Book Review Review zkumparan

Belajar Fokus dari Para Legenda Startup

Oleh Editor
Measure What Matters: How Google, Bono, and the Gate Foundation

Rock the World with OKRs

Penulis : John Doerr

Penerbit : Portfolio, April 2018

Tebal : 320 halaman

Edison Lestari

Ideas are easy; execution is everything.”

Pada 1999, John Doerr baru saja menginvestasikan uangnya pada sebuah perusahaan startup bernama Google. Larry Page dan Sergen Brin harus memastikan usaha mereka agar tetap fokus. Mereka juga membutuhkan alat manajemen untuk mengukur hal-hal yang penting (measure what matters) dan melacak perkembangan mereka. John Doerr mengajarkan pendiri Google ini alat manajemen bernama Objective and Key Results (OKR) yang dipelajarinya dari Andy Grove, CEO legendaris Intel. Di kemudian hari, John Doerr mengajarkan model manajemen ini kepada lebih dari 50 perusahaan dan terbukti efektif.

OKR merupakan yin dan yang dari goal setting. Objective adalah sumber inspirasi dan berorientasi jangka panjang. Key Results lebih membumi dan bersifat metric-driven (pendapatan, pertumbuhan, pengguna aktif, pangsa pasar, dan sebagainya). Key Results adalah lever yang akan kita pakai serta tanda untuk memastikan kita mencapai target. Objective adalah what yang akan dicapai, sedangkan Key Results adalah how untuk mencapainya. Sebuah objective di-frame dengan tepat, sedangkan tiga sampai lima key objective biasanya sudah cukup untuk mencapainya.

OKR juga harus memiliki time frame yang jelas untuk memberikan fokus dan komitmen. Dari pengalamannya sebagai venture capitalist yang sangat terbiasa menghadapi startup, John Doerr mengatakan, OKR sebaiknya berjangka tiga bulan untuk menghindari penundaan dan untuk memberikan peningkatan kinerja yang nyata. Walaupun demikian, OKR dapat berbeda-beda jangaka waktunya. Divisi engineering, misalnya, dapat memilih OKR yang berjangka enam minggu saja. Startup yang masih sangat baru dapat saja memilih OKR berjangka satu bulan untuk memastikan product-market fit. Singkat kata, jangka waktu yang terbaik adalah jangka waktu yang sesuai dengan konteks dan budaya perusahaan.

OKR harus dipilih sangat hati-hati. Ford Pinto, misalnya, memiliki objective yakni subcompact, low cost of ownership, dan clear product superiority. Safety tidak termasuk dalam objective. Dengan demikian, pada saat tim mengusulkan lempeng tambahan untuk menghindari kebocoran tangki bahan bakar, usulan tersebut ditolak karena tidak selaras dengan objective biaya dan ukuran. Alhasil, ratusan orang meninggal sewaktu terjadi kecelakaan tabrak belakang. Ford harus menarik 1,5 juta mobil. OKR-nya jelas dan tercapai, tetapi mengabaikan objective lain yang sangat penting, yaitu safety.

Untuk menjaga kualitas OKR pada saat mengejar kuantitas KR, buku ini dengan mengutip buku High Output Management karya Andy Grove menyarankan memakai model pairing key result yang mengukur effect dan counter-effect. Sementara kuantitas tujuannya adalah membuat tiga feature baru, kualitas tujuannya adalah kurang dari tiga bug per feature. Dengan demikian, developer akan menulis kode pemograman yang berkualitas.

OKR memberikan sejumlah manfaat besar. Antara lain, OKR menjadikan perusahaan fokus dan committed terhadap prioritas utama. Measuring what matters dimulai dengan pertanyaan utama: Apa yang paling penting untuk tiga (atau enam atau dua belas) bulan ke depan? Organisasi yang sukses fokus pada beberapa inisiatif yang benar-benar membuat perbedaan dan mengundurkan yang kurang penting. Goal setting yang efisien dimulai dari atas, yaitu pemimpin yang menginvestasikan waktu dan energi untuk memilih hal yang penting.

Top-line goal harus dimengerti oleh seluruh organisasi. Sebab, sebuah survei terhadap 11.000 eksekutif senior dan manajer membuktikan bahwa kebanyakan karyawan tidak tahu prioritas perusahaan, bahkan hanya setengah yang dapat menyebut satu prioritas.

Sistem OKR juga memungkinkan semua orang, termasuk staf yang paling junior, untuk melihat goal orang lain, termasuk CEO. Transparansi ini memberikan ruang untuk kolaborasi. Karyawan A yang kesulitan mencapai tujuannya, memungkinan karyawan lain membantunya karena kemajuan OKR-nya terpampang untuk publik.

Selain itu, sistem OKR memungkinkan tujuan perusahaan di-cascade down dari level teratas ke level terbawah. General manager sebuah klub sepak bola, misalnya, memiliki Objective menghasilkan uang untuk pemilik klub dengan Key Result memenangi Super Bowl dan menjual 90% tiket. Key Result “memenangi Super Bowl” akan menjadi Objective bagi pelatih utama dan Key Result “menjual 90% tiket” akan menjadi Objective bagi VP Pemasaran.

OKR tidak akan selesai dengan selesainya pekerjaan, tetapi akan ditutup dengan post hoc evaluation dan analisis scoring – penilaian sendiri yang subjektif dan reflektif. Dalam hal penilaian, 0,7-1,0 berarti terselesaikan, 0,4-0,6 berarti ada kemajuan tetapi tidak terselesaikan, dan kurang dari 0,4 berarti gagal. Menariknya, bila ada tim yang meraih 100% semuanya, hal ini berarti tujuan yang ditetapkan terlalu rendah. Sesudah melakukan penilaian, pemegang OKR akan melakukan self-assessment yang subjektif. Tujuan OKR bukanlah semata penilaian, tetapi untuk memastikan semua orang mengerjakan hal yang tepat.

“Kita tidak belajar dari pengalaman, tetapi belajar dari refleksi atas pengalaman.” Buku ini menyarankan pertanyaan reflektif berikut untuk menutup sesi OKR: Apakah saya mencapai semua objective saya? Bila tidak, apa tantangannya? Bila saya harus menulis ulang tujuan saya, apa yang akan saya ubah? Apa pelajaran yang dapat dipetik untuk mengubah pendekatan saya dalam sesi OKR berikutnya?

Saat ini sedang berkembang model baru di ranah manajemen kinerja yang bernama Continuous Performance Management yang diaplikasikan dengan instrumen CFR (conversations, feedback, and recognition). OKR dan CFR ini saling menguatkan. Continuous Performance Management sangat penting untuk mengatasi isu sebelum menjadi masalah dan untuk memberikan dukungan terhadap pemegang OKR yang sedang kesulitan.

Buku ini menyarankan, OKR harus dipisahkan dari sistem kompensasi (baik promosi maupun bonus). Sistem kompensasi bersifat melihat ke belakang, sementara sistem OKR bersifat melihat ongoing, forward looking. Bila tidak dipisahkan, orang-orang akan menjadi risk-averse sehingga OKR tidak efektif. OKR juga bekerja lebih efektif bila menggunakan konsep motivasi intrinsik akan pekerjaan yang berarti dan peluang untuk belajar daripada menggunakan konsep insentif finansial. Di Google, OKR memberikan kontribusi kurang dari sepertiga dari kompensasi.

Buku ini ditutup dengan Playbook OKR Google sebagai contoh. OKR di Google memiliki dua varian: committed OKR dan aspirational OKR. Aspirational OKR diharapkan mendapatkan nilai 1,0; nilai kurang dari 1,0 membutuhkan penjelasan karena itu berarti kesalahan perencanaan dan/atau eksekusi. Aspirational OKR berarti OKR yang kita ingin capai walaupun kita tidak tahu bagaimana mencapainya dan/atau memiliki sumber daya yang memadai untuk mencapainya.

Google juga memberikan beberapa tip untuk menulis OKR. Bila OKR dapat diselesaikan dalam lima menit, kemungkinan besar itu tidak bagus sehingga kita harus memberikan waktu lebih. Bila Objective tidak dapat dituangkan dalam satu baris, artinya itu kurang jelas. Pastikan Key Result dapat diukur dan memiliki tanggal yang pasti.

Buku ini sangat menarik karena ditulis sendiri oleh John Doerr, billionaire legenda venture capital Kleiner Perkins Caufield & Byers di balik kesuksesan Google, Amazon, Intuit, Compaq, Sun Microsystem, dan sebagainya. Lebih dari setengah dari buku ini berisikan studi kasus yang merupakan kesaksian dan penuturan para pendiri startup tentang bagaimana menjalankan OKR. Tidak tanggung-tanggung, studi kasus dan penuturan tersebut melibatkan tokoh-tokoh kondang seperti Sundar Pichai (CEO Google), Susan Wojcicki (CEO YouTube), rock star Bono, Bill Gates, serta sejumlah startup hebat lainnya.

Bila para legenda pendiri startup telah membuktikan efektivitas model manajemen OKR ini, tidakkah Anda tertarik untuk mencobanya sendiri? (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved