidak bisa seperti itu. Kita harus bantu turun tangan, malah anak buah akan respect,” katanya.

Di MUF, ia juga ikut bergerak, tidak hanya asal perintah. Karena, sebagai pemimpin, ia harus melekat dengan anak buah, memahami tiap fungsi dengan baik.

“Kita pun harus melahirkan pemimpin baru, promotion with in harus berjalan. Untuk itu, kita juga bisa mendelegasikan kepemimpinan kita dengan baik,” kata Stanley. Keberhasilan pemimpin, menurutnya, adalah ketika dia bisa melahirkan pemimpin baru.

Para pemimpin baru ini harus sejak dini tahu cara mengidentifikasi masalah dan melahirkan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Di sinilah, katanya, prinsip empowerment sangat penting. Ia menandaskan bahwa setiap manajer di MUF adalah HR manager.

Pemimpin, menurut Stanley, juga harus mengakui bahwa dia tidak luput dari salah. Dengan begitu, anggota tim akan mengapresiasi. Reputasi pun penting dibangun, agar orang mau mendengar ketika kita memimpin organisasi. Jangan sampai orang merasa malas ketika ke kantor karena kita menyebalkan. “Harus ada yang membuat orang senang ke kantor dan melakukan tanggung jawabnya dengan baik,” ujarnya. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved