Leaders zkumparan

Helianti Hilman Javara, Meletakkan Sesuatu pada Tempatnya

Helianti Hilman Javara, Pendiri & Executive Chairperson Javara.
Helianti Hilman Javara, Pendiri & Executive Chairperson Javara.

Didirikan Helianti Hilman pada tahun 2008, PT Kampung Kearifan Indonesia (Javara) berangkat dari misi yang mulia: tak hanya sekadar berbisnis, tetapi juga melestarikan pertanian dan produk pangan asli Indonesia berbasis komunitas. “Fokus kami adalah menghidupkan kembali pangan terlupakan (forgotten food), apalagi keanekaragaman pangan dan hayati di Indonesia itu sangat luas, sayang kalau tidak dimanfaatkan,” kata Helianti.

Dalam menjalankannya, Javara bekerjasama dengan petani lokal dari seluruh penjuru Indonesia. Saat ini ada sekitar 52 ribu petani dari Aceh hingga Papua yang terlibat dan sedikitnya 900 jenis produk organik yang dipasarkan. Produk yang ditawarkan mulai dari beras dan biji-bijian, tepung bebas gula, gourmet noodle, artisanal gourmet salt, minyak kelapa, healthy snack, selai, gula kelapa, rempah-rempah, bumbu, sampai kacang-kacangan.

Lewat setahun, Javara masuk ke supermarket premium di Jakarta. Namun, pasar masih belum menyambut sehingga produknya lebih banyak diekspor (80%). Baru pada 2014, Javara mulai dilirik pasar lokal karena banyak media internasional yang mengangkat keunikannya. Setelah itu, pasarnya melebar. Dari sebelumnya dikonsumsi 55 tahun ke atas, kini 60% berusia di bawah 35 tahun. Mereka adalah segmen yang makin peduli tren hidup sehat dan mengapresiasi makanan lokal.

Keberhasilan tersebut tak bisa dilepaskan dari kepiawaian Helianti dalam melihat peluang dan cara mengelola perusahaan. Dia pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya dan sesuai dengan porsinya. Contohnya, dalam berkomunikasi dengan stakeholder, dia menyesuaikan siapa lawan bicaranya.

Yang pasti, untuk berkomunikasi dengan mitra di sisi hulu, kuncinya satu: perlihatkan bahwa dirinya datang dengan niat yang baik dan ingin membantu. Karena, mereka bukan orang yang terbiasa mendengarkan presentasi dan semacamnya. “Ketika berinteraksi dengan orang-orang pedalaman, contohnya orang Papua, jangan datang dengan agenda. Datanglah dengan mengosongkan diri. Kita harus mendengarkan dan memecahkan apa masalah mereka,” katanya.

Begitu juga dalam urusan posisi atau jabatan. Helianti menerapkan kesesuaian karakter orang. Menurutnya, orang yang berurusan dengan bisnis tidak boleh orang yang terlalu sosial, sedangkan orang yang berurusan dengan capacity building tidak boleh orang yang terlalu bisnis. Dua-duanya harus ditempati orang yang tepat agar bisa mencapai tujuan.

Kini Helianti telah melepaskan jabatan CEO, dan memberikannya kepada yang lain. Dia sekarang bertindak sebagai Executive Chairperson untuk Branding and New Initiatives. Kendati demikian, keputusan atas produk baru yang akan dirilis masih berada di tangannya.

“Tahun lalu saya menyadari bahwa menjalankan perusahaan secara operasional ternyata bukan keahlian saya. Apalagi, perusahaan semakin besar. Saya orangnya tidak tegaan. Saya tidak pernah memecat karyawan selama menjadi CEO, paling hanya menegur. Saya merasa lebih mumpuni dalam melihat kesempatan baru, melakukan capacity building, menjalin network dengan orang-orang baru, dan membuat inisiatif yang out of the box,” tuturnya.

Terkait menjalin jejaring ataupun membuka pasar baru, Helianti mengaku selama ini tidak pernah menemui kendala hanya karena dirinya perempuan. “Mungkin karena pendekatan saya adalah ‘emak-emak’, ya. Untuk tempat-tempat yang male dominated society, saya tidak akan memaksakan diri berangkat ke sana. Saya kirim tim yang laki-laki,” ungkapnya.

Dalam dokumen kerjasama Javara dengan para pemasok, Helianti menekankan perjanjian no forced labour dan no child labour. Dalam program capacity building dan technical assistant dengan partner, panduan yang akan pertama kali dilihatnya adalah safe working condition. “Jangan sampai kita menggenjot produksi dalam lingkungan pekerjaan yang tidak aman bagi mereka,” kata mantan konsultan untuk Rural Economy Development Bank Dunia ini.

Intinya, menurut Helianti, caring leadership haruslah disertai contoh. Pemimpin harus mencontohkan bagaimana memanusiakan semua mitranya — dalam konteks Javara termasuk petani, perimba, dan nelayan– dalam hubungan yang sejajar. Juga, menyelipkan personal caring terhadap tim.

Menurutnya, ada tiga hal kunci bagi perempuan untuk menapaki karier: passion, perseverance, dan patience. Di luar itu, dia menyatakan pentingnya calling, panggilan jiwa, untuk berkontribusi sosial. “Javara pernah nyaris bangkrut. Setiap kali kami mengalami masa-masa sulit itu, saya selalu ingat muka-muka petani. Bila demikian, saya sangat malu pada petani, nelayan, dan pekerja hulu lainnya yang sudah diberdayakan,” ungkapnya. (*)

Yosa Maulana; Reportase: Andi Hana & Anastasia A.S.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved