Best CEO

William Sabandar, Jalankan Transformasi Bisnis Beyond Normal

William Sabandar, Jalankan Transformasi Bisnis Beyond Normal
William Sabandar, Direktur Utama MRT Jakarta.

PT MRT Jakarta, seperti halnya pengelola layanan transportasi lainnya, termasuk perusahaan yang paling terimbas keras oleh merebaknya pandemi Covid-19. “Ketika (pandemi) Covid terjadi, kami baru beroperasi kurang dari satu tahun,” ujar William Sabandar, Direktur Utama MRT Jakarta.

Padahal, seperti diceritakan William, euforia orang naik moda MRT ketika itu tinggi sekali, dengan ridership mencapai 80 ribu orang per hari, bahkan terkadang mencapai 100 ribu orang per hari. Sejak Maret 2020, jumlah rata-rata penumpang langsung anjlok karena orang tidak boleh naik transportasi publik. Bahkan sampai Mei 2020, penumpang MRT hanya 2.000 orang per hari. “Kami berhadapan dengan situasi bahwa pandemi ini bisa merontokkan bisnis jika kami tetap bersandar dengan existing business,” katanya.

Willian menjelaskan bahwa bisnis MRT Jakarta, sesuai dengan mandatnya, ada tiga macam, yakni membangun konstruksi MRT, mengoperasikannya, dan membisniskannya. “Kalau penumpangnya rendah, bisnisnya juga bisa lari. Oleh karena itu, kami harus mengubah strategi bisnis,” kata peraih gelar Doktor Transport Geography dari University of Carterbury, Selandia Baru ini. Tough job lainnya adalah bagaimana manajemen MRT tetap mampu menjaga moral kerja karyawan dan mempertahankan standar operasional berkelas internasional yang sudah diterapkan MRT.

Respons yang dijalankan manajemen MRT Jakarta untuk mengatasi tantangan berat akibat pandemi tersebut adalah menjalankan mekanisme Business Continuity Management. Dalam hal ini, ada tiga hal yang dipastikan manajemen untuk menjaga kepercayaan (trust) dari banyak pihak. Pertama, bahwa people is number one. Semua karyawan dipastikan terjaga moralnya, dan jangan sampai mereka dan keluarganya terpapar Covid-19. Manajemen pun memastikan tidak melakukan layoff (PHK), karena hal itu dapat menurunkan moralitas karyawan secara keseluruhan.

Kedua, memastikan bahwa standar operasi dan layanan MRT tidak berkurang. “Karena, kami kan sudah dikenal sebagai korporasi atau transportasi publik perkotaan yang berkualitas internasional: antreannya bagus, standar kinerja dan kedisplinannya bagus, dan sebagainya,” kata William.

Ketiga, memastikan keberlanjutan bisnis. Maksudnya, manajemen MRT Jakarta memastikan cash flow-nya terjaga. Meskipun pendapatan dari tiket turun, tapi ada pendapatan lain yang harus bisa dijaga, dan mitra-mitra bisnis tidak lari. Pada Desember 2021, nilai stakeholders engagement MRT Jakarata mencapai 94 dari skala 100. Stakeholder MRT itu berbagai macam, mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, kalangan bisnis, dan tentu saja publik.

William membenarkan bahwa pihaknya harus menjaga agar trust level kepada MRT tetap tinggi. “Kalau itu kolaps, akan berat. Jadi, dari atas sampai bawah itu gerakannya harus sama,” ujarnya.

Setelah memastikan ketiga hal penting tersebut bisa dijaga, manajemen MRT Jakarta melangkah lebih lanjut dengan strategi transformasi bisnis. “Pada pertengahan 2020 saya memperkenalkan transformasi bisnis Beyond Normal,” kata mantan Asisten Ahli Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Komponennya ada tiga. Pertama, Beyond Ridership. Maksudnya, MRT Jakarta tidak bisa lagi bersandar pada jumlah penumpang, melainkan harus mengembangkan sayap ke bisnis lain (non-ridership). “Hal ini yang menyelamatkan kami. Selain dari tiket penumpang, penghasilan MRT sekarang juga datang dari bisnis non-tiket seperti iklan, hak penamaan stasiun, dan bisnis digital,” kata William.

Kedua, Beyond Physical Mobility. Dalam hal ini, MRT Jakarta memperkenalkan konsep digital mobility. Untuk itu, aplikasi mobile MRT diperkuat, bekerjasama dengan mitra-mitra lain untuk menjangkau penumpang yang ada di rumah. “Dengan begitu, lahirlah bisnis-bisnis digital yang baru,” ujarnya.

Ketiga, Beyond Transport Network. Menurut William, kita tidak bisa lagi berbicara MRT as a transport service semata, melainkan harus masuk ke lifestyle business untuk masyarakat kota. Sekarang, katanya, MRT Jakarta membantu pengembangan beberapa konsep kota yang orientasinya sehat, bersih, dan ingin menuju smart city.

“Ini adalah sebuah gerakan dan targetnya pada 2030 MRT bisa menjadi trendsetter perubahan kota di Jakarta.” (William Sabandar, Dirut PT MRT Jakarta)

Seiring dengan adanya pandemi dan VUCA, pada 2021 MRT Jakarta melakukan perubahan terhadap Rencana Jangka Panjang Perusahaan, yang tadinya berperiode 2018-2030 menjadi 2022-2030. Hal ini sebagai landasan untuk mengembangkan agenda transformasi bisnis Beyond Normal tadi, menjadi tiga poros bisnis.

Poros bisnis pertama, MRT Jakarta tetap sebagai network provider. Jadi, MRT tetap menjalankan fungsi dasarnya, seperti perpanjangan konstruksi (network) dan layanan. Kedua, MRT menjadi urban platformer alias beranda digital perkotaan. Karenanya, MRT harus masuk ke industri digital. Ketiga, MRT menjadi city regenerator, seiring dengan perubahan gaya hidup di perkotaan dengan adanya pandemi.

RJPP dan prinsip-prinsip itu kemudian diturunkan dalam program tahunan MRT Jakarta. Pada 2020 manajemen MRT Jakarta mencanangkannya, pada 2021 mulai disosialisasikan, dan pada 2022 dimulai akselerasi proses transformasinya. “Ini adalah sebuah gerakan dan targetnya pada 2030 MRT bisa menjadi trendsetter perubahan kota di Jakarta,” katanya. “Kami juga berharap kota-kota lain bisa meniru bagaimana lewat sebuah intervensi transportasi publik modern, wajah kota itu bisa berubah.”

William percaya bahwa kunci sukses transformasi adalah adanya orang-orang yang melakukan inovasi dan diperkuat dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu, setiap tahun MRT Jakarta mengadakan Innovation Summit. Dalam acara ini, semua divisi dan unit mengirimkan proyek inovasinya untuk dinilai. Pada 2021, yang menang adalah project Digital Intelligent Assistant (DINA), yang membantu pengguna jasa berkebutuhan khusus atau disabilitas. DINA kemudian diimplementasikan di sejumlah stasiun MRT.

Apa target yang ingin dicapai MRT Jakarta ke depan? Willian mengungkapkan fakta bahwa di tahun 2019 sebetulnya perusahaannya sudah mencapai laba, tetapi merugi di tahun 2020 karena pandemi Covid-19, dan kemudian pada 2021 sudah mencatatkan laba lagi meskipun sedikit. “Pada 2022 ini harusnya lebih bagus lagi,” ujarnya optimistis.

Manajemen MRT Jakarta memproyeksikan bisnisnya lebih bagus lagi, dengan jumlah penumpang (tingkat ridership) dan pendapatan non-tiket jauh lebih bagus lagi. Target lainnya, Fase ke-2 pembangunan MRT bisa diakselerasi, serta Fase ke-3 dan Fase ke-4 mulai dipersiapkan. MRT Jakarta juga akan mengembangkan Kawasan Berorientasi Transit (Transit-Oriented Development); saat ini sudah terbangun lima kawasan TOD.

Di samping itu, MRT Jakarta juga akan mengembangkan lima bisnis digital. Yang tak kalah menarik, lembaga Training Center MRT akan mulai menjalankan bisnis konsultansi. Sasarannya adalah kalangan operator transportasi. “Yang bisa kami ajarkan dan transfer adalah bagaimana mengoperasikan sebuah layanan transportasi dengan kualitas internasional,” ungkapnya.

William percaya diri layanan MRT Jakarta tidak kalah dengan layanan serupa di New York ataupun Singapura. “Saya bisa memastikan this is one of the best transport service,” ujarnya tandas. (*)

Joko Sugiarsono & Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved