Best CEO

Sunarso, Memimpin Transformasi Kultur dan Digital BRI

Sunarso, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Sunarso sudah mengomandani PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. selama sekitar tiga tahun terakhir. Tepatnya, sejak September 2019. Masa kepemimpinannya sebagai direktur utama di salah satu bank BUMN terbesar ini diwarnai suatu periode yang penuh tantangan, terutama terkait disrupsi teknologi di dunia perbankan dengan kehadiran para pemain di bidang financial technology (fintech) dan terpaan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020.

Menurut Sunarso, ada dua tantangan utama yang dihadapi perusahaan di seluruh dunia dalam situasi pandemi dan VUCA, yaitu kecepatan perubahan teknologi yang mendisrupsi model bisnis konvensional dan perubahan preferensi masyarakat dalam berinteraksi ataupun berbisnis. Di sisi lain, situasi pandemi juga turut mengakselerasi transformasi digital: mendorong masyarakat dalam bertransaksi secara digital.

Ia juga berpendapat, krisis yang disebabkan pandemi Covid-19 berbeda dengan krisis yang terjadi sebelumnya. “Krisis ini bahkan menjadi yang terberat yang dialami BRI karena 80% nasabah BRI adalah pelaku usaha UMKM yang sangat terdampak oleh pembatasan aktivitas masyarakat,” kata bankir yang pernah menjadi Wakil Direktur Utama BRI dalam dua periode (Maret 2015 – Oktober 2017 dan Januari-September 2019) ini.

Dampak pandemi itu, kata Sunarso, menghantam hampir seluruh sektor, dari UMKM hingga korporasi. Hal itu mendorong BRI untuk memberikan respons secara cepat dan tepat, dengan dua fokus.

Pertama, menyelamatkan keselamatan orang (people first), baik pekerja BRI dan keluarganya maupun nasabah. Antara lain, dengan menerapkan protokol kesehatan, menjalankan gerakan vaksinasi, dan menyediakan safe house bagi pekerja yang terpapar.

Kedua, ikut memulihkan perekonomian nasional. Di antaranya, dengan merestrukturisasi kredit UMKM, menyalurkan kredit bersubsidi, dan membantu penyaluran berbagai stimulus pemerintah.

Dalam hal kepemimpinan, Sunarso memandang tugas penting seorang CEO adalah creating values. Namun, dalam perjalanannya akan selalu dibuntuti dengan berbagai risiko, terutama strategic risk. “Strategi dan cara terbaik merespons strategic risk adalah dengan bertransformasi,” ujar alumni program Magister Administrasi Bisnis Universitas Indonesia ini.

Di tahun 2016, ketika masih menjabat sebagai Wadirut BRI (periode pertama), Sunarso telah memimpin perancangan konsep transformasi untuk menjaga pertumbuhan BRI. Konsep yang disebut BRIvolution 1.0 mencanangkan visi BRI untuk menjadi The Most Valuable Bank in Southeast Asia & Home for The Best Talent.

Namun, pada tahun 2020 pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan memukul perekonomian nasional. Maka, di tahun 2021, BRI melakukan penyesuaian dan penajaman konsep transformasi ini, yang disebut dengan BRIvolution 2.0, dengan visi menjadikan BRI sebagai The Most Valuable Banking Group in Southeast Asia & Champion of Financial Inclusion pada tahun 2025.

Menurut Sunarso, penting bagi seorang CEO memastikan semua strategi yang dirumuskan terimplementasi di lapangan dengan baik. Karena itu, CEO juga harus bisa mempelajari struktur dasar permasalahan, sehingga bisa tepat dalam merespons tantangan.

Selain itu, juga butuh pendekatan kepemimpinan yang tepat. “Pendekatan kepemimpinan yang saya terapkan adalah mengelaborasikan gaya kepemimpinan yang motivatif, inspiratif, dan instruktif,” kata lelaki kelahiran Pasuruan, 7 November 1963, ini.

Sunarso menjelaskan lebih lanjut, bahwa tugas seorang pemimpin adalah bisa memotivasi pekerja agar memberikan kontribusi terbaik. Selain itu, pemimpin juga harus memberikan inspirasi agar pekerja bisa memahami makna di balik pekerjaan yang selama ini dijalani setiap hari. Namun, dalam kondisi tertentu, pemimpin pun perlu bersifat instruktif dengan memberikan instruksi yang jelas untuk mencapai tujuan bersama perusahaan.

Pemimpin yang baik juga mampu melihat peluang bisnis baru. Salah satu peluang bisnis baru yang ditangkap BRI dalam dua tahun terakhir adalah memperoleh sumber pertumbuhan baru melalui pembentukan Holding Ultra Mikro, bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).

Sunarso menjelaskan, dalam konteks holding ini, model bisnis BRI, Pegadaian, dan PNM akan saling melengkapi untuk memberikan layanan yang lebih terintegrasi dalam tiga fase, yaitu “Empower, Integrate, dan Upgrade”, sehingga dapat memberdayakan bisnis ultramikro. Dalam hal ini, PNM memberikan pemberdayaan awal kepada kelompok unfeasible dan unbanked, sehingga nasabah dapat mendirikan usaha dan menjadi wirausaha mandiri (Empower).

Adapun BRI dan Pegadaian memberikan akses yang lebih luas ke produk pinjaman dan layanan keuangan lainnya bagi nasabah ultramikro yang layak dan memenuhi syarat perbankan (Integrate). Sejalan dengan peningkatan kapabilitas bisnis, nasabah ultramikro dapat melakukan upgrade untuk bergabung dengan segmen mikro (Upgrade).

Sunarso menceritakan, untuk mencapai visi dari konsep BRIvolution 2.0, yakni menjadi The Most Valuable Banking Group in Southeast Asia & Champion of Financial Inclusion pada tahun 2025, diperlukan transformasi pada dua aspek, yakni transformasi kultur (budaya) dan transformasi digital.

Langkah transformasi kultur dilakukan melalui implementasi budaya kerja yang kuat, untuk menyatukan cara berpikir, berperilaku, dan bertindak secara individu atau tim. BRI punya konsep transformasi yang disebut BRI One Culture. Konsep transformasi budaya ini terdiri dari Core Values yang ditetapkan oleh Kementerian BUMN, yaitu AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif), BRILiaN Beliefs, dan BRILiaN Ways, sebagai perilaku kunci untuk mendorong pencapaian kinerja perusahaan.

BRI One Culture ini diimplementasikan melalui keteladanan pemimpin sebagai culture leaders di setiap unit kerja, dari yang terkecil sampai unit kerja di kantor pusat di seluruh Indonesia. Culture Leaders juga di-support oleh Culture Agent, yaitu pekerja dari tiap-tiap unit kerja yang ditunjuk untuk mengawal implementasi transformasi budaya melalui pelaksanaan Culture Activation Program.

“Pada akhirnya, implementasi BRI One Culture diharapkan dapat mendorong terciptanya performance-driven culture dalam mencapai visi dan misi sesuai dengan aspirasi BRIvolution 2.0,” katanya.

Dalam konteks ini, menurut Sunarso, CEO juga perlu memberikan inspirasi kepada seluruh pekerja agar tercapai aspirasi BRIVolution 2.0. Ada tiga main purpose yang disampaikannya kepada seluruh pekerja di BRI.

Pertama, Personal Purpose: tujuan pekerja adalah mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarga. Kedua, Corporate Purpose: pekerja dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab setiap pekerja. Ketiga, Noble Purpose: pekerja, melalui pekerjaannya, mampu berkontribusi bagi masyarakat yang lebih luas melalui Employee Value Proposition BRI, “Memberi Makna Indonesia”.

Sementara itu, transformasi digital dilakukan melalui tiga pilar. Pertama, Digitizing Core, yaitu mendigitasi proses bisnis yang sebelumnya manual dalam rangka mendorong produktivitas. Dari langkah ini, ada sejumlah aplikasi yang dihasilkan, di antaranya

BRISPOT (aplikasi digital loan management ), BRIMO (mobile banking super app), SenyuM Mobile (integrated sales platform for ultra micro ecosystem), BRISTARS (digital office app), dan BRISMART (digital learning app).

Kedua, membangun Digital Ecosystem, yaitu pengembangan ekosistem layanan keuangan bagi nasabah sebagai strategi meningkatkan likuiditas yang sehat, serta sumber pertumbuhan yang baru. Dalam pilar ini, telah dikembangkan berbagai ekosistem, antara lain BRIMOLA (ekosistem pembayaran transaksi pembelian LPG), Junio Smart (ekosistem layanan keuangan bagi sekolah), PARI atau Pasar Rakyat Indonesia (integrated commodity platform bagi pelaku ekosistem komoditas), dan partnership dengan ekosistem fintech.

Ketiga, menciptakan New Digital Proposition, yaitu pengembangan produk dan layanan perbankan berbasis digital banking, seperti CERIA, BRI Digital Saving, dan BRIGuna Digital.

Tentu, ada sejumlah pencapaian BRI di bawah kepemimpinan Sunarso. Hal ini juga terlihat pada kinerja finansial BRI secara konsolidasi per September 2022. Di antaranya, total pinjaman (loan) tumbuh 7,9% year on year (YoY), didorong oleh pertumbuhan pinjaman di segmen mikro sebesar 14,1% YoY.

Di sisi lain, dari sisi penghimpunan dana, dana murah (CASA) meningkat menjadi 65,43% dari sebelumnya 59,60% pada September 2021. Selain itu, biaya dana (cost of fund) turun menjadi 1,94% dari sebelumnya 2,39% pada September 2021. Dengan capaian itu, net interest margin (NIM) naik menjadi 8,21% dari sebelumnya 7,38% pada September 2021. Dan yang istimewa, laba bersih naik signifikan sebesar Rp 20,2 triliun, meningkat menjadi Rp 39,3 triliun dari sebelumnya Rp 19,1 triliun.

Nah, di tahun 2023, menurut Sunarso, BRI memiliki proyeksi yang selaras dengan pemerintah dan Bank Indonesia, yang menargetkan kisaran pertumbuhan di level 4,4%-5,04%. “BRI menargetkan pertumbuhan pinjaman yang positif dengan range pertumbuhan sebesar 9%-11%,” katanya. Hal ini ia harapkan juga bisa diiringi dengan pertumbuhan positif dana pihak ketiga.

Secara personal, Sunarso telah dianugerahi sejumlah pengakuan. Antara lain, sebagai The Most Influential People in Southeast Asia – Leading Corporate & Commercial Bankers dari Alpha Southeast Asia Magazine pada 2012. Juga pernah diberi penghargaan sebagai The Best SME Banker 2013 in Asia Pacific dari The Asset Magazine, Hong Kong; serta The Best Transformative Leader dari 7sky Media tahun 2018. (*)

Joko Sugiarsono & Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved