Leaders

CEO Grup Sintesa Diganjar Penghargaaan Oleh Raja Swedia

CEO Grup Sintesa Diganjar Penghargaaan Oleh Raja Swedia

Pemerintah Swedia memberikan penghargaan Commander of The Polar Star kepada CEO Grup Sintesa, Shinta Widjaja Kamdani. Raja Carl XVI Gustaf dari Swedia menyerahkan penghargaan ini pada awal pekan ini di Jakarta. Raja Carl XVI Gustaf mengapresiasi keberhasilan Shinta dalam membangun dan memperkuat kerja sama berkelanjutan antara pemerintah dan pengusaha dari Indonesia-Swedia.

“Selama ini saya berperan sebagai penghubung kerja sama antar kedua negara, yaitu Indonesia-Swedia, karena saya melihat banyak sekali yang bisa kita ambil dengan mempererat hubungan dengan mereka. Selain itu, ini merupakan salah satu amanah yang saya emban di Kadin Indonesia. Penghargaan Commander of The Polar Star ini, merupakan kehormatan dan pengakuan bagi saya, yang artinya, program link &amatch harus terus saya lakukan, baik dengan pemerintah dan pengusaha Swedia, maupun dengan pemerintah dan pengusaha dari negara lain, ” jelas Shinta dalam keterangan tertulisnya.

Shinta berharap penghargaan yang diterimanya dari pemerintah Swedia ini merupakan titik tolak kebangkitan untuk meningkatkan kerjasama Indonesia-Swedia di masa mendatang. “Saya menginginkan, setelah selesainya pertemuan bilateral dan forum bisnis ini, segala hambatan perdagangan yang masih terjadi di kedua negara, akan bisa diselesaikan lebih cepat, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, perdagangan Indonesia-Swedia terus mengalami penurunan,” ujar Shinta.

CEO Grup Sintesa, Shinta Widjaja Kamdani (kiri), menerima penghargaan Commander of The Polar Star dari pemerintah Swedia. (Foto Dokumen Grup Sintesa).

Kedatangan Raja Swedia beserta Ratu Silvia ke Indonesia disertai rombongan sebanyak 35 pimpinan perusahaan asal Swedia. Mereka ini berminat untuk berinvestasi di Indonesia. Forum Eksekutif Indonesia-Swedia yang digelar di Jakarta membahas empat sektor, yaitu digital, infrastruktur, kesehatan dan pengembangan ketrampilan generasi muda.

Shinta menjelaskan, hubungan bilateral Indonesia-Swedia dimulai sejak tahun 1950. Berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, perdagangan Indonesia-Swedia menunjukkan tren yang menurun. Nilai perdagangan di 2013 sebesar US$ 987,9 juta, dan turun menjadi US$ 838 juta di 2015. Angka ini kembali turun menjadi US$ 670,8 juta di tahun 2016. Saat ini Swedia merupakan mitra dagang terbesar ke-38 di Indonesia.

Sebaliknya, realisasi investasi Swedia di Indonesia, justru terus naik menjadi US$ 4,5 juta pada 2016 dari US$ 0,7 juta di 2013. Pada kuartal pertama 2017, nilai investasi Swedia ke Indonesia sudah mencapai US$ 8,7 juta. Swedia merupakan investor terbesar ke-41 pada 2016 senilai US$ 4.5 juta. Nilai investasi di sektor perdagangan dan kertas memberikan kontribusi tertinggi terhadap total nilai investasi Swedia di tahun lalu.

Saat ini sektor yang paling ingin dikembangkan Swedia di Indonesia adalah sektor infrastruktur, khususnya transportasi. Kerjasama Bombardier-INKA untuk pembuatan gerbong kereta api, merupakan salah satu contoh kerjasama yang saling menguntungkan karena Indonesia mendapatkan alih teknologi tinggi dan Swedia mendapatkan keuntungan nilai produksi yang kompetitif untuk bisnisnya.

Khusus terkait dengan isu lingkungan, pemerintah Swedia telah berjanji akan terus mendorong penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, melalui organisasi yang ada di Indonesia, yaitu Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Sedangkan di bidang bisnis, kerjasama dilakukan melalui Kadin Indonesia engan Business Sweden (Swedish Trade & Invest Council) dan beberapa pengusaha asal Swedia. Shinta, yang juga menjabat sebagai Presiden IBCSD, menjelaskan tujuan IBCSD untuk mempercepat komitmen perusahaan di bidang kehutanan untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasokan mereka, dengan berperan sebagai organisasi host regional untuk Tropical Forest Alliance 2020 untuk Asia Tenggara, sejak 2016.

Sementara untuk kerjasama di bidang energi, Inisiatif Union diluncurkan pada Februari tahun ini untuk Solusi Energi Berkelanjutan Indonesia-Swedia (INSIST). Tujuan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan kerjasama inovasi teknologi untuk pengembangan energi terbarukan.

Kembangkan Bisnis Terbarukan

Shinta yang mengendalikan Grup Sintesa, kelompok usaha yang dirintis oleh Keluarga Widjaja ini, menggarap empat pilar bisnis, yakni industri manufaktur, properti, produk konsumer, dan energi. Di bidang energi, Grup Sintesa memiliki beberapa anak usaha, antara lain PT Metaepsi Pejebe Power Generation (Meppo-Gen), yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) sebesar 150 megawatt (MW) di Gunung Megang, Muara Enim, Sumatera Selatan. Lalu, PT Sintesa Banten Geothermal yang mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi berkapasitas 250 MW di Pandeglang, Banten, yang memasuki tahap drilling. “Visi Sintesa Group pada 2020 menjadi sustainable excellent company,” ujar Shinta dalam wawancara dengan Majalah SWA beberapa waktu lalu.

Grup Sintesa menggarap independent power producer (IPP) untuk energi terbarukan. Pemerintah mencanangkan pemanfaatan energi terbarukan hingga 25% di tahun 2025. “Itu merupakan suatu peluang bisnis yang besar,” ujar Shinta. Berdasarkan kajian, Shinta mengemukakan potensi energy terbarukan yang sangat besar. Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 29 gigawatt (GW), energi surya atau matahari menyimpan potensi 112 ribu GW, tenaga air 70 GW, dan biomassa 50 GW.

Bahkan, potensi gas alam yang sudah terbukti mencapai 157 triliun kaki kubik (trilliun cubic feet/TCF), yang dapat memberikan cadangan gas Indonesia hingga 46 tahun lagi. Sementara yang belum terbukti sebanyak 594 TCF, yang bisa menjadi cadangan untuk 174 tahun. “Sumber daya energi di Indonesia ini besar sekali, tetapi potensi tersebut belum dikembangkan. Inilah yang menjadi landasan kami untuk menggarap energi terbarukan,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Hubungan Internasional Ia berharap pengembangan energi terbarukan ditopang oleh regulasi yang menyokong bisnis energi terbarukan semakin berdaya saing tinggi, ketersediaan SDM kian bertambah, dan berbiaya murah ke depannya.

Tahun ini, Grup Sintesa melanjutkan pengerjaan proyek energi dan berencana menambah sejumlah pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di sejumlah daerah, antara lain Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Uatara. “Kami sedang proses akuisisi di daerah-daerah tempat kami punya proyek selain listrik. Kami juga akan menambah beberapa tenaga gas uap lagi,” kata Shinta. Pertimbangan Grup Sintesa membangun pembangkit listrik di lokasi-lokasi tersebut karena listrik yang dihasilkan bisa digunakan oleh sejumlah aset properti milik perusahaan. Di Palembang, misalnya, Grup Sintesa memiliki Hotel Sintesa Peninsula. Adapun di Sul-Ut, Sintesa tengah mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang. Di sana akan dibangun hotel dan resor. “Jadi, kami buat secara terintegrasi,” ujar Shinta, anak sulung dari pasangan Johnny Widjaja dan Martina Widjaja. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved