Diaspora

Kisah Keterampilan Tersembunyi Diaspora Indonesia Selagi Pandemi

Jam session daring Andri Soebiakto bersama band. (Foto: Dok Pribadi)
Jam session daring Andri Soebiakto bersama band. (Foto: Dok Pribadi)

Mendalami hobi untuk mengisi waktu luang di masa pandemi merupakan hal yang umum dilakukan. Namun, belum tentu itu merupakan keterampilan yang berguna untuk hidup di masa sulit seperti sekarang. Sejumlah diaspora Indonesia yang menemukan talenta yang memengaruhi hidup mereka di tengah pandemi.

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh University of Colorado terhadap para pegawai dan staff pengajarnya menemukan bahwa ‘kemampuan beradaptasi’ merupakan keterampilan utama yang ditemukan sebagian besar di antara mereka pada masa pandemi. Demikian pula menurut survei yang dilakukan oleh Everyday Health, sebuah media digital, bekerja sama dengan The Ohio State University. Laporan khusus yang mereka rilis secara online akhir tahun lalu mengetengahkan betapa pentingnya ‘resilience’ atau kemampuan manusia untuk bertahan, dalam masa-masa sulit seperti pandemi sekarang.

Menurut Patrick J. Rottinghaus, seorang profesor ilmu psikologi konseling di University of Missouri, kemampuan manusia beradaptasi merupakan keterampilan yang penting untuk ketahanan hidup. Dalam sebuah artikel yang dilansir harian Washington Post pada pertengahan tahun lalu, Patrick menganggap kemampuan beradaptasi itu penting, jauh sebelum terjadi pandemi, saat perekonomian dunia berubah sehingga orang terpaksa berubah haluan dalam pekerjaan, pindah kota tempat tinggal ataupun secara berkala terpaksa pindah sekolah atau kejuruan.

Seorang perempuan sedang jogging di kampus University of California Los Angeles (UCLA) sebelum tahun ajaran baru di tengah pandemi virus corona, di Los Angeles, California, 28 September 2020. (Foto: Reuters)
Seorang perempuan sedang jogging di kampus University of California Los Angeles (UCLA) sebelum tahun ajaran baru di tengah pandemi virus corona, di Los Angeles, California, 28 September 2020. (Foto: Reuters)

Sejalan dengan pemikiran itu, tidak heran jika kini banyak orang yang bukan saja mencari hobi untuk mengisi waktu luang, namun banyak di antara mereka yang berhasil menemukan, bahkan membina, sebuah keterampilan baru yang dapat membantu mereka beradaptasi dan bertahan dalam masa pandemi yang berkepanjangan.

Novia Hardy adalah seorang mantan pramugari yang sekarang ikut suaminya bertugas di Amerika dan kini tinggal di kota Stamford, Connecticut, sejak Oktober 2019. Sepanjang hidupnya, Novia belum pernah mengenal metode pendidikan di Amerika. Namun, kini ia terpaksa menyesuaikan diri dengan kurikulum virtual sekolah dasar Amerika. Novia harus berperan sebagai ‘guru pendamping’ bagi kedua anaknya, usia 6 dan 8 tahun, dan dituntut aktif dalam kegiatan belajar mereka, sekaligus mendalami metode pendidikan di Amerika yang berbeda dengan di Indonesia.

Novia Hardy dan keluarga. (Foto: Dok Pribadi)
Novia Hardy dan keluarga. (Foto: Dok Pribadi)

Menurut mantan karyawan maskapai Indonesia yang pernah berpengalaman sebagai awak pesawat Kepresidenan Indonesia untuk Gus Dur, Megawati dan SBY ini, pengalamannya mengajar hanyalah sebatas sebagai pramugari senior yang memberi pelatihan kepada para yuniornya, bukan menangani anak-anak usia sekolah dasar yang fokus perhatiannya membutuhkan penanganan khusus.

“Tapi dari situ, justru saya belajar dan ikut merasakan ternyata, wah tugasnya guru itu tidak mudah ya, dan terbersit untuk berkecimpung dalam dunia pendidkan anak, ya mungkin saja suatu saat bisa melanjutkan pendidikan yang nantinya akan berguna untuk mendampingi mereka di masa yang akan datang.”

Sama halnya dengan Andri Soebiakto yang sudah hampir 23 tahun tinggal di Amerika dan berpengalaman lebih dari 15 tahun dalam bidang pasar modal. Berawal dari kegemaran bermain band di sekitar Washington, D.C., terjadinya pandemi mengakibatkan Andri kehilangan kesempatan bermain band. Akhirnya ia bersama seorang teman SMA yang tingal di Manila melakukan ‘jam session’ secara daring, dan berlanjut dari berdua menjadi berempat di empat negara yang berbeda. Mereka lalu mulai merekam video yang kemudian secara rutin setiap sekitar dua bulan, mereka kemas menjadi musik video.

Untuk kegiatan barunya ini Andri mempelajari teknik penyuntingan dan rekaman video yang benar agar mendapat hasil yang maksimal. Keterampilan menyunting video kemudian mendapat sambutan baik ketika ia gunakan secara seksama, ketika di kantornya diadakan kontes membuat video musik yang mengupas kemampuan bermusik para karyawan.

Deny Sirait, yang sehari-hari berkarir dalam bidang ‘keamanan siber’ di Washington, DC, sepanjang pandemi bahkan berhasil memperoleh banyak keterampilan dadakan yang menurutnya bisa berguna, bukan hanya untuk pribadi. Mulai dengan bisa bermain musik, Deny belajar mendalami mixing serta memproduksi lagu ‘cover’ bersama anak-anaknya untuk membina kreativitas dan mengisi waktu luang. Ia juga jadi bisa memasak, ilmu yang sangat berguna saat ia dan istrinya secara bergantian terpapar COVID, lalu harus dikarantina. Keterampilan lain?

Deny Sirait bersama keluarga. (Foto: Dok Pribadi)
Deny Sirait bersamaA keluarga. (Foto: Dok Pribadi)

“Termasuk juga potong rambut, kebetulan tiga anak, dua (diantaranya) cowok, jadi rambut cowok tuh dua-duanya saya yang guntingin juga haha.. tinggal beli trimmer, ya saving money juga, dan ke depannya mungkin bisa, wah bisa untuk potongin rambut orang lain,” katanya.

Menurut Deny, walau mungkin belum terpikir untuk mendalami cukur rambut secara profesional, ia akan terus melakukannya demi keamanan sepanjang pandemi, dan seterusnya untuk kepentingan penghematan keuangan. [aa/ka]

Sumber: VoAIndonesia.com


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved