Leaders zkumparan

Fathema Djan Rachmat: Kecepatan, Koordinasi, Digitalisasi, dan Empati

Fathema Djan Rachmat, Direktur Utama PT Pertamina Bina Medika IHC (Pertamedika IHC).
Fathema Djan Rachmat, Direktur Utama PT Pertamina Bina Medika IHC (Pertamedika IHC).

Kalau boleh diurutkan, rasanya pelaku sektor kesehatan menempati posisi teratas dalam daftar mereka yang paling sibuk menghadapi pandemi Covid-19. Terutama, pengelola rumah sakit (RS). Mereka harus menyediakan dokter dan tenaga kesehatan yang prima serta kompeten, juga sarana yang bisa diandalkan (tempat tidur, fasilitas medis, dsb.). Lalu, karena sifat pandemi ini masih belum terkendali, dapat dipastikan mereka akan berjibaku jika angka kasus meningkat lantaran harus bisa menangani pasien sebaik mungkin agar situasi terkendali.

Fakta inilah yang dihadapi Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV (K), MPH, selaku Direktur Utama PT Pertamina Bina Medika IHC (Pertamedika IHC) ketika pandemi menyapa. Lantas, bagaimana dia menghadapinya?

Hal pertama, kata Fathema, harus berpikir cepat mengambil keputusan. Apalagi, sebagai pemimpin rumah sakit yang notabene menjadi garda depan menghadapi pandemi. Bagi rumah sakit, waktu sering tidak bisa menunggu.

Maka, di bawah komandonya, anak perusahaan Pertamina yang telah menjadi induk rumah sakit BUMN ini segera melakukan penyesuaian begitu Covid-19 melanda. “Kalau tidak cepat ditangani, Indonesia akan kekurangan tempat tidur. Kami memutuskan satu rumah sakit dikonversi 100% menjadi perawatan Covid-19. Saya kira ini suatu keputusan yang belum pernah dibuat, satu rumah sakit diubah dalam waktu yang sangat singkat, satu bulan,” kata Fathema mengenang.

Konkretnya, RS Pertamina Jaya (RSPJ) dioperasikan penuh sebagai rumah sakit moduler khusus penanganan Covid-19. April 2020 sebanyak 160 kapasitas tempat tidur telah siap. Selanjutnya, di RS Pertamina Pusat, Fathema menambahkan RS Extension Simprug dengan kapasitas 300 bed yang juga dibangun dalam 30 hari.

Begitu sigap Fathema bertindak. Dan, bukan hanya itu tindakannya. Dia juga memperkuat infrastruktur, seperti perlengkapan mechanical electric, gas medis dan genset, serta patient safety pada pasien yang diisolasi.

Mantan CEO RS Pelni ini menyadari pentingnya penerapan teknologi digital dalam situasi pandemi. Rantai layanan mulai dari pasien masuk sampai obat-obatan, semuanya didigitalisasi. Teknologi kecerdasan buatan untuk membaca hasil CT Scan juga digunakan. Termasuk, pemeriksaan Multislice Computerized Tomography (MSCT), generasi terbaru CT Scan untuk membedakan pasien Covid-19 dan non-Covid-19. Hal ini dilakukan agar bisa mendiagnosis pasien secara cepat sehingga waktu tunggu di IGD bisa lebih pendek.

“Waktu tunggu yang lama itu sangat berisiko. Jadi, semua percepatan ini memakai digital. Dengan digital ini, semua pelayanan bisa cepat, (sekaligus) menyiasati perawat yang jumlahnya terbatas dibandingkan pasien yang datang,” katanya menjelaskan.

Untuk lingkup internal, diterapkan e-medical record. Rekam medis kertas diganti digital. Kemudian, digelar program kolaboratif digital untuk memudahkan kolaborasi antara perawat di dalam dan luar ruang isolasi, juga komunikasi dengan pasien Covid-19. Selain itu, juga dikembangkan layanan home care, dan telemedicine untuk pasien yang masih bisa ditangani jarak jauh atau yang dirawat di hotel dan safe house.

Digitalisasi pun diterapkan Fathema dalam mengoordinasi rumah sakit di lingkup BUMN. Dia mengungkapkan, pada saat yang bersamaan dengan penanganan Covid-19, pihaknya juga melaksanakan integrasi rumah sakit-rumah sakit BUMN. Dari yang awalnya menangani 14 rumah sakit, kini Pertamedika IHC menangani total 70 rumah sakit BUMN dan empat rumah sakit swasta. Jalan keluar untuk pekerjaan besar ini, katanya, adalah melalui penerapan digital. “Ada 74 rumah sakit dalam waktu singkat harus dikelola berbarengan. Semua harus dipenuhi kebutuhannya. Inovasi digital ini yang harus dilakukan,” katanya.

Pekerjaan besar ini tentu membutuhkan kepemimpinan yang baik. Fathema mengungkap bahwa kemampuannya berkoordinasi menjadi kata kunci untuk memuluskan pekerjaan di tengah situasi berat seperti sekarang: ketika bisnis berjalan beriringan dengan pandemi. Menurutnya, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan komunikasi ke bawah dan ke atas (lead up). “Menerapkan meta-leadership, yakni leading down, leading across (terhadap unit di perusahaan), dan leading beyond,” ujarnya.

Namun, hal yang sangat penting dalam situasi sekarang adalah menerapkan compassionate leadership. Terlebih, di industri kesehatan. Menurutnya, bergerak di industri kesehatan harus didasari niat untuk menolong dan memberikan empati. Keduanya harus dimasukkan ke dalam patient journey.

“Perbaikan-perbaikan digital dan prosedur yang kami lakukan itu dasarnya juga karena empati. Flow pasien waktu tunggunya jadi pendek. Empati bisa mengubah proses bisnis menjadi lebih efisien,” katanya.

Sementara itu, terhadap para Perwira (sebutan karyawan Pertamedika IHC), bentuk compassionate leadership yang dilakukan Fathema, khususnya dalam masa pandemi ini, tecermin mulai dari pengaturan waktu kerja, penyediaan penginapan khusus untuk beristirahat, tes PCR dua minggu sekali, sampai makanan-minuman dan vitamin esktra.

“Mereka menggunakan baju APD yang cukup berat. Jangan sampai mereka menggunakannya lebih dari enam jam. Kami juga menyediakan hari untuk beristirahat. Tujuannya untuk mengurangi virus load, karena setiap hari interaksi mereka sangat kuat. Kerjasama dengan hotel untuk tenaga medis juga masih sampai sekarang,” dia menjelaskan.

Situasi pandemi yang berat memang membuat banyak perusahaan limbung. Kalangan rumah sakit pun demikian. Tak sedikit orang yang mengurungkan niat berobat karena khawatir terpapar penyakit, terutama Covid-19.

Menghadapi situasi demikian, Fathema menjelaskan, untuk melangkah ke depan, Pertamedika IHC telah menetapkan sembilan prioritas. Di antaranya, memanggil kembali (win back) pasien yang beberapa waktu belakangan tidak bisa datang ke rumah sakit karena pandemi. Salah satu caranya, mengembangkan layanan center of excellent yang lain, yakni layanan CONGO (Cardiologi, Onkologi, Neurologi, Ortopedi). Kemudian, menyesuaikan standar kelas yang baru ditetapkan BPJS.

Namun, prioritas terpenting, kata Fathema, adalah brand andbranding, mengingat sudah ada 74 rumah sakit yang dijadikan satu. Perlu ada standardisasi pada kualitas layanan dan digitalisasi, misalnya penerapan clinical pathway supaya layanan di seluruh rumah sakit bisa memberikan outcome yang sama.

“Branding agar bisa masuk ke market harus dilakukan dan dijaga. Jadi, brand and branding ini menjaga reputasi dan kepercayaan kami, dan menganggap bahwa patient matter itu penting. Artinya, kualitas dari sisi perspektif pasien. Jadi, apa yang menurut pasien penting itulah yang kami berikan,” katanya.

Diakui Fathema, situasi pandemi membuat Pertamedika IHC bisa tumbuh cukup besar karena permintaan layanan meningkat. Marjin EBITDA naik dari 10% tahun 2019, menjadi 15% di tahun 2020.

“Value creation banyak terjadi dalam hal peningkatan revenue. Kami mungkin tidak bisa banyak efisiensi karena harus menambah added value, misalnya di home care, menangani permintaan testing di berbagai tempat, safe house dan hotel yang jumlahnya 1.100 tempat tidur,” dia menjelaskan.

Dari pandemi Covid-19 ini, menurut Fathema, ada beberapa hikmah yang bisa dipetik. Di antaranya, muncul UKM yang memproduksi alat APD, dan Pertamedika IHC turut membantu menguji kualitas produk itu. Pertamedika IHC juga berhasil menumbuhan inovasi layanan yang sebelumnya tidak pernah terpikir, misalnya membangun laboratorium khusus untuk pemeriksaan testing Covid-19 yang mesinnya khusus dengan robotik. “Ini adalah hal-hal yang baru,” ujarnya.

Di sisi lain, Fathema melanjutkan, pandemi mengajarkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan keberdayaannya pada kemandirian, terutama kemandirian dalam pelayanan. Menurutnya, hikmah dari pandemi ada empat hal penting: perlunya kemandirian pelayanan, kemandirian dalam rantai pasok, kemandirian dalam data, dan penguatan pasar. “Kita perlu membuat rumah sakit yang variasi layanannya sama baiknya dengan luar negeri agar tercipta medical tourism di Indonesia,” ujarnya. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved