Property

Asmat Amin : "Satu Juta Rumah, Belum Cukup"

Asmat Amin : "Satu Juta Rumah, Belum Cukup"
Asmat Amin Direktur Pengelola PT Sri Pertiwi Sejati (SPS Group)

Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sejak April 2015 belum berhasil menyelesaikan persoalan backlog. Meskipun dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dari 2015 sebanyak 699.770 unit, 2016 sebanyak 805.169 unit, dan 2017 sebanyak 904.758 unit, sedangkan hingga 31 Desember 2018 tembus di atas 1 juta unit atau mencapai 1.132.621 unit.

Asmat Amin,Direktur Pengelola PT Sri Pertiwi Sejati (SPS Group), berpendapat untuk mencukupi backlog 11,4 juta unit rumah harusnya diberi target. Padahal kebutuhan rumah setiap tahun sekitar 800- 1 juta unit. Hal ini sebagai bukti permintaan terhadap rumah ini besar sekali terutama rumah menengah ke bawah.

Apalagi bila melihat penghasikan sebagian besar masyarakat Indonesia sekitar Rp 4 juta per bulan atau Rp 45 juta-50 juta per tahun, di mana sekitar 1/3-nya untuk membayar cicilan atau sekitar Rp 1,2 juta-Rp 1,3 juta.

Artinya cicilan tersebut, hanya untuk rumah menengah ke bawah, tidak bisa menengah ke atas. Karena yang membutuhkan rumah subsidi begitu banyak, rata-ratanya 80% rumah subsidi, 15% rumah menengah, dan 5% rumah atas.

Diakui Asmat, capaian pembangunan rumah rakyat yang dilakukan pemerintah sebanyak 1 juta per tahun dinilai masih belum cukup mengingat jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah setiap tahun, saat ini mencapai 265 juta penduduk. “Idealnya targetnya sekitar 2 juta unit, mengingat jumlah penduduk atau pasangan baru menikah yang membutuhkan rumah semakin bertambah,” kata Asmat disela-sela rembuk nasional bertajuk “Mengukur perlunya Kementerian Perumah rakyat Kabinat 2019 – 2024” di Jakarta.

Ia menegaskan pemerintah harus lebih meningkatkan lagi upaya-upaya dalam membangun rumah rakyat. Dengan memberi kelonggaran perijinan. Misalnya terkait AMDAL, karena untuk pemukiman untuk pengurusan ijinnya tidak harus mencapai 120 hari.

Seharusnya pemerintah ada kebijakan khusus untuk rumah rakyat atau rumah subsidi, jadi tidak perlu pakai AMDAL, padahal sudah ada tata ruangnya untuk perumahan kenapa pakai AMDAL lagi kan tidak ada limbahnya juga.

Masalah lain, adalah rusunami, dimana pengembang tidak mungkin mampu membeli lahan untuk memenuhi kebutuhan rumah MBR, mau tidak mau harus bangun vertikal dengan harga sekitar Rp 250 juta/unit, tapi harga per meter perseginya dikunci. “Harusnya tidak perlu dikunci, sehingga pengembang yang ingin membangun di tengah kota bisa melakukan size down sehingga harganya bisa masuk dan bisa dengan KPR indent,” kata Asmat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved