Indonesia Best CFO

Cecil Mundisugih, CFO AXA Mandiri: Implementasikan Mahadata dan Inovasi Bisnis

Cecil Mundisugih, CFO PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri).
Cecil Mundisugih, CFO PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri).

PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) pada Maret 2018 memberikan amanat kepada Cecil Mundisugih sebagai Direktur Keuangan atau CFO untuk mengelola seluruh aspek keuangan perusahaan asuransi ini. Hal itu mencakup strategi dan kebijakan merespons perubahaan ekonomi, pelaporan/akunting, investasi, data analytics, kajian produk, dan memastikan kecukupan kewajiban secara aktuaria.

Sederet tugas itu dipercayakan pemegang saham perusahaan kepada Cecil lantaran mereka meyakini kemampuannya yang telah 18 tahun berkarier di industri keuangan. Sebelum berkiprah di AXA Mandiri, ia sempat berkarier sebagai konsultan, analis, auditor, dan penasihat keuangan.

Setahap demi setahap Cecil merombak tata kelola keuangan di perusahaan patungan antara National Mutual International Pty. Limited (AXA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. ini. Langkah awalnya, mengindentifikasi titik penghambat laju bisnis, seperti pendapatan premi yang stagnan, penurunan pendapatan investasi, dan pendapatan klaim atau total aset. Ia bersama jajaran direksi AXA Mandiri segera menyusun cetak biru transformasi.

Hasil transformasi, menurut Cecil, adalah pertumbuhan premi bersih pada 2019 sebesar 11%, dari Rp 8,49 triliun (2018) menjadi Rp 9,41 triliun. Pada periode yang sama, pendapatan melonjak 44%, dari Rp 7,43 triliun) menjadi Rp 10,74 triliun, serta laba bersih mencapai Rp 1 triliun, naik 4% dari Rp 947 miliar. “Total aset juga naik 11% menjadi Rp 32,75 triliun dari Rp 29,57 triliun,” ungkapnya.

Pencapaian ini membutuhkan tenaga ekstra. Sebab, persaingan di industri asuransi cukup sengit. Hambatan yang menghadang laju bisnis pun bermunculan di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) yang mengubah lanskap industri keuangan, termasuk asuransi. Ini berdampak terhadap perubahan perilaku nasabah. Respons AXA Mandiri untuk beradaptasi terhadap perubahan adalah dengan membenahi beragam lini, seperti SDM; memperbarui produk asuransi; hingga optimalisasi data untuk mengidentifikasi kebutuhan nasabah lebih rinci.

”Strategi pengembangan bisnis kami antara lain mengoptimalkan fungsi data analytics, menambah produk dan lini bisnis baru untuk memenuhi keinginan nasabah. Kami membuat tiga langkah untuk menjadikan data sebagai acuan baru yaitu customer360, segmentation, dan propensity (kecenderungan),” Cecil menuturkan.

Customer 360 adalah menyusun infografis yang menyajikan profil nasabah. Sehingga, data tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengimplementasikan penawaran produk asuransi yang sesuai dengan karakteristik nasabah.

Segmentation adalah mengelompokkan nasabah dengan menggunakan machine learning sesuai dengan variabel yang sama, sehingga bisa memberikan solusi untuk kelompok nasabah tertentu. Cara ini berupaya menemukan persona nasabah yang berbeda-beda, tetapi mencari kesamaan untuk menjadi suatu segmentasi. “Sedangkan propensity adalah menggunakan data historis. Kami memberikan solusi kepada nasabah dengan variabel yang tepat,” kata Cecil.

Sebagai contoh, model propensity di masa pandemi ini berperan untuk penyusunan strategi bisnis yang menyajikan latar belakang informasi nasabah yang berpotensi melakukan top-up atau ditawari cross/up selling oleh perencana keuangan AXA Mandiri. “Juga, menyediakan informasi mengenai waktu terbaik untuk menghubungi nasabah dan produk yang tepat untuk ditawarkan kepada nasabah,” kata Cecil.

Pembenahan di aspek optimalisasi dan analisis data itu dibarengi dengan pengembangan produk asuransi terbaru. Sebut contoh, asuransi yang menyasar segmen ritel menyediakan asuransi jiwa, kesehatan, edukasi, hari tua, dan penyakit kritis. Produk terbaru AXA Mandiri memperoleh premi senilai Rp 3,25 triliun atau berkontribusi sekitar 41% terhadap premi kotor (gross premi) senilai Rp 9,5 triliun. “Di pasar mass affluent dan priority private, mereka lebih tertarik dengan produk luar negeri. Karena itu, kami siapkan produk baru,” ungkapnya.

AXA Mandiri juga membuat lini usaha baru, yakni pengelolaan dana pensiun sebagai lini bisnis pelengkap. “Kami berekspansi ke lini Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan DPLK kami menduduki peringkat ke-5 di industri DPLK. Ditambah lagi, DPLK AXA Mandiri juga membukukan tambahan aset lebih dari Rp 4 triliun di bulan Juni sehingga nilai total menjadi Rp 11 triliun pada akhir kuartal II/2020,” Cecil menjabarkan.

Untuk strategi pengelolaan keuangan dan pendanaan, Cecil bersama timnya melakukan sistem pengawasan ketat terhadap pengelolaan keuangan, menerapkan pelaporan dan tata kelola keuangan yang baik, mengendalikan proses pembentukan liability cadangan premi, rutin memantau likuiditas dan menyiapkan contingency plan, menjaga peningkatan kualitas investasi, mempersiapkan laporan keuangan, serta berdisiplin mematuhi peraturan yang ditetapkan regulator. Praktik seperti ini diapresiasi institusi pemerintah lantaran AXA Mandiri mendapatkan penghargaan Best Governance Award dari Direktorat Jenderal Pajak KPP Madya Jakarta Selatan I di tahun 2020.

Cecil menggarisbawahi peran divisi yang dipimpinnya, yaitu berinisiatif melakukan inovasi agar berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan. Ia menunjukkan komitmen ini seperti yang tecermin dari peningkatan premi bersih, pendapatan, laba bersih, dan aset AXA Mandiri di tahun lalu.

“Di tahun 2019, premi bersih naik 11%, pendapatan naik 44%, laba bersih naik 6%, dan otal aset naik 11%,” katanya. AXA Mandiri, menurut Cecil, memiliki daya saing tinggi di era mahadata (big data) dengan membangun kapabilitas data analytics.

Pendek cerita, Cecil mengimplementasikan strategi pengembangan bisnis yang mencakup data analytics serta menghadirkan produk baru dan lini usaha baru. “Kami menghadirkan produk unggulan baru dengan kontribusi lebih dari Rp 1 triliun sampai dengan Juni 2020 atau lebih dari 40% dari penjualan produk baru di 2019 dan mencapai 58% di semester 1/2020,” ia menjelaskan.

Kondisi keuangan AXA Mandiri yang sehat tecermin pula dari pencapaian rasio solvability atau risk-based capital (RBC), yakni mencapai 591%, melampaui batas minimum ketentuan Otoritas Jasa Keuangan sebesar 120%. Return on equity (ROE)-nya 40,6%, melebihi ROE saham-saham unggulan di Indeks LQ45 yang sebesar 13,7%.

Cecil menyebutkan, kunci sukses perusahaannya adalah mengembangkan teknologi informasi di masa pandemi. “Bisnis perusahaan tetap terjaga positif meski di tengah situasi perekonomian yang sulit dan penuh tantangan menghadapi pandemi Covid-19. Kami berharap dapat menjaga komitmen dalam menyediakan asuransi yang menjadi solusi tepat untuk proteksi diri dan perencanaan keuangan jangka panjang,” katanya.

Perseroan melakukan bauran pemasaran dan penjualan di kanal digital dan konvensional sesuai dengan kebutuhan nasabah. ”Ini adalah proses yang ideal di masa pandemi,” ujar Cecil. (*)

Andi Hana Mufidah Elmirasari & Vicky Rachman

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved